Dalam Islam Tidak Mengenal Kata Pengangguran

dakwatuna.com – Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Keluhannya mengandung kata-kata, “Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Aku seorang pengangguran. Sejak pagi belum datang sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah lunglai. Oh, manakah hati yang belas ihsan yang sudi memberi curahan air walaupun setitik.”

Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah merasa kasihan. Beliau pun kembali ke rumahnya dan mengambil bungkusan yang akan diberikan kepada orang itu. Dia pun sampai ke rumah orang itu dan melemparkan bungkusan yang berisi uang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya. Di saat yang sama, si malang terkejut mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya. Lantas, beliau tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, ternyata bungkusan itu berisi uang dan secarik kertas yang bertulis, ” Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak perlu mengeluh tentang nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah SWT dan cobalah bermohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus.”

Keesokan harinya, Imam Abu Hanifah lewat ke depan rumah itu lagi. Suara keluhan itu terdengar lagi, “Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kemarin, sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak memberiku, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai penentu nasibku.”

Mendengar keluhan itu lagi, Abu Hanifah pun melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan secarik kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu sangat gembira mendapat bungkusan itu. Lantas ia membukanya.

Seperti dahulu juga, di dalam bungkusan itu tetap ada carikan kertas lalu dibacanya, “Hai kawan, bukan begitu cara memohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian ‘malas’ namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak ridha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan berbuat demikian. Hendaklah bekerja dan berusaha karena kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak boleh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan mengabulkan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah, carilah segera pekerjaan. Saya doakan semoga cepat sukses.”

Setelah selesai membaca surat itu, dia termenung. Dia insaf dan sadar akan kemalasannya karena selama ini dia tidak berikhtiar dan berusaha.

Keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak hari itu, sikapnya pun berubah mengikut peraturan-peraturan hidup (Sunnah Tuhan) dan tidak melupakan nasihat orang yang memberikan nasihat itu.

Ilustrasi. (sumberilmupsikologi.blogspot.co.id)

Islam Bukan Agama Pengangguran

Dalam Islam tidak ada istilah pengangguran, karena setiap Muslim diajarkan untuk rajin dan menolak semua kemalasan, dimana buktinya ? Buktinya kita diminta bangun sebelum Subuh untuk Sholat Tahajud dan Sholat Fajar. Kita diminta melangkahkan kaki ke Masjid dalam keadaan kondisi gelap, dalam keadaan dimana banyak manusia bermalas-malasan. Kita dilarang meminta-minta bahkan dalam kondisi miskin sekalipun. Apakah ini tidak cukup menjadi bukti bahwa dalam Islam dilarang menjadi pemalas dan dilarang keras menganggur, karena menganggur hanyalah untuk para pemalas, dan para pemalas adalah orang-orang yang tidak beragama dengan benar, tidak ada Iman dan Islam didadanya, tidak ada keyakinan bahwa ketika dia bertekad kuat, Allah SWT akan membantunya dalam berikhtiar.

Pengangguran hanyalah sebuah istilah yang digunakan oleh orang yang picik dan jumud. Islam mengajar kita untuk maju ke depan dan bukan mengajarkan kepada kita untuk tersisih di tepi jalan. Terus berusaha wahai pemuda, jadikan dirimu yang terbaik, karena pengangguran hanya untuk orang-orang yang tidak beriman. (adikalbar/dakwatuna)

Founder PT Coach Addie Group & Indonesian Muslim Foundation, Tinggal di Kota Bandung kelahiran Kota Ketapang, Kalimantan Barat. Activist, Journalist, Professional Life Coach, Personal and Business Coach, Author, Counselor, Dai Motivator, Hypnotherapist, Neo NLP Trainer, Human Capital Consultant & Practitioner, Lecturer and Researcher of Islamic Economics and Thinker and a Writer on culture, humanity, education, politics, peace, Islam, Palestinian, Israel, America, Interfaith, transnational, interstate, Management, Motivation and Cohesion at workplace. Committed to building a Cohesive Indonesia, Cohesive Industrial relation, Cohesion at workplace and offer Islamic solutions to the problems that inside. Lulus dari Fakultas Dakwah STAI Al-Haudl Ketapang, Kalbar, Melanjutkan S-2 Manajemen di Universitas Winaya Mukti Bandung, Jawa Barat.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...