Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Mutiara Iman Dari Arakan

Mutiara Iman Dari Arakan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

dakwatuna.com – Arakan, sebuah pegunungan di pesisir timur Bengali dengan hamparan rumput yang berwarna-warni. Di kejauhan membentang bukit hijau yang dibercaki warna-warna kaya, diselingi semilir angin yang berbisik menghela padangnya yang berwarna hijau muda yang dikerumuni kuda-kuda.

Kelak di tanah inilah lahir sosok manusia-manusia merdeka yang tetap memegang teguh keimanannya walau terus dizhalimi kaum durjana.

“Raham…Raham…Raham!”Ujar para pelaut yang terdampar di pulau Ranree yang terletak disebelah tenggara Arakan. Gemeretak bunyi badan kapal berlabuh, kondisi laut sedang pasang dengan badai dan suara guntur menggelegar, kondisi kapal hampir hancur terkena hempasan gelombang, kapal yang berisi muatan dagang dan para pelaut dari semenanjung Arab menuju Burma itu hampir saja karam, dengan bergegas-gegas penduduk sekitar menolongnya.

Kata “raham”sendiri dalam bahasa Arab bisa diartikan meminta pertolongan. Penduduk setempat kemudian menamai mereka dengan sebutan “Rohang”yang kelak berevolusi menjadi “Rohingya”. Kejadian tersebut terjadi pada abad ke-8 masehi, Arakan pada saat itu dikuasai oleh Raja Mahatying Chandayat dari dinasti Radz Wang, kisah ini dihikayatkan dalam Tarikh-I Islam Arakan & Burma karya Muhammad Khalilur Rahman.

Sebagian ahli sejarah bersepakat, abad ke-8 masehi adalah awal mula masuknya cahaya Islam di negeri “Tanah Emas”, sebuah julukan yang disematkan untuk Burma, namun yang perlu dicatat, etnis rohingya tidak hanya disematkan kepada para pedagang dari semenanjung arab, ada juga orang-orang asli Myanmar yang memeluk agama Islam yang biasa disebut dengan pathi dikategorikan termasuk dalam etnis rohingya.

Diperkirakan kaum Rohingya mulai ramai di-medio abad ke-15, pada abad itu Burma terbelah menjadi dua kerajaan, kerajaan Myanmar yang mayoritas beragama Budha, dan kerajaan Arakan yang dipimpin oleh Raja Naramakhbala.

Di masa itu kerajaan Myanmar menginvasi Arakan, sehingga membuat raja Naramakhbala melarikan diri ke daerah Gaur yang dikuasai oleh kesultanan Islam Bengal, Naramakhbala diterima dengan baik oleh penguasa muslim Bengal, bahkan ia diberi jabatan sebagai perwira tinggi tentara selama 24 tahun oleh Sultan Ahmed Syah. Pada tahun 1420 Naramakhbala yang sudah berganti nama menjadi Sulaiman Shah kembali bertahta di Arakan setelah memenangkan pertarungan sengit melawan kerajaan Burma dengan bantuan bala tentara Bengal yang dikirim khusus oleh Sultan Muhammad Shah Jalaluddin.

Kesultanan Islam Arakan bertahan hingga 350 tahun. Hingga sampai pada tahun 1784, Arakan kembali dikuasai oleh Raja Myanmar. Dan pada tahun 1824 Arakan di bawah kendali koloni Inggris. Sejak saat itu hingga hari ini nasib kaum muslimin rohingya terut terkatung-katung dan mengalami berbagai macam penindasan.

Pekan ini mungkin pekan paling mematikan bagi muslim rohingya. Bagaimana tidak, dalam hitungan hari ribuan mayat menggelepar, desa-desa tempat berteduh dan merajut asa dibakar, Rumah-rumah sunyi dari kehidupan, pintu-pintu terbuka tanpa ada yang bisa berlindung, anyir darah dan mayat bahkan tak sempat lagi dimakamkan, puluhan ribu warga yang selamat bersipayah berjalan menuju hutan dengan tenaga yang sisa-sisa, mayoritas mereka adalah anak-anak dan kaum papa yang lemah dan tanpa perlindungan.

Akan tetapi dalam kondisi demikian tidak membuat iman mereka memudar, hari raya Adha kemarin, saat milyaran kaum muslimin merayakannya dengan bertakbir, shalat Id, dan menyembelih hewan kurban, mereka juga tetap melaksanakannya di dalam hutan. Hanyasanya, mereka tidak berkurban sapi, kambing, ataupun lembu. Mereka meng-kurbankan harta dan jiwanya untuk digantikan nanti di akhirat, bukankah ini makna kurban yang sebenarnya? Inilah mutiara iman yang tak ternilai harganya.

Maka melalui tulisan ini, sungguh saya meminta kesediaan pembaca untuk mendoakan mereka, membantu apa yang bisa kita bantu, kita meyakini bahwa Allah Maha Mendengar, Allah Maha Mengetahui, Allah mengabulkan doa-doa hamba-Nya, mari sejenak doakan mereka, beri mereka kekuatan.

Sebab suatu saat di padang mahsyar, kita berharap mereka semua mengenali kita, sebab doa yang kita panjatkan, kepedulian yang kita bagi, sambung rasa dan hati yang kita beri.

Memang mereka jauh dari kita, tapi bisa jadi mereka lebih dekat kepada Allah, dan cinta kita pada mereka, bisa jadi sebab cinta Allah kepada kita. (arya/dakwatuna.com)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Arya Jagad Pamungkas, pemuda kelahiran Depok, 06 Januari 1994, lulusan Diploma 3 Bina Sarana Informatika pada 2015 dan S1 di STMIK Nusa Mandiri pada 2016. Semasa kuliah di Bina Sarana Informatika, ia menjabat sebagai Ketua Cabang Depok Lembaga Dakwah Kampus BSI pada tahun 2013, setahun berikutnya mendapat amanah menjadi Ketua Umum Lembaga Dakwah Kampus BSI se Jabodetabek, selain aktif di organisasi kampus, Arya juga aktif di organisasi luar, tercatat pernah menjadi koordinator kaderisasi Pemuda Persatuan Umat Islam Kota Depok pada tahun 2015, saat ini Arya bergabung dengan Forum Lingkar Pena Jakarta

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization