
dakwatuna.com – Jakarta. Dalam lanjutan sidang kasus penistaan agama yang digelar pada Selasa (31/1/2017), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Tim Kuasa Hukumnya dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya mempunyai bukti jika Ketum MUI KH Ma’ruf Amin menerima telepon dari SBY pada tanggal 6 Oktober 2017, atau sehari sebelum Kyai Ma’ruf menerima kunjungan pasangan cagub-cawagub Agus-Sylvi di Kantor PBNU pada tanggal 7 Oktober 2016.
“Jadi jelas tanggal 7 Oktober saudara saksi saya berterima kasih ngotot bahwa saudara saksi tidak berbohong, tapi kalau berbohong kami akan proses secara hukum saudara saksi, untuk membuktikan bahwa kami memiliki bukti,” tegasnya di Gedung Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (31/1), dikutip dari republika.co.id
Pernyataan Ahok dan kuasa hukumnya ini langsung mendapat tangapan dari Pakar Hukum hukum pidana Prof Romli Atmasasmita yang mempertanyakan dari mana mereka mendapatkan bukti percakapan antara mantan presiden SBY dengan Ketua MUI KH Ma’ruf Amin.
Masih menurut Prof Romli, jika bukti tersebut didapat dari hasil penyadapan, maka Ahok dan tim hukumnya bisa dijerat dengan Undang-Undang tentang Telekomunikasi dan ITE.
”Ahok tahu ada telepon SBY ke Ketua MUI dari mana? Penyadapan hanya boleh dilakukan oleh penyidik,” kata Romli melalui akun Twitternya @ rajasundawiwaha, Selasa (31/1/2017).
PH ahok tahu ada tilp sby [email protected] mui dr mana? penyadapan hanya boleh oleh penyidik; ber><an dgn uu telekomunikasi dn uu ite
— romli atmasasmita (@rajasundawiwaha) January 31, 2017
Masih menurut Romli, jika Ahok dan kuasa hukumnya benar-benar melakukan penyadapan maka dapat dipidanakan dan dijerat dengan undang-undang ITE dan Telekomunikasi, karena dalam putusan MK sudah jelas dinyatakan bahwa penyadapan harus dilakukan oleh penyidik yang berwenang.
“Berdsrkan UU ITE dn UU Telemomunikasi cukup alasan saksi Kyai Maaruf Amin atau kuasa hk melaporkan dugaan tindak pidana ke bareskrim” papar Romli.
berdsrkan UU ITE dn UU Telemomunikasi cukup alasan saksi Kyai Maaruf Amin atau kuasa hk melaporkan dugaan tindak pidana ke bareskrim
— romli atmasasmita (@rajasundawiwaha) January 31, 2017
Berdasarkan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE, tindakan penyadapan illegal dapat dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak delapan ratus juta rupiah. (SaBah/dakwatuna)
Redaktur: Saiful Bahri
Beri Nilai: