Topic
Home / Berita / Analisa / Masa Depan Bin Salman dalam Bahaya, Stabilitas Arab Saudi di Ujung Tanduk

Masa Depan Bin Salman dalam Bahaya, Stabilitas Arab Saudi di Ujung Tanduk

Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman. (dakwatuna)

dakwatuna.com – London. Musim panas akan terasa layaknya musim dingin. Hal ini berbeda dengan ketegangan geopolitik yang akan menimpa Arab Saudi dalam waktu dekat. Tentunya, jika pertentangan di antara internal keluarga kerajaan terus berlanjut, sehingga merongrong stabilitas kerajaan dan keamanan regional dalam beberapa pekan mendatang.

Itulah kalimat pembuka dalam laporan sebuah situs Inggris, Oil Price, yang mengangkat tentang stabilitas kekuasan di Arab Saudi. Situs menyebutkan, stabilitas kekuasaan ini sedang berada di ambang kehancuran. Hal ini mengacu pada munculnya oposis dari internal Garda Nasional bagi putra mahkota baru Arab Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman Al Saud.

Situs melanjutkan, pasca eskalasi menyusul pengangkatan Bin Salman menjadi Putra Mahkota baru, Raja Salman kemudian menyerahkan menejerial pemerintahan kepada sang putra selama masa liburnya di Maroko.

Masa libur yang diambil Raja Salman ini, bersamaan dengan keadaan kurangnya stabilitas di Arab Saudi. Di mana masih ada suara-suara yang dilontarkan terkait pemberhentian Putra Mahkota Arab Saudi sebelumnya, Pangeran Muhammad bin Nayef, pada pertengahan bulan Ramadhan 2017 lalu.

Situs menyebutkan, memang keputusan Raja Salman mengangkat putranya menjadi putra mahkota telah final. Tapi, Pengeran Muhammad bin Nayef masih mempunyai pengaruh kuat di internal kerajaan.

Situs Oil Price juga menyampaikan, Putra Mahkota Arab Saudi yang baru itu sedang menghadapi tekanan pribadi juga. Kurangnya kemajuan pada perang Yaman, strategi awal Arab Saudi untuk menstabilkan pasar minyak, dan krisis Qatar, telah mengakibatkan prospek pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) Arab Saudi babak belur di lembaga pemeringkatan internasional. Dampak negatif dari isu-isu tersebut memang masih di bawah kontrol cadangan keuangan yang sangat besar di Arab Saudi. Tapi, seiring bertambahnya kegagalan inisiatif Bin Salman, akan bertambah pula tekanan terhadap posisinya di Kerajaan.

Pada waktu yang sama, ada kabar yang berhembus terkait kesehatan Raja Salman yang menurun drastis. Sehingga, ada sumber dari Arab Saudi yang menyebutkan, Raja Salman tengah berpikir turun tahta pada beberapa bulan kedepan untuk kepentingan putranya itu.

Di saat kawasan MENA (Midle East and North Africa) tengah dihadapkan pada bahaya akibat tekanan ekonomi oleh rendahnya harga minyak, Arab Saudi harus restrukturisasi total aparatur keamanannya. Putra Mahkota Baru dituntut untuk membersihkan para loyalis pendahulunya, Muhammad bin Nayef. Begitu juga dengan ancaman baik dalam maupun luar negeri yang harus dibereskan.

Pada beberapa pekan terakhir, tampak Raja Salman memberikan mandat kepada Mendagri untuk membereskan berbagai isu utama, termasuk pemberantasan terorisme. Berbagai mandat tersebut kemudian ditransfer kepada sebuah badan yang disebut “Presidensi Keamanan Negara”, di bawah pengawasan langsung dari Raja dan sang putra.

Sebelum dimakzulkan, Pangeran Muhammad bin Nayef juga memangku jabatan sebagai menteri dalam negeri.

Situs Inggris tersebut menilai, berbagai perubahan yang dilakukan secara tiba-tiba di hierarki keamanan negara itu dapat melestarikan pihak yang kontra terhadap pengangkatan Bin Salman menjadi putra mahkota.

Pemimpin badan keamanan, Jendral Abdulaziz Al-Howairini, dengan lantang berjanji akan menggalang dukungan bagi sang Putra Mahkota. Di waktu yang sama, janji itu juga berarti untuk melawan ketakutan Barat tentang kemungkinan berubahnya haluan Arab Saudi terkait pemberantasan terorisme.

Namun begitu, ancaman utama bagi posisi Bin Salman dari dalam Kerajaan masih ada. Karena di sana masih ada sekelompok keluarga kerajaan yang kontra terhadap posisi baru Bin Salman tersebut.

Oposisi yang paling potensial, menurut situs Oil Price, berasal dari pasukan keamanan lama yang dulu dipimpin oleh Pangeran Muhammad bin Nayef. Selain itu, Pangeran Mut’ib bin Abdullah, yang menjadi pimpinan Garda Nasional saat ini, juga tampak sedang dibidik untuk dimakzulkan.

Laporan Oil Price menyebutkan, “Jika Garda Nasional menjadi oposisi, maka itu akan menjadi ancaman utama bagi Bin Salman secara umum. Terutama kecemburuan yang parah, yang menjadi catatan mendiang Raja Abdullah.”

Seorang warganet asal Arab Saudi dengan nama “Mujtahid”, seringkali menyebarkan informasi dari dalam keluarga Kerajaan. Dalam sebuah cuitannya, ia menyebutkan bahwa Bin Salman tengah berupaya membujuk Pangeran Mut’ib bin Abdullah (65 tahun) untuk meninggalkan jabatannya sebagai Panglima Garda Nasional, dengan mengajukan nama salah satu putranya. Hal itu ditolak oleh Pangeran Mut’ib seraya memperingatkan kecerobohan dari keputusan tersebut. (whc/dakwatuna)

Sumber: Sputnik Arabic  + Oilprice.com

Redaktur: William

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Laporan PBB: Putra Mahkota Saudi Bertanggung Jawab Atas Kematian Jurnalis Jamal Khashoggi

Figure
Organization