Topic
Home / Narasi Islam / Ekonomi / Zakat Profesi Sesuai Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)

Zakat Profesi Sesuai Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Zakat Profesi Sesuai Fatwa MUI (dok. ptibadi)

dakwatuna.com – Berdasarkan fatwa MUI, “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperbolehkan pekerjaan bebas lainnya. MUI merupakan lembaga yang mewadahi para ulama, zu’ama, dan cendekiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina, dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia,

Zakat profesi (maal mustafad) ini bukan bahasan baru, para ulama fikih sudah menjelaskan di kitab-kitab klasik, di antaranya adalah kitab al-Muhalla (Ibnu Hazm), al-Mughni (Ibnu Quddamah), Nail al-Athar (asy-Syaukani), maupun di kitab Subul as-Salam (ash-Shan’ani)

Menurut mereka setiap upah/gaji yang didapatkan dari pekerjaan itu wajib zakat (wajib ditunaikan zakatnya). Diantara para ulama yang mewajibkan zakat profesi adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mu’awiah, ash-Shadiq, al-Baqir, an-Nashir, Daud Umar bin Abdul Aziz, al-Hasan, az-Zuhri, dan al-Auza’i.

Zakat penghasilan atau zakat profesi (al-Maal al-Mustafad) adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu baik yang dilakukan sendirian maupun bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nishab (batas minimum untuk wajib zakat). Contohnya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, olahragawan, artis, seniman dan sejenisnya.

Dan di Indonesia sejak tahun Juni 2003, Komisi Fatwa MUI sudah memfatwakan bahwa penghasilan itu termasuk wajib zakat.  Hal ini mengacu pada pendapat MUI mengenai revisi UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Ijtima’ Komisi Fatwa MUI merekomendasikan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat agar diubah menjadi Undang-Undang tentang Zakat.

Setiap upah/gaji yang didapatkan dari pekerjaan itu wajib ditunaikan zakatnya, karena ayat-ayat yang mewajibkan zakat terhadap setiap harta tanpa memilah jenis dan bentuknya, sesuai dengan maqasid ; semangat berbagi dan memenuhi hajat dhuafa. Sesuai dengan kaidah umum bahwa zakat diberlakukan untuk hartawan yang telah memenuhi nishab. Adapun pola penghitungannya bisa dihitung setiap bulan dari penghasilan kotor menurut pedapat Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Muhammad Ghazali, dan lain-lain.

Sebagaimana juga disebutkan dalam beberapa riwayat, di antaranya Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah, dan Umar bin Abdul Aziz. Abu ‘Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan “Ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya.” Abu Ubaid juga meriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz memberi upah kepada pekerjanya dan mengambil zakatnya.“

Pengertian Zakat Profesi

Profesi adalah pekerjaan di bidang jasa atau pelayanan selain bertani, berdagang, bertambang, beternak, dengan imbalan berupa upah atau gaji dalam bentuk mata uang, baik bersifat tetap atau tidak, baik pekerjaan yang dilakukan langsung ataupun bagian lembaga, baik pekerjaan yang mengandalkan pekerjaan otak ataupun tenaga.

Zakat profesi disebut juga zakat pendapatan. Zakat pendapatan adalah zakat harta yang dikeluarkan dari hasil pendapatan seseorang atau profesinya bila telah mencapai nishab. Seperti pendapatan karyawan, dokter, notaris, dan lain-lain.

Kategori dan Karakteristik Profesi

Ada dua kategori pekerjaan yang menghasilkan upah/pendapatan, yaitu:

Setiap pekerjaan yang dilakukan (al-Mihan al-Hurrah), baik pekerjaan yang mengandalkan otak; seperti pengacara, penulis, intelektualitas, dokter, konsultan, pekerja kantoran, dan sejenisnya (al-Mihaniyyun). Pekerjaan yang mengandalkan tangan atau tenaga; misalnya para perajin, pandai besi, tukang las, mekanik bengkel, tukang jahit buruh bangunan, dan sejenisnya (ashabul hirfah).

Setiap pekerjaan yang dilakukan sebagai bagian dari lembaga, baik pemerintahan maupun swasta (kasb al-‘amal), seperti karyawan dan lain sebagainya.

Jadi karakteristik profesi adalah:

Segala jenis pekerjaan selain bertani, berdagang, bertambang, berternak. Pekerjaan yang lebih banyak bergerak di bidang jasa atau pelayanan, pekerjaan itu pada umumnya dilaksanakan berdasarkan basis ilmu dan teori tertentu.

Imbalan atau penghasilannya berupa upah atau gaji dalam bentuk mata uang, baik bersifat tetap maupun tidak tetap. Semua jenis penghasilan yang didapatkan oleh para tenaga profesional tersebut, bila memenuhi syarat nishab dan haul, maka harus dikeluarkan zakatnya.

Landasan Syar’i Zakat Profesi

Berikut ini adalah dalil yang bermakna kewajiban zakat secara umum, yaitu:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At Taubah: 103)

Berikut ini juga terdapat dalil yang menjelaskan kewajiban zakat terhadap harta tertentu, yaitu:

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, …” (Q.S Al Baqarah: 267)

Ayat pertama di atas menunjukkan lafadz atau kata yang masih umum ; dari hasil apa saja, “.. infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, ..” dan dalam ilmu fiqh terdapat kaidah “Al ‘ibrotu bi Umumi lafdzi laa bi khususi sabab”, yang artinya adalah ibroh (pengambilan makna) itu dari keumuman katanya bukan dengan kekhususan sebab.” Tidak ada satupun ayat atau keterangan lain yang memalingkan makna keumuman hasil usaha tadi, oleh sebab itu profesi atau penghasilan termasuk dalam ketegori ayat di atas.

Kesimpulan

  1. Zakat profesi disebut juga zakat pendapatan adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil pendapatan seseorang atau profesinya bila telah mencapai nishab.
  2. Zakat profesi bukan bahasan baru
  3. Zakat profesi sesuai fatwa MUI sejak tahun 2003 (sb/dakwatuna)

———————

Referensi Berdasarkan :

 

(1) Fatwa MUI tentang zakat penghasilan, dikeluarkan sejak tahun 2003

(2) Hukum Zakat hal. 469-472 dan 480-481 oleh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi (Ketua Persatuan Cendikiawan Muslim Internasional, Presiden International Union of Muslim Scholars, Dewan Eropa untuk Fatwa dan Penelitian, dan Penerima Penghargaan Malaysia’s Hijra Award)

(3) Fikih Zakat Kontemporer oleh Dr. Oni Sahroni, dkk

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 1.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Zakat Sebagai Solusi Masa Depan BPJS Kesehatan

Figure
Organization