Topic
Home / Berita / Nasional / Menanggapi Terbitnya Perppu Ormas, Fadli Zon dan Totok Yulianto Menyebut Sebagai Kediktatoran Gaya Baru

Menanggapi Terbitnya Perppu Ormas, Fadli Zon dan Totok Yulianto Menyebut Sebagai Kediktatoran Gaya Baru

dakwatuna.com-Jakarta. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon mengatakan bahwa saat ini belum ada kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

“Masyarakat tidak ada tuh yang merasa ada kegentingan memaksa. Kalau disurvei pasti yang banyak yang menolak Perppu. Kegentingan yang memaksa saat ini adalah sulit dapat pekerjaan, hidup makin susah,” kata Fadli Zon dalam diskusi tentang Perppu Ormas di Jakarta, Sabtu.

Fadli menyebut penerbitan Perppu Ormas sebagai “bentuk kediktatoran gaya baru” karena keberadaan ormas dijamin undang-undang dan prosedur pengayoman dan pembinaannya pun sudah diatur dengan perundang-undangan.

“Ini rezim paranoid. Kemarin telegram dilarang, kalau begitu panci juga dilarang saja karena dipakai teroris,” seloroh Fadli.  Dilansir Antara

Sementara itu Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Totok Yulianto mengatakan perppu itu menghapus mekanisme peradilan di bawah kekuasaan yudikatif. Sebelumnya, mekanisme itu termuat dalam Pasal 63 sampai 80 UU Ormas 17/2013.

“Artinya, pemberlakuan sanksi dan pembubaran ormas tidak lagi diajukan ke forum peradilan namun langsung secara sepihak dilakukan pemerintah,” ujar dia dalam siaran pers, Sabtu (15/7).

Menurut Totok, mekanisme tersebut merusak tatanan hukum dan konstitusi yang memisahkan kekuasaan politik. Dalam hal ini, kekuasaan politik lembaga yudikatif atau peradilan dan eksekutif atau pemerintah.

Dia menerangkan produk kebijakan ijin pendirian dan/atau sanksi serta pembubaran ormas bukanlah jenis kebijakan eksekutif yang mutlak. Dia menerangkan kekuasaan eksekutif yang menguat secara absolut dalam konteks ini bertentangan dengan semangat reformasi.

“Semangat reformasi mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi dan menolak absolutisme eksekutif yang mengarah pada otoritarian seperti rezim Orde Baru,” kata dia.

Alih-alih melindungi warga negara, Totok juga menyebutkan, Perppu Ormas ini justru mengancam HAM. Ancaman tersebut terkait dengan kebebasan berkumpul, berorganisasi dan berekspresi yang merupakan hak konstitusional yang dijamin Pasal 28 E UUD 1945.

Konstitusi menjamin setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. “Misalnya pada Pasal 82A Perppu Ormas yang mengatur tentang ancaman sanksi pidana kepada siapapun yang menjadi pengurus dan/atau anggota ormas, baik langsung maupun tidak langsung, yang melakukan tindakan permusuhan berbasis SARA,” kata dia.

Dia menambahkan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana dijamin Pasal 28 E dan 29(2) UUD 1945 juga dilanggar oleh perppu ini. Dengan adanya ketentuan ‘penistaan agama’ dengan ancaman minimal pidana lima tahun penjara.

“Padahal tidak pernah ada sebelumnya dan sudah terlalu eksesif pemidanaannya lewat pasal 156a KUHP maupun UU 1/PNPS/1965,” kata Totok.

Karena itu, PBHI menyatakan menolak tegas Perppu Ormas karena kontra reformasi dan melanggar hak asasi. PBHI juga mendesak DPR RI untuk menolak Perppu Ormas dan tidak mengesahkannya. Dilansir republika.co.id

Redaktur: Samuri Smart

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Asal Sulawesi Tenggara, hobi mencatat segala inspirasi

Lihat Juga

Washington: Tak Ada Rencana untuk Serang Iran atau Menggulingkan Rezimnya

Figure
Organization