Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Maaf untuk 16 Tahun yang Lalu

Maaf untuk 16 Tahun yang Lalu

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (visokoin.com)
Ilustrasi. (visokoin.com)

dakwatuna.com – “Sebenarnya agak sungkan saya mengatakannya, tapi daripada menjadi beban,” memang agak sulit saya memulai pembicaraan itu.

Kemudian saya menceritakan peristiwa itu apa adanya. Ketika itu saya kelas satu SMP, seorang guru memberi tugas kepada saya untuk memimpin teman-teman satu kelas kerja bakti mengambil batu bata milik tetangga depan sekolah, untuk sebuah keperluan sekolah. Sebanyak seratus batu bata diperintahkan untuk diambil oleh kami.

Saya pun awalnya hanya mengkoordinir, menghitung satu per satu batu bata yang dibawa oleh teman-teman. Setelah semuanya membawa batu bata ke belakang sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh, saya merasa tidak enak kalau hanya menjadi mandor, lantas saya juga beranjak di belakang teman-teman, saya ikut pula membawa batu bata.

Saya membawa batu bata, melewati lapangan kemudian ditaruh di belakang sekolah. Saya kembali sambil terus menghitung batu bata yang dibawa teman-teman. Namun di sinilah kecerobohan saya. Selama saya tinggalkan, sementara teman-teman terus berputar mengambil batu bata, jumlahnya melebihi dari yang telah ditentukan. Sebisa mungkin saya hentikan, tapi sudah terlambat. Batu bata terlanjur diambil. Untuk lapor kepada guru yang memberi perintah, saya tidak berani. Akhirnya saya diamkan begitu saja kejadian tersebut.

“Kalau saya, semua yang keluar itu sudah saya ikhlaskan,” begitulah yang dikatakan beliau setelah saya ceritakan kejadiannya.

***

“Mandor.” Kata itu memang kurang enak didengar. Seolah-olah mandor memiliki konotasi tidak baik, tidak seperti mereka yang bekerja dan berpeluh lelah. Tetapi peristiwa di atas memberi pelajaran pada pentingnya kepemimpinan atas suksesnya suatu pekerjaan. Pekerjaan kecil atau besar yang dilakukan bersama-sama, ia membutuhkan seorang pemimpin yang mengkoordinir, mengatur, dan mengawasi.

Rasulullah memberi petunjuk kepada kita akan pentingnya kepemimpinan. Islam menghargai keberadaan kepemimpinan, memerintahkan ketaatan pada pemimpin, sekaligus menuntut suatu kepemimpinan yang bertanggungjawab. Dari hal-hal yang kecil diperlukan kepemimpinan, apalagi menyangkut hal-hal yang besar. “Jika tiga orang keluar dalam perjalanan, hendaknya mereka mengangkat salah satu sebagai pemimpin,” demikian yang diajarkan Rasulullah. Hal ini merupakan antitesis dari mereka yang ingin menafikkan keberadaan kepemimpinan, memposisikan kesetaraan secara mutlak antara satu orang dengan orang lain dalam kehidupan sosial, dan hal seperti ini tentunya juga tidak sesuai dengan realita kehidupan.

Maka sudah merupakan sunatullah jika Allah melebihkan sebagian hamba-Nya atas sebagian yang lain. Baik pada urusan kehidupan dunia, maupun pada kehidupan di akhirat. Padanya ada banyak hikmah dan pelajaran. Kepemimpinan menjadikan umat manusia mampu memakmurkan dunia melebihi makhluk Allah yang lain. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang petani di kaki Gunung Ungaran. Mengikuti kegiatan di Muhammadiyah dan halaqah. Meski minim mendapatkan pendidikan formal, pelajaran hidup banyak didapat dari lorong-lorong rumah sakit.

Lihat Juga

Ulul Albab dan Hikmah Pergantian Tahun

Figure
Organization