Topic
Home / Berita / Analisa / Amandemen Konstitusi di Turki, Kemajuan atau Kemunduran?

Amandemen Konstitusi di Turki, Kemajuan atau Kemunduran?

Para pendukung amandemen konstitusi yakin bahwa itu akan menghadirkan stabilitas politik. (aljazeera.net)

dakwatuna.com – Ankara. Perdebatan panjang terkait amandemen konstitusi di Turki, memasuki babak baru. Hal ini ditandai dengan warga yang memilih “Ya” dalam referendum, mendominasi dengan jumlah 51,4% dari jumlah keseluruhan pemegang hak pilih. Artinya, mayoritas warga Turki memilih untuk sepakat dengan perubahan sistem pemerintahan dari parlementer menjadi presidensial.

Terkait penerapan sistem presidensial di Turki, para pengamat saling berbeda pandangan dalam menyikapinya. Setidaknya ada dua kubu. Pertama, kubu yang melihat hal ini sebagai kemajuan bagi Turki. Sedangkan kubu kedua, menilainya sebagai kemunduran bagi kebebasan dan keragaman.

Para pendukung amandemen, tentu saja melihat momen ini sebagai sebuah pintu gerbang untuk era baru bagi negara yang diprediksi akan masuk sebagai 10 negara terkuat pada usianya yang ke-100 tahun, tepatnya pada 2023 mendatang.

“Amandemen konstitusi akan membawa keamanan dan stabilitas bagi Turki. Juga akan menjadi sarana untuk mewujudkan visi yang diinginkan pada tahun 2023. Negara akan memasuki era baru setelah referendum 16 April 2017,” begitu kata Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Covusoglu.

Sementara para penentang amandemen konstitusi, secara gencar mengkritik mekanisme pelaksanaan dan hasil dari referendum 16 April lalu.

Transformasi hukum baru sedikit demi sedikit dimulai. Setidaknya ada 144 pasal perubahan pada tujuh bab perundang-undangan di negara tersebut. Hal ini merupakan upaya harmonisasi dengan hasil amandemen konstitusi yang baru.

Menurut media massa di Turki, Undang-undang (UU) yang akan dirubah adalah UU Pemilu, UU Dasar Pemilu, UU Pendaftaran Pemilih, UU Partai Politik, UU Majelis Hakim dan Jaksa, UU Pengajuan Banding, Peradilan Militer, sampai UU Pemilihan Presiden.

Penulis sekaligus pengamat Turki, Mu’in Nu’aim mengatakan, langkah pertama yang dilakukan menjelang perubahan sistem dari parlementer menjadi presidensial adalah, mengadopsi harmonisasi hukum perundangan. Utamanya perundangan yang berada di bawah ketentuan konstitusi, tambah Nu’aim.

Kepada Aljazeera.net Nu’aim menjelaskan, ada lebih dari 100 perundangan yang terpengaruhi oleh hasil referendum dan perubahan sistem pemerintahan. Harapannya, semua itu akan disetujui amandemennya oleh parlemen yang sedang menjabat saat ini. Yaitu dimulai sejak pengumuman resmi terkait hasil referendum.

Lebih lanjut, Nu’aim juga menambahkan, ada upaya di internal partai AKP untuk mengembalikan Presiden Recep Tayyip Erdogan ke dalam struktural partai, dan menjadikannya pimpinan kembali. Proses itu, diharapkan dapat selesai dalam waktu sesegera mungkin.

Terkait masa amandemen, Nu’aim menyebut akan memakan waktu hingga enam (6) bulan lamanya. Setelah itu, dimulailah persiapan partai-partai politik untuk menghadapi pemilu yang rencananya akan digelar pada bulan November 2019. Meskipun partai penguasa dimungkinkan untuk mengusulkan pemilu dini dengan alasan percepatan amandemen, namun Nu’aim tidak yakin akan ada inisiatif tersebut.

Setelah amandemen konstitusi dan sistem presidensial, masih menurut Nu’aim, Turki akan menjadi layaknya kapal yang dinahkodai satu orang. Ini adalah hal baru, setelah selama bertahun-tahun lamanya, Turki dipimpin oleh dua pemimpin. Keduanya yaitu Presiden dan Perdana Menteri, yang selama ini memunculkan konflik kekuasaan yang berkepanjangan.

Para pendukung Presiden Erdogan dalam kampanye “Ya” untuk amandemen konstitusi. (aljazeera.net)

Perubahan yang akan terjadi di Turki, juga akan membawa negara ke dalam kondisi yang baru dari segi tabiat hukum. Dimana partai-partai kecil kehilangan kemampuan untuk mempengaruhi keputusan politik melalui pemerintahan koalisi. Peningkatan stabilitas terhadap sistem perpolitikan, mengurangi kemungkinan runtuhnya pemerintahan dan terjerumus ke dalam krisis konstitusi, menjadi kredit tersendiri dari perubahan ini.

Sementara itu, Sardar Karguz, penulis di surat kabar “Al-Sabah” mengatakan, amandemen konstitusi akan mengarahkan negara kepada sistem pemerintahan yang lebih efektif, percepatan tumbuh kembang ekonomi, dan percepatan stabilitas politik.

Di sisi lain, para penentang amandemen konstitusi bersepakat pada 10 poin kunci. Yang terpenting adalah amandemen konstitusi sama dengan menyerahkan kekuasaan hanya kepada satu orang. Hal ini, menurut mereka, akan membuka peluang untuk praktik diktatorisme, menghilangkan pluralisme dan prinsip pemisahan kekuasaan.

Para penentang juga menilai, amandemen akan memecahh belah negara, memproteksi presiden dari pengadilan, dan memberikan kekuasaan serta otoritas untuk membubarkan parlemen dengan sewenang-wenang. Penguasa juga berkuasa penuh terkait anggaran dan perekonomian, serta memainkan kekuatan peradilan.

Penulis di surat kabar “Cumhuriyet”, Eden Injan mengatakan, pelaksanaan lebih lanjut dari hasil referendum, kemudian melakukan perubahan dan menerapkannya di bumi, menjadikan setengah dari konstitusi dan lembaga kepresidenan hanya untuk setengah warga Turki saja.

Pernyataan Eden, yang juga bagian dari penentang amandemen konstitusi itu, keluar setelah mengetahui hasil suara pendukung amandemen unggul dengan 51,4%. Sedangkan suara penentang amandemen sebanyak 48,6%. (whc/aljazeera.dakwatuna)

Redaktur: William

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization