Konseptualisasi Tugas dan Peran Auditor di Lembaga Keuangan Syariah

dakwatuna.com – Keuangan Islam beberapa dekade ini memiliki perkembangan yang begitu cepat. Bidang yang sering berkembang dalam penelitian saat ini ialah audit syariah. Di barat, praktik audit syariah sedang mengalami metamorfose dalam memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menjadi suatu bagian dari entitas syariah yang memiliki karakteristik berbeda dari entitas konvensional. Perbedaan tersebut berpengaruh pada prinsip, operasional serta pengawasan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) termasuk pelaksanaan auditnya. Kerangka serta ruang lingkup audit syariah pada dasarnya berbeda dengan audit konvensional, karena cakupan audit syariah lebih luas dibandingkan audit konvensional.

Tujuan audit konvensional hanya sebatas untuk mengaudit laporan keuangan entitas apakah sudah sesuai dengan standar yang berlaku, sehingga auditor konvensional hanya bertanggung jawab terhadap pemberian opini laporan keuangan entitas saja. Berbeda dengan audit syariah, standar AAOIFI No 3 menguraikan bahwa tujuan audit syariah ialah untuk memastikan bahwa manajemen dalam LKS telah melaksanakan tanggungjawab mereka dalam pelaksanaan prinsip-prinsip syariah, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) di LKS. Sehingga audit syariah merupakan pemeriksaan atas kesesuaian sebuah LKS dalam segala aktivitasnya yang meliputi perjanjian, kontrak, operasional, produk, transaksi, memorandum dan anggaran dasar, laporan keuangan, surat edaran serta dokumen hukum lainnya yang berkaitan dengan operasi LKS.

Peran dan Tanggungjawab Auditor di Lembaga Keuangan Syariah

Tuntutan pekerjaan audit tersirat sebagaimana Ali bin Abi Thalib menyatakan :
Memantau perilaku asisten anda dan menggunakannya hanya setelah masa percobaan. Monitor kerja mereka dan gunakan rencana ini ke orang-orang yang dikenal untuk memastikan kejujuran dan loyalitas mereka. Pemantauan bijaksana anda pada pekerjaan mereka akan memastikan bahwa mereka tetap jujur dan perhatian pada pekerjaan mereka.

Dalam syariah, kompetensi auditor berkonotasi harus memiliki kualitas individu yang professional, memiliki kemampuan teknis untuk menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi. Sedangkan independensi mengharuskan auditor untuk mengangkat pandangan bias dalam segala hal yang berhubungan dengan tugas auditnya.

Peran dan tanggung jawab auditor di lembaga keuangan syariah diantaranya memeriksa akad-akad yang digunakan dalam berjalannya organisasi sesuai apakah telah sesuai dengan prinsip syariah atau tidak. Peran auditor syariah juga mengawasi terkait etika bisnis dalam organisasi, seperti apakah dalam proses berjalannya organisasi ada orang-orang yang terdzolimi. Auditor juga harus memeriksa secara langsung prosedur atau proses pembentukan pembiayaan yang dilakukan oleh organisasi. Sebagai contoh, auditor harus mengamati tanda-tanda adakah ihtikar (penimbunan), bakhs (politik dumping) dan israf (pemborsan yang berlebih) dalam pembiayaan syariah.

Auditor juga diharapkan melaporkan sejauh mana entitas menaati konsep Ihsan. Yang dimaksud dengan konsep ihsan ini ialah auditor memberikan laporan syariah sejauh mana lembaga keuangan Islam melakukan aktivitas sosial, seperti melaporkan terkait penghimpunan zakat yang telah dilakukan organisasi serta penyaluran zakatnya sudah tepat atau belum. Auditor dalam lembaga keuangan syariah juga mempunyai tugas yang sama dengan ausitor umumnya yaitu memberikan opini pada lembaga keuangan syariah terkait audit laporan keuangan, namun opini auditor syariah tidak terbatas pada hal tersebut. Auditor pada lembaga keuangan syariah juga harus memberikan opini terkait dengan kepatuhan struktur organisasi, proses tata kelola organisasi serta memberikan rekomendasi kepada Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah.

Auditor konvensional biasanya melakukan audit berdasarkan sampel, sementara ausitor syariah harus memastikan bahwa lembaga keuangan syariah benar-benar mematuhi ajaran-ajaran Islam dalam semua transaksi. Dengan kata lain, auditor bertanggung jawab tidak hanya bagaimana lembaga keuangan syariah melakukan kegiatan operasional mereka num juga sejauh mana efektifitas kegiatan pada lembaga keuangan syariah berkontribusi pada prinsip syariah.

Tantangan Audit Syariah Saat Ini

Menurut Iqbal dan Molyneux (2005) pertumbuhan yang sangat pesat industry keuangan syariah belum diiringi dengan kecukupan para ahli yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ini. Keahlian terhadap syariah masih tergolong langka di beberapa Negara. Untuk mengatasi kekurangan jumlah auditor profesional yang ahli di lembaga keuangan syariah, AAOIFI telah membuat pelatihan yang mengarah pada serifikasi Penasihat Syariah dan Auditor (CSAA) dan kualifikasi bersertifikat Akuntan Islam Profesional (CIPA).

Hal ini merupakan sebuah inisiatif yang positif, namun tidak aa persyaratan khusus yang diperlukan untuk mendaftar pada pelatihan ini. Selain itu, kualifikasi sertifikasi tidak mencakup standar AAOIFI seara keseluruhan. Hal ini menjadi tidak mengherankan jika sumber daya Departemen Syariah selalu berada di bawah, karna tidak standar baku dalam kualifikasi auditor syariah. Tantangan lainnya menurut IFSB ialah tidak adanya kolaborasi dari pekerjaan auditor internal dengan dewan pengawas syariah, sehingga review shariah yang dihasilkan kurang memuaskan dalam konteks sebenarnya. (SaBah/dakwatuna)

Mahasiswi STEI SEBI prodi Akuntansi Syariah. Hanya seorang hamba Allah yang berusaha untuk selalu dalam barisan pejuang Agama-Nya.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...