Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Ilmuan Muslim yang Terlupakan

Ilmuan Muslim yang Terlupakan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Gurun (inet)

dakwatuna.com – Mengapa ilmuan barat lebih dikenal? Ternyata keterkenalan ilmuwan barat tersebut adalah hasil dan pengaruh kampanye atau propaganda media barat melalui majalah, koran, acara TV atau berbagai film baik fiksi maupun ilmiah.

Koran atau majalah selalu mengaitkan kecerdasan atau IQ orang-orang misalnya dengan kecerdasan Einstein meskipun sudah melebihi kepintaran Einstein. Berbagai film yang dibuat di Hollywood seringkali memunculkan tokoh-tokoh ilmuwan barat seperti Charles Darwin dengan teori evolusinya atau Einstein berupa tokoh atau figur langsung, gambar maupun foto atau karakter ilmuwan tersebut.

Di masa-masa Rasulullah, Sahabat, Tabi’in, dan Khilafah tercatat munculnya tokoh-tokoh ilmuan muslim dengan melakukan percobaan teori-teori terapan yang sangat bermanfaat di segala aspek,

Siapakah tokoh-tokoh ilmuan muslim yang tenggelam dan dilupakan oleh sebagian orang?

Bidang Kedokteran dan Kesehatan

Sejarah ilmu kedokteran memang sudah berjalan sejak lama, bahkan sejak sebelum Islam datang. Kemajuan kedokteran yang kita nikmati sekarang ini, dengan berbagai penemuan teknologi dan teknik terapi kesehatannya, merupakan hasil jerih payah para dokter dan ahli kesehatan dari seluruh dunia.

Ketika era kegelapan mulai mencengkeram Barat pada abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih dunia Islam yang tengah berkembang pesat di Timur Tengah.

Berbeda dengan ilmuwan lain, para ilmuwan muslim menjadikan Alquran dan sunnah sebagai pijakan utama dalam mengembangkan ilmu-ilmu kedokteran mereka. Hal ini terus mereka lakoni hingga menapak puncak pencapaian terbaik dalam peradaban dunia.

Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes. Sebenarnya, pemilik nama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi itu merupakan dokter istana Pangeran Abu Saleh al Mansur, penguasa Khurasan. Namun, kemudian ia pindah ke Baghdad menjadi dokter kepala di rumah sakit Baghdad dan dokter pribadi khalifah. Salah satu buku kedokteran yang dihasilkannya berjudul Al-Mansuri (Liber al-Mansafis).

Dalam bukunya tersebut, ia menyoroti tiga aspek penting dalam kedokteran, yaitu kesehatan publik, pengobatan preventif, dan perawatan penyakit khusus. Sementara, dalam bukunya yang lain berjudul Al-Mursyid, Al-Razi mengupas tentang pengobatan berbagai penyakit. Buku lainnya yang berjudul Al-Hawi dan terdiri dari 22 volume menjadi salah satu rujukan sekolah kedokteran di Paris. Ia juga berhasil menulis tentang pengobatan cacar air.

Zahrawi (930-1013 M) atau dikenal dengan nama Abulcasis di negara Barat. Ahli bedah terkemuka di Arab ini menempuh pendidikan di Universitas Cordoba. Ia menjadi dokter istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III. Sebagian besar hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku kedokteran, khususnya masalah bedah.

Salah satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul Al-Tastif Liman Ajiz’am Al-Ta’lif, sebuah ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad ke-17 M. Dalam bukunya tersebut, Al-Zahrawi menerapkan cutlery untuk mengendalikan pembedahan. Ia juga menggunakan alkohol dan lilin untuk menghentikan pendarahan selama pembedahan tengkorak berlangsung. Al-Zahrawi juga menulis buku tentang operasi gigi.

Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M). Salah satu kitab kedokteran fenomenal yang berhasil ditulisnya adalah Al-Qanun fi Al-Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu menjadi ensiklopedia kesehatan dan kedokteran yang berisi satu juta kata. Hingga abad ke-17 M, kitab itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa.

Dan masih banyak tokoh-tokoh kedokteran muslim lainnya.

Bidang Sosiologi

Ibnu Khaldun, nama lengkap: Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami (lahir 27 Mei 1332 – meninggal 19 Maret 1406 pada umur 73 tahun) adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Lelaki yang lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H. /27 Mei 1332 M. adalah dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini.

Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana.

Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.

Psikologi dan Bidang seni

Al-kindi Nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin Al-Asy’ats bin Qais Al-Kindi. Beliau merupakan salah satu tokoh dalam dunia seni musik kontemporer Muslim. Lahir pada tahun 185 H/801 M dari kalangan bangsawan Irak.

Dapat dikatakan beliau adalah filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. selain bisa berbahasa Arab, ia juga mahir berbahasa Yunani. Dengan kemahirannya dalam berbahasa Yunani tersebut, Al-Kindi menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab, seperti: Aristoteles dan Plotinus.

Al-Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik, fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik. Buku yang paling banyak ditulisnya adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak 9 judul dan fisika 12 judul. Dalam angkatannya, Al-Kindi merupakan orang terpintar dengan menguasai berbagai ilmu pengetahuan.

Kata “musik” yang kita kenal saat ini sebenarnya diambil dari nama sebuah buku tentang teori musik oleh Al-Kindi. Nama buku itu adalah “Musiqa Al-Kindi”. Al-Kindi juga merupakan orang pertama yang menemukan not-not dalam musik. Not-not do re mi fa so la si do itu didapatnya dari urutan huruf-huruf hijaiyah.

Tidak hanya itu, Al-Kindi juga menemukan teori penyembuhan suatu penyakit yang timbul dari kebiasaan seseorang bermain musik. Di dalam bukunya, Al-Kindi mengatakan, orang yang biasa memainkan alat musik petik (gitar, bass, kecapi) resiko terkena serangan stroke lebih kecil daripada orang-orang yang terbiasa duduk memainkan alat musik pukul.

Teori yang mengatakan kalau musik dapat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan otak janin bayi yang masih dikandung ibunya pertama kali ditemukan oleh Al-kindi. Tetapi dia mengatakan, musik itu nomor dua, yang utama tetaplah Alquran yang dibaca oleh ayah atau ibu yang mengandung janin tersebut.

Dan hal ini memang benar dan baru dapat dibuktikan pada masa sekarang ini. Tepatnya, beberapa abad setelah wafatnya Al-Kindi yang wafat pada tahun 873 M.

Bidang Geografi

Ibnu Batutah (1304-1369). Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ibrahim at-Tanji. Gelarnya adalah Syamsudin bin Batutah. Ia adalah keturunan Arab yang lahir di daerah Tanger, Maroko. Dia dilahirkan pada tanggal 25 Februari 1304. Ketika berusia 21 tahun, Ibnu Batutah telah memulai mengadakan perjalanan yang panjang mencakup wilayah seluas 120. 700 km2, selama 30 tahun.

Ibnu Batutah dianggap sebagai pelopor penjelajah di abad 14 yang belum tertandingi. Ibnu Batutah memiliki hobi mengunjungi banyak negara di dunia untuk mengenal manusia dengan berbagai latar belakang dan budaya. Ibnu Batutah meninggal pada tahun 1369 di kota Fez, Maroko.

Pada usia sekitar 21 tahun 4 bulan, ia menunaikan rukun iman kelima. Perjalanannya menuju ke Baitullah telah membawanya berpetualang dan menjelajahi dunia. Ia mengarungi samudera dan menjelajah daratan demi sebuah tujuan mulia. Sampai kemudian Ia melanjutkan perjalanannya hingga melintasi sekitar 44 negara selama 30 tahun.

Rihlah Ibnu Batutah, inilah salah satu buku legendaris yang mengisahkan perjalanan seorang petualang agung itu pada 1325 hingga 1354 M. Sejatinya, Rihlah bukanlah judul buku, tetapi hanya menggambarkan sebuah genre (gaya sastra). Judul asli dari buku yang ditulis Ibnu Batutah itu adalah Tuhfat al-Nuzzhar fi Ghara’ib al-Amshar wa ’Aja’ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Kota-kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan) ditulis oleh Ibnu Juzay, juru tulis Sultan Maroko, Abu ‘Inan. Karya ini telah menjadi perhatian berbagai kalangan di Eropa sejak diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Perancis, Inggris dan Jerman.

Buku itu disusun menjadi sebuah perjalanan dunia yang mengagumkan dengan mengaitkan berbagai peristiwa, waktu pengembaraan serta catatan-catatan penting yang berisi berita dan peristiwa yang dialami Ibnu Batutah selama pengembaraannya.

Bidang Pendidikan

Imam Ghazali Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali. Ia dilahirkan di Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H / 1058 M. [1] Imam Ghazali sejak kecil dikenal sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa duka nestapa dan sengsara.

Al-Ghazali pada masa kanak-kanak belajar fiqh kepada Ahmad ibn Muhammad ar-Radzakani, kemudian beliau pergi ke Jurjan berguru kepada Imam Abu Nashr al-Ismaili. Setelah itu ia menetap lagi di Thus untuk mengulang-ulang pelajaran yang diperolehnya dari Jurjan Tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali harus mengarah kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada Perolehan keutamaan dan taqarrub kepada Allah dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia. [4] Sebagaimana yang dikutip Athiyyah Al-abrasyi bahwa Imam Ghazali berpendapat “sesungguhnya tujuan dari pendidikan ialah mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla

Al-Ghazali tidak membedakan antara ilmu dengan Ma’rifah seperti tradisi umum kaum sufi. Memeng ia pernah menyebutkan bahwa secara etimologi, ada sedikit perbedaan antara keduanya, dan ia tidak keberatan atas pemakaian terma Ma’rifah untuk konsep (tasawuf), dan ‘ilm untuk assent (tasqiq). Akan tetapi dalam berbagai kitabnya, ia sering memakai dua terma itu sebagaiu arti yang sama

Bidang Keperawatan dan Medis

Rufaidah Al Anshariyah (perawat pertama di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam). Nama aslinya adalah Rufaidah binti Sa’ad Al bani Aslan Al Khazraj, dan lebih terkenal dengan nama Rufaidah al Anshariyah, dia berasal dari kabilah Aslam.

Rufaidah lahir di Yatsrib yang sekarang terkenal dengan nama Madinah Munawarah pada tahun 570 M. Rufaidah hidup di masa Rasulullah pada masa pertama setelah hijrah. Beliau termasuk dari golongan kaum Anshar,

Sejak diperintahkannya qital, perang kepada kaum Muslimin, Rufaidah ikut andil dalam peperangan, seperti perang Badar, perang Uhud, perang Khaibar dan perang Khandaq. Rufaidah berada di barisan belakang kaum muslim guna mengobati para mujahidin yang terluka.

Rasul sendiri telah mengakui dan mempercayai Rufaidah dalam dunia keperawatan dan pengobatan. Itu terbukti saat Rasulullah memerintahkan Saad bin Muadz yang terluka pada perang Khandaq untuk dirujuk kepada Rufaidah Al-Anshariyah. “Bawa dia kepada Rufaidah dan aku akan mengunjunginya nanti” perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Rufaidah Al-Anshariyah. wanita dan perawat pertama yang hidup di sekitar Rasulullah yang banyak dilupakan oleh sebagian manusia. Sehingga perjuangan perawat ini dalam menegakkan agama dan membantu mujahidin dalam kancah peperangan hampir tak dikenal.

Malahan banyak deretan nama seperti Lorence Nightingle, Leininger, dan sederet tokoh keperawatan dunia yang masyhur dan tak asing terdengar di kalangan perawat. Bahkan si Lorence yang lahir pada tahun 1820 M dan naik daun di dunia keperawatan abad 19 M diklaim sebagai pelopor keperawatan modern di dunia.

Jika dilihat dari masa kehidupan Lorence yang hidup di tahun 1820 M dengan Rufaidah Al Anshariyah yang hidup di tahun 570 M, maka Rufaidah telah merintis dunia keperawatan 12 abad lebih dulu dari Lorence.

Bidang Ekonomi dan Keuangan

Abu Ubaid, Nama lengkapnya adalah Abu Ubaid al-Qasim ibn Salam ibn Miskin ibn Zaid al-Azdhi. Menurut kesaksian dari Abu Bakar ibn Anbari, Abu Ubaid membagi malamnya menjadi 3 bagian. Sepertiga malamnya masing-masing untuk tidur, qiyamullail, dan menulis..

Cendekiawan berambut pirang dan berjenggot lebat kelahiran Khurasan tahun 154 H ini telah menelurkan puluhan karya dalam bidang ilmu Nahwu, Qiraat, Fiqih, Syair, dan lainnya. Di antara puluhan karyanya, salah satu yang paling fenomenal adalah Kitab Al-Amwal. Kitab klasik yang sampai saat ini masih relevan dengan masalah ekonomi kekinian.

Kitab Al-Amwal yang secara bahasa berarti kekayaan atau harta, banyak membahas seputar keuangan publik (saat ini kita kenal istilah fiscal policy). Inspirasi ulama zaman bani Abassiyah ini adalah kehidupan ekonomi masa Rasulullah dan sahabat-sahabatnya yang banyak menerapkan prinsip maqashid syariah. Beberapa hal yang diulas beliau dalam kitab ini mencakup peran negara dalam mengatur ekonomi, sumber-sumber keuangan suatu negara, sampai hal-hal yang kecil dan detail seperti hak bagi orang yang berhasil menghidupkan tanah mati dan membuatnya produktif.

Dapat kita bayangkan bagaimana pada tahun 154 Hijriyah saat permasalahan ekonomi belum serumit zaman modern ini, seorang Ulama Islam telah banyak menuangkan pemikirannya tentang sumber-sumber pendapatan suatu negara, bagaimana suatu negara harus membelanjakan anggarannya (kebijakan fiskal), fungsi uang, sampai sistem pertanahan (keadilan bagi pemilik dan penggarap tanah).

Kecerdasan ulama keturunan Byzantium ini dalam mengungkap masalah perekonomian negara banyak menginspirasi Adam Smith, yang selama ini kita kenal sebagai Bapak Ilmu Ekonomi Kapitalis. Master piece-nya yang berjudul asli An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (lebih terkenal dengan judul Wealth of Nation yang berarti kekayaan negara) banyak mengutip kitab Al-Amwal (yang juga berarti kekayaan dan banyak membahas perekonomian negara di dalamnya) karya Abu Ubaid yang ditulis ratusan tahun sebelum lahirnya karya Adam Smith.

Bidang Matematika dan Astronomi

Al-Khawarizmi (Khawarizm, Uzbekistan, 194 H/780 M-Baghdad, 266 H/850 M). Ilmuwan muslim, ahli di bidang ilmu matematika, astronomi, dan geografi. Nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi dan di barat ia lebih dikenal dengan nama Algoarisme atau Algorisme. Dalam bukunya al-Khawarizmi memperkenalkan kepada dunia ilmu pengetahuan angka 0 (nol) yang dalam bahasa Arab disebut shifr. Sebelum al-Khawarizmi memperkenalkan angka nol, para ilmuwan mempergunakan abakus, semacam daftar yang menunjukkan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya, untuk menjaga agar setiap angka tidak saling tertukar dari tempat yang telah ditentukan dalam hitungan.

Akan tetapi, hitungan seperti ini tidak mendapat sambutan dari kalangan ilmuwan Barat ketika itu dan mereka lebih tertarik untuk mempergunakan raqam al-binji (daftar angka arab, termasuk angka nol), hasil penemuan al-khawarizmi. Dengan demikian angka nol baru dikenal dan dipergunakan orang Barat sekitar 250 tahun setelah ditemukan al-Khawarizmi.

Inilah sekilas informasi masa lalu yang mengungkap sejarah Islam yang kaya akan banyak ilmuan muslim di dalamnya namun sayang namanya tenggelam oleh ilmuan-ilmuan barat. Wallahu a’lam. (julaeha/dakwatuna.com)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization