Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Mahkota Takwa Dalam Kerajaan Jiwa

Mahkota Takwa Dalam Kerajaan Jiwa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: anita-chenit.blogspot.com)

dakwatuna.com – Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Ahzab : 1)

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa melihat apa yang telah ia lakukan untuk hari esok dan bertakwalah kepada Allah , sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan. (QS. Al Hasyr : 18)

Takwa merupakan suatu perjalan yang sangat panjang. Pembuktian akan ketakwaan adalah sebuah proses yang berat dan melelahkan. Berat jika tidak disertai kesungguhan, melelahkan jika tak dibarengi kerelaan. Bermula dari melafalkan syahadat, yang kemudian menjadi sebuah tanda bagi keislaman seseorang. Setiap anak Adam yang telah bersyahadat maka dia sukses mendapatkan lisensi “Islam”. Lisensi Islam tersebut tidak berarti bahwa seseorang dapat dikatakan bertakwa, perjalanan masih panjang.

Tuntutan akan berlanjut ke tingkatan yang lebih tinggi, yaitu “Iman”. Hati, lisan dan perbuatan merupakan tolak ukur bagi keimanan seseorang. Hanya mengucapkan syahadat saja namun tak tertanam dalam hati mengenai keyakinan akan makna syahadat itu sendiri, maka ia belum beriman. Meyakini dalam hati saja pun ternyata tidaklah cukup. Karena keyakinan yang tertanam sudah sepantasnya menghasilkan. Dan tentu saja hasil yang diharapkan adalah dalam bentuk perbuatan. Perbuatan yang merupakan perwujudan dari pengucapan oleh lisan dan keyakinan dari hati yang telah berkomitmen.

Tingkatan selanjutnya adalah tentang “Ihsan”. Ihsan adalah ketika engkau merasa bahwa Allah Azza wa Jalla senantiasa melihat, menyaksikan dan mengawasi segala gerak-gerik kita baik yang nampak mau pun yang tidak tampak. Allah Azza wa Jalla tidak hanya melihat sekilas, bukan menyaksikan dalam kadar waktu tertentu, namun mengawasi dengan seksama secara mendetail kepada setiap hambanya, hingga tak ada sesuatu pun yang luput atau tercecer. Keyakinan dan pemahaman akan kehadiran Allah Azza wa Jalla dalam menit-menit yang kita lalui,  akan menuntun kita agar selalu berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Jadikanlah kesadaran kita akan pengawasan dan kehadiran Allah Azza wa Jalla sebagai motivasi untuk terus taat dan malu saat akan bermaksiat.

Sampailah kita kepada tingkatan yang lebih tinggi. Tingkatan setelah melalui fase Islam, Iman dan Ihsan yaitu Takwa. Ketika syahadat tak hanya berupa ucap, ketika hati telah ridho untuk meyakini, ketika perbuatan sebagi wujud pembenaran dari hati dan lisan. Kemudian dalam setiap perbuatan, Allah Azza wa Jalla pun selalu dihadirkan, maka inilah ketakwaan. Ketakwaan akan menjadikan seorang hamba tidak sekedar melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala larangan. Ketakwaan juga akan mengajari seseorang untuk berusaha mencintai apa yang harus ia lakukan dan meninggalkan apa yang ia cintai untuk ketaatan. Saat seseorang telah mencapai tingkatan takwa, maka ia berada pada fase kesempurnaan antara Islam, Iman dan Ihsan.

Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (QS. Ali Imran: 123). Inilah puncak dari perjalanan kita, syukur. Takwa yang telah menjelma menjadi mahkota dalam jiwa, maka akan mengantarkan pelakunya untuk senantiasa berucap syukur kepada Robb Semesta Alam dalam kondisi apa pun. Atas dasar rasa syukur pula, manusia akan terdorong untuk terus beramal. (Sa’id Hawa)

Sebuah jiwa tanpa adanya takwa hanyalah seonggok kata yang tak bermakna dan tak mulia. Sementara itu, kemuliaan yang utama dalam Islam bukan terletak pada perbendaharaan ilmu dan harta melainkan pada kualitas takwa. Takwa pun akan berkualitas ketika pemiliknya telah melakukan perjuangan berupa perwujudan pada raga dengan usaha yang tidak biasa.

“….. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka…” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Dan inilah takwa. Sebaik-baik rasa, sindah-indah mahkota dan seluas-luas niscaya. (Astaghfirullah waallahu ‘alam)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang fisioterapis yang hobi menulis.

Lihat Juga

Belajar Membersihkan Hati

Figure
Organization