Fenomena Berkah dan Tidak Berkah Dalam Pandangan Ekonomi Islam

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Sering kali kita salah dalam memahami arti dari kata “barakah” dengan mengartikannya dengan “harta”. Sehingga ketika melihat seseorang yang berlimpah harta, kita menganggapnya sebagai berkah. Sebaliknya jika melihat seseorang yang sedang disempitkan atau rezekinya kurang, kita menganggap bahwa orang tersebut tidak mendapatkan berkah, anggapan ini adalah sebuah kesalahan dalam memahami arti kata “barakah” itu sendiri. Sebab, jika acuan berkah adalah harta, maka banyak kaum muslimin yang kalah berkahnya dengan orang-orang kafir. Karena banyak orang kafir yang memiliki harta melimpah.

Sesungguhnya berkah itu tidak terkait langsung dengan harta, sebagian orang ada yang diberikan berkah dengan kelapangan harta dan ada juga yang diberikan berkah dengan kesempitan harta. Berkah dengan kelapangan harta itu contohnya yang diberikan kepada orang-orang kaya yang dermawan atau mau mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Dengan harapan, dari harta-harta yang dimiliki itu bisa menjadi sarana untuk mendapatkan ridha dari Allah Swt. Sedangkan berkah dengan kesempitan harta itu contohnya ketika dengan harta yang sedikit atau pas-pasan bisa mencukupi kebutuhannya atau membuatnya merasa cukup.

Zaman sekarang banyak orang yang  mencari rezeki tanpa melihat aspek halal dan haramnya seperti mencuri,korupsi, suap dan lain-lain. Yang dilihat hanyalah seberapa banyak rezeki yang dihasilkan tanpa mempertimbangkan keberkahannya. Seperti halnya dalam tindak pidana korupsi. Dengan melakukan korupsi orang tersebut juga bisa dipastikan tidak bertakwa maka Allah tidak memberikan keberkahan pada hartanya seperti intisari dari surat Al-‘Araf ayat 96 :

“Jikalau penduduk-penduduk kota itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami itu), maka Kami siksa mereka karena perbuatannya”.

Maksud dari ayat ini yaitu jika kita beriman dan bertakwa maka Allah akan melimpahkan berkah dari langit yaitu hujan dan dari bumi yaitu tanaman-tanaman, tetapi bila melanggar  perintah dan larangan-Nya maka Allah akan memberikan siksaan atau azab . Dari penjelasan tersebut dapat kita pahami bahwa jika kita beriman dan bertakwa atau mengerjakan segala perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya, maka Allah akan melimpahkan rezeki kita, yang dalam ayat tersebut berupa hujan dan tanaman-tanaman.

Dan Allah juga menurunkan siksaan kepada orang yang tidak bertakwa  yaitu berupa hukuman bagi tindak pidananya yaitu dipenjara. Di mana sebanyak apapun harta yang dia miliki hasil korupsi tadi karena Allah tidak memberikan keberkahan di dalamnya sehingga orang tersebut tidak bisa menikmati hartanya, tidak bahagia dan tidak tenteram jiwanya. Berkah bukan hanya terkait dengan harta perorangan saja, tetapi berkah juga dikaitkan dengan kemakmuran suatu negeri. Allah akan menurunkan keberkahan dari langit dan bumi untuk suatu negeri yang beriman dan bertakwa (Al-‘Araf 96). Suatu negeri terlihat keberkahannya dari tiga aspek di atas atau dilihat dari kesejahteraan penduduk di dalamnya.

Misalnya Nigeria yang ekonominya mengalami keterpurukan menurut peneliti bahwa itu karena penduduk di Negara tersebut jauh dari kata iman dan takwa.

Tetapi Negara yang maju dan terlihat makmur seperti Jepang belum tentu juga terdapat keberkahan di dalamnya. Menurut The 2013 World Happiness Report bahwa Jepang merupakan Negara yang tingkat kebahagiaannya ke 43. Bahkan Amerika yang merupakan Negara maju pun menduduki peringkat ke-17. Menurut Centers for Disease Control dan Prevention tahun 2014, di Amerika, setiap hari terdapat 114 orang meninggal karena overdosis.[1] Jadi meskipun dikatakan Negara maju tapi belum bisa dikatakan Negara yang diberkahi melihat dari aspek-aspek di dalamnya berkaitan dengan kondisi sesungguhnya pada warganya.

Berkah tidaklah lepas dari kehidupan manusia. Jika kita selama hidup di dunia, namun kita merasa bersyukur maka keberkahan itu akan menghampiri. Namun, jika kita tidak mensyukuri segala nikmat Allah, baik sedikit maupun banyak, kita tidak akan merasakan kenikmatan itu sendiri. Maka dari itu bersyukurlah, maka keberkahan Allah pun akan menghampirimu. (dakwatuna.com/hdn)

[1] M. Luthfi Hamidi, Rich Now, IndoCipta Anak Negeri , Jakarta Selatan, 2015, hlm. 87

Mahasiswi.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...