Ini Keanehan-Keanehan yang Ada Pada Kasus Novel Baswedan

Penyidik KPK Novel Baswedan usai Disiram Air Keras Orang Tak Dikenal, Selasa (11/7/2017). (liputan6.com)

dakwatuna.com – Jakarta.  Berlarut-larutnya penyelesaian kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior pada KPK Novel Baswedan menurut Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar terdapat beberap keanehan. Apalagi jika dibandingkan dengan pengungkapan kasus penganiayaan terhadap ahli IT Hermansyah, dimana polisi sangat sigap menangkap pelaku.

“Memang aneh kasus Novel yang berlarut-larut pengungkapannya. Jika dibandingkan dengan kasus Hermansyah ahli IT yang cepat sekali terbongkar, meskipun banyak pihak meragukan pelakunya,” kata Bambang sebagaimana dilansir Republika.co.id, Rabu (23/8/2017).

Masih menurut Bambang, yang lebih aneh lagi adalah ketika Polri terlihat takut didampingi oleh tim gabungan pencari fakta (TGPF) dalam pengungkapan kasus Novel. Padahal, semestinya polisi berterimakasih saat ada masyarakat yang ingin berpartisipasi demi meringankan bebannya.

“Lebih aneh lagi Polri seperti takut didampingi TGPF. Padahal dalam penegakan hukum, prosesnya harus fair, tidak boleh ditutup-tutupi ataupun disembunyikan. Malah seharusnya berterima kasih jika ada masyarakat yang berpartisipasi,” ucap Bambang.

Sebelumnya diberitakan cnnindonesia.com

, Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan desakan untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras Novel Baswedan muncul karena kekecewaan publik, terutama akibat lambannya kerja polisi.

“Aspirasi pembentukan Tim Pencari Fakta terkait Novel sudah mengemuka dan menjadi tuntutan sejumlah kelompok masyarakat,” kata Hendardi.

Hendardi mengatakan desakan ini rupanya tidak disetujui Polri dan memilih kerja sama bersama KPK dengan rencana membentuk tim gabungan.

Lebih jauh Hendardi menilai, selama Polri tidak terbuka maka kerja sama dengan KPK dalam tim gabungan pun belum tentu terwujud, terutama untuk setiap perkembangan hasil penyelidikan.

“Jika Polri terbuka, menjajaki kemungkinan terbentuknya Tim gabungan antara KPK dan Polri sebagaimana digagas Kapolri (Jenderal Tito Karnavian) dapat saja dilakukan untuk mengungkap teror atas Novel,” ucapnya.

Keterbukaan polisi, lanjut mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) aktivis HAM, Munir ini sangat penting agar setiap kendala yang dihadapi bisa diketahui KPK dan publik. Tujuannya, agar tak ada dugaan bahwa polisi tidak serius dalam mengusut kasus yang sudah berjalan hampir lebih dari empat bulan ini.  (SaBah/dakwatuna)

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...