Topic
Home / Berita / Internasional / Eropa / The Independent: Larangan Jilbab Cegah Integrasi Muslimah di Eropa

The Independent: Larangan Jilbab Cegah Integrasi Muslimah di Eropa

Ilustrasi – Ketika para muslimah protes di luar kedubes Prancis di Knightsbridge, London, terhadap usulan pelarangan hijab di sekolah-sekolah Prancis, 17 Jan 2004 (Philip Wolmuth)

dakwatuna.com – London. Surat Kabar Inggris, The Independet menyoroti dampak yang akan diterima Muslimah Eropa terkait pakaian mereka, khususnya terkait larangan jilbab. Bahkan surat kabar itu mengatakan, larangan jilbab mencegah integrasi Muslimah di tengah masyarakat Eropa.

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Sajda Khan, yang dimuat The Independet Jumat (28/04/2107) itu dikatakan, larangan jilbab tidak akan membuat muslimah berintegrasi di tengah-tengah masyarakat. Bahkan larangan jilbab, menurut Sajda, memaksa muslimah untuk keluar dari kehidupan publik serta menjauh dari segala sektor kerja yang memberlakukan pembatasan tersebut.

Sajda juga menyoroti keputusan Pengadilan Eropa yang dikeluarkan pada bulan lalu. Dalam keputusan tersebut, pemilik usaha dipersilahkan untuk memecat karyawan yang mengenakan jilbab saat bekerja. Keputusan itu, tambah Sajda, berawal dari kasus yang menimpa dua orang muslimah dari Prancis dan Belgia.

Lebih lanjut, Sajda juga mengatakan, Partai Kebebasan (Freedom Party) mengumumkan akan terlibat dalam pemilu tahun depan, atas dasar seruan tentang larangan jilbab. Sajda juga menyebut keputusan Parlemen Jerman yang menyetujui rancangan undang-undang yang melarang penggunaan cadar.

Perlu diketahui, parlemen Jerman pada Kamis (27/04) lalu, menyetujui larangan cadar untuk para pegawai di sektor publik, pengadilan, dan militer.

Larangan jilbab ini, tambah Sajda, akan meluas di seluruh daratan Eropa. Sajda juga menyebutkan, hal tersebut merupakan hasil yang diproduksi oleh golongan kanan garis keras, yang menilai jilbab sebagai ancaman bagi kohesi sosial dan tidak sesuai dengan sekularisme.

Apapun bentuk larangannya, baik menyeluruh atau sebagian, menurut Sajda, akan menjadikan para Muslimah meninggalkan pekerjaan di sektor-sektor yang menerapkan larangan tersebut.

Di akhir artikel, Sajda memuji sikap Perdana Menteri (PM) Inggris, Theresa May. Dalam sebuah kesempatan, PM May tampak membela hak-hak wanita untuk memakai pakaian apapun yang diinginkan. (whc/aljazeera/dakwatuna)

Redaktur: William

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization