Bisakah Wakaf Sebagai Pondasi Ekonomi Umat?

dakwatuna.com – Tulisan ini adalah catatan kiprah Penulis sejak dua tahun menjadi bagian dari proses sejarah pembuktian bahwa wakaf bisa menjadi bagian penting dari pondasi ekononi umat.

Kiprah Penulis dalam memberdayakan wakaf dimulai dari lingkungan terkecil yakni keluarga. Kakek Penulis bernama Haji Akrom di Tulungagung Jawa Timur mewariskan tanah untuk almarhum ayahanda kami. Alhamdulillah di atas tanah tersebut sudah dibangun sarana ibadah berupa masjid dan sekolah Islam.

Penulis adalah inisiator dan pendiri serta pembina Yayasan Badan Wakaf Haji Akrom yang awalnya mengelola dan mengoptimalkan tanah wakaf warisan keluarga Haji Akrom.

Kini dengan brand Akrom Foundation, yayasan ini mampu mengembangkan pengabdian sosial ke masyarakat luas di tingkat nasional dengan pelbagai program inovatif melalui pendanaan online social media .

Di tingkat Asean melalui kumpulan Genpro (Global Entreprenuer and Professional) Penulis aktif mengikuti AHTIA ( Asean Halal Trade and Investment Association) berpusat di Thailand. Dari sinilah Penulis mendapatkan kesempatan membangun konsep wakaf dan komersial di sebuah kawasan muslim Thailand bernama Pattani Jaya Project.

Proyek Pattani salah satu keunikannya adalah menggabungankan konsep wakaf dan komersial. Lahan seluas 300 Hektar sudah dibebaskan oleh Koperasi Syariah disana lalu diwakafkan kepada Yayasan Madinah Al Salaam yang dipimpin seorang tokoh bernama Dr. Ismail Luthfi Cappakiya.

Di lahan ini akan dan sedang dibangun kawasan pemukiman (property development) pendidikan ( Universitas Fatoni) lengkap dengan pra sarana masjid atau Islamic Center, Kawasan olahraga (stadion), Rumah Sakit, Gedung Perkawinan atau convention center, Asean Mall dan lainnya. Pembangunan dan pengelola sebagian besar proyek ini dikerjasamakan secara komersial.

Hasil kerjasama komersial dan operasional jangka panjang ini sebagian besar keuntungan nya akan dikembalikan ke pihak wakaf. Dan konsep Asean Mall yang dibangun di atas tanah wakaf namun dioperasionalkan secara komersial ini akan dikembangkan ke negara Asean lainnya seperti Indonesia. Di sinilah Penulis mewakili pihak Indonesia dengan bergabung ke dalam institusi Pattani Jaya Commercial atau PJC. PJC ini menjadi salah satu anak usaha Pattani Jaya Holding ( PJH) yakni Yayasan Madinah al Salaam.

Di provinsi Pattani Thailand dengan 5 kabupaten yakni Yala, Narathiwat, Songkhla, Patani dan Satun mayoritas penduduknya adalah Muslim. Oleh karena itu urgensi pendirian kawasan yang bisa memberikan berbagai solusi untuk kebutuhan mendasar sudah menjadi kewajiban bersama. Di sinilah umat Pattani ingin membuktikan bahwa wakaf ini sekali lagi BISA menjadi jawaban atas fondasi pembangunan umat.

Dalam spektrum terbatas Pattani dengan penduduk 3,8 juta orang saja dengan berbagai keterbatasannya di sana mampu berikan contoh wakaf produktif. Bagaimana dengan Indonesia yang sudah memiliki BWI dengan legal standing dan perangkat aturan soal wakafnya? Bisakah menjadikan wakaf sebagai fondasi pembangunan umat?

STRATEGI K3; KAMPANYE, KREASI, KONVERSI

Secara singkat Penulis akan menjabarkan langkah atau tahap bagaimana agar wakaf BISA menjadi bagian penting dari fondasi ekonomi umat. Tahap ini dibagi menjadi tiga K dimulai dari Kampanye lalu Kreasi dan diakhiri Konversi.

Pertama, Kampanye.

Selama ini mayoritas umat belum memahami konsep wakaf produktif. Jangankan tentang wakaf sebagai fondasi ekonomi, wakaf itu sendiri sebagai isu belumlah menjadi agenda publik. Penulis mengusulkan agar dilakukan langkah masif, terstruktur dan strategis untuk mengkampanyekan konsep pembangunan wakaf.

Wakaf harus menjadi arus utama (mainstream) perbincangan publik bahwa ia bagian dari solusi pembangunan ekonomi dan sangat efektif dalam mengurangi kemiskinan. Wakaf juga merupakan realisasi yang paling nyata dari keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. BWI dapat mendorong pemerintah dan mendukung program wakaf ini sebagai salah satu solusi revolusi agraria di Indonesia.

Kampanye ini harus dilakukan ke semua segmen dan elemen masyarakat mulai dari tingkat RT/ RW atau Desa sampai ke tingkat provinsi melalui program kontinyu off air dan on air alias BTL (Below The Line) dan ATL(Above The Line ) melibatkan seluruh pemangku kepentingan dari masyarakat, pengusaha, ulama, dan umara (all stake holders) termasuk generasi XYZ yang gandrung gadget dan media sosial. Setiap konten harus menarik sesuai segmen yang dibidik dalam kampanye. Dibidang pendidikan juga perlu didorong untuk melibatkan peran serta perguruan tinggi khususnya di bidang Shariah, ekonomi , dan keuangan untuk meningkatkan kajian dan manfaat wakaf khususnya di bidang sosial ,ekonomi dan keuangan.

Kedua, Kreasi.

Setelah wakaf menjadi perbincangan publik dan umat mulai memahami bahwa ada lebih dari 4 milyar M2 potensi tanah atau aset wakaf, maka selanjutnya harus diajak berbagai pihak terkait untuk membuat (kreasi) instrumen pelibatan wakaf.

Misalnya bahwa (Menurut riset Islamic Development Bank) ada potensi wakaf tunai atau wakaf uang (cash wakaf) sejumlah Rp 60 trilyun pertahun jika sebagian umat berwakaf. Maka kalangan perbankan dan yang terkait hendaknya memikirkan membuat produk atau jasa perbankan yang membuat umat melakukan wakaf tunai ini.

Instrumen asuransi harus jeli membuat kreasi atau instrumen wakaf ini. Bisa sebagian asuransi membuat produk agar umat mudah mewariskan sebagian asuransi nya sebagai wakaf tunai atau wakaf untuk riset atau tujuan mulia lain.

Intinya dengan otoritas terkait diciptakan berbagai pilihan mudah dan menarik agar yang sudah paham dan terpapar tahap kampanye wakaf mulai MENCOBA atau “MENCICIPI ” produk wakaf.

Ketiga, Konversi.

Ini adalah tahap yang tak kalah sangat penting. Bahwa umat yang sudah faham dan mencicipi produk atau jasa terkait wakaf ini diajak lebih serius terlibat mengganti atau beralih (konversi) ke semua yang terkait wakaf produktif.

Bagi yang memiliki usaha diajak bagaimana agar sebagian saham atau kepemilikan usahnya diwakafkan.

Bagi yang sudah memiliki asuransi agar sebagian nilai pertanggungannya diwakafkan jika kelak wafat.

Bagi yang memiliki banyak aset tanah ditawarkan kerjasama untuk sebagian diwakafkan dengan nazir yang profesional. Bagi yang memiliki perkebunan atau tambang mungkin ditawarkan produk konversi sebagian ke wakaf produktif.

Semua tahap tersebut adalah gambaran singkat bahwa BWI ke depan menjadi leading sector untuk membuktikan bahwa lembaga ini bisa membuktikan bahwa wakaf adalah bagian dari solusi. Sebagaimana dulu zaman kegemilangan Islam wakaf bisa menjadi fondasi ekonomi kekhalifahan Utsmani dan Abbasiyah.

Hari ini BWI bisa menjadi salah satu inisiator dan pelopor gerakan untuk wakaf sebagai program pemberdayaan ekonomi umat dan ketahanan bangsa. Semoga semua langkah dan cita-cita kita dimudahkan oleh Allah SWT. (sb/dakwatuna)

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...