Miskomunikasi Suami Istri

Ilustrasi. (Facebook.com)

dakwatuna.com –

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. AL-Furqan ayat 74).

Mispersepsi 

Seribu satu menghantu.  Warna-warni derita.  Mengingkari makna.  Mengangkangi kata dan rasa.  Asa meredup tak sanggup membangkit hidup…

Kecemasan berbinar-binar.  Ketakutan meletup berasap kekhawatiran.  Melayang terhempas angin kegetiran.  Meninggi mewujud kerumunan awan kehampaan yang tak menjatuhkan air kehidupan… 

Ooo…aku mati membuntu membisu.  Rasa diri tak bertuan.  Kelayuan menghinggap.  Keluguan merayap.  Tertunggangi rayap-rayap dalam kelamnya fikiran….  Kecamuk ragu kian terbingkai keindahan… 

Ya Rabbi…Akankah waktu pasti membantuku?  Melenyapkan ilusi-ilusi kekerdilan.  Mengusir mimpi-mimpi kepiluan.  Sepasti terbitnya sang mentari di pagi hari…

Ayat diatas mengajarkan dan mensugesti para suami-istri,  untuk selalu berdoa meminta pada Allah SWT doa kebaikan bagi pasangannya.  Doa agar dijadikan suami atau istrinya masing-masing sebagai penghibur, penyenang dan penenang hati. Inilah keluarga samara yang hakiki.  Inilah suasana dan kondisi hari-hari yang pasti dirindui suami istri.  Dan, bait-bait syair diatas mengingatkan kita untuk menghindari miskomunikasi dan mispersepsi antar suami istri.

Namun,  dalam mengisi hari-hari kehidupannya,  suami istri adakalanya disisipi sedikit kelahi,  sedikit saling tersinggung,  sedikit saling memarahi, sedikit saling menyakiti, dan sebagainya,  disamping tentunya dominasi hari-hari yang penuh bahagia, tawa,  dan canda ceria. Itulah mengapa kemudian Allah SWT mengajarkan agar sering-sering kita berdoa dengan doa diatas, “…Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami)…”.  Inilah hikmah dan pelajaran dari Taujih Rabbani dalam ayat diatas buat kita para suami istri. Suami istri yang selalu mengorientasi Rabbani.

Miskomunikasi berpotensi terjadi kelahi.  Di dunia ini umumnya dua orang berkelahi terjadi karena miskomunikasi, saling salah persepsi, atau saling salah dalam memahami.  Akhirnya menimbulkan perilaku salah dalam menyikapi.  Dan semua berujung dengan saling merendahi, saling menyakiti, saling membuli,  dan seterusnya dan seterusnya.  Jika itu terjadi sesungguhnya kedua orang itu hakikatnya sedang menghina dirinya sendiri.  Ini harus kita hindari.

Nah, salah menangkap apa yang disampaikan lawan bicara berakibat fatal dalam hubungan sosial. Apalagi jika ini terjadi dalam hubungan (interaksi) suami istri.  Akibat salah dalam menangkap pesan pembicaraan kemudian berkecamuk apa yang ada dalam hati dan fikiran.  Terbentuklah dalam kepalanya salah persepsi.  Salah persepsi ini terus berlanjut dan bersambung dengan munculnya sikap salah menyimpulkan.  Karena salah dalam mengambil kesimpulan maka berujung pada salah dalam menyikapi, salah dalam bertindak, dan salah dalam berbuat. Masing-masing pun hanya mengedepankan kepentingan diri pribadi.  Ini tidak boleh terjadi.

Kelahi antar dua negara atau lebih juga karena miskomunikasi.  Miskomunikasi dan mispersepsi melahirkan perang yang tak bertepi.  Malah perang dunia yang menghantui.  Perang antar negara yang saling menyakiti, saling menciderai, saling menodai, dan saling membunuhi.  Implikasinya begitu mengerikan, bom diledakkan, senjata api menyalak berapi-api, ummat manusia terbunuhi,  segala sumberdaya terhancuri,  dan dunia terancam musnah gara-gara salah komunikasi antar pemimpin negeri.

Di dunia politik juga begitu saling serang kata-kata antar politisi.  Sama, awalnya gara-gara salah persepsi.  Akhirnya media terhiasi dengan perang citra dan opini.  Saling serang dan membuli juga di dunia maya juga menjadi-jadi.  Keluar umpatan dan kata-kata yang saling menyakiti, saling membuka dan mengumbar aib-aib yang diketahui.  Yang akhirnya masing-masing pendukung politisi itu juga terlibat kelahi.  Perkelahian massal pun tak terhindari.  Semua terjadi gara-gara miskomunikasi dan mispersepsi.

Oleh karena itulah pola hubungan antar negara perlu ada diplomasi.  Diplomasi untuk saling negosiasi.  Diplomasi untuk saling memahami.  Diplomasi untuk mencari dan menemukan solusi, solusi terbaik yang saling menguntungkan, tidak saling merugikan atau menyakiti.  Jika diperlukan ada juga pihak ketiga yang memediasi, untuk meredam potensi kelahi.

Perdamaian dunia pun kan bersemi dengan diplomasi yang saling mengerti dan negosiasi yang berarti.  Diplomasi dan negosiasi yang saling memahami, saling mengerti, dan menghadirkan solusi.  Maka antar negara pun akan saling membangun kesepahaman, tak jadi saling membenci, atau saling memerangi.  Perang pun terhindari, dan ummat manusia di bumi terselamati dan terlindungi.

Begitu pula kelahi suami istri.  Juga gara-gara salah komunikasi, salah persepsi, dan/atau salah memahami.  Suami yang salah memahami istri atau istri yang salah memahami suami.  Bisa karena terjadi salah satunya atau kedua-duanya.  Plus, sudahlah salah saling memahami tambah lagi faktor imani.

Suami istri yang sholih dan sholihah, berkelahi.  Miskomunikasi sudah pasti.  Diperparah lagi lemahnya keimanan di hati.  Lemah iman suami atau lemah iman istri.  Bisa jadi salah satunya atau kedua-duanya.  Jika hanya salah satunya, maka yang lain bisa tersabari.  Namun, jika kedua-duanya, ini yang harus diwaspadai.  Karena tak ada lagi benteng sabar diantara suami istri.  Memberi peluang masuknya faktor syaithoni.  Jika masuk bisikan syaithon, keduanya saling terpanasi, saling tersuluti, dan kelahi pun semakin terpuncaki.

Keduanya kan sama-sama rugi.  Suami istri yang sama-sama mati membawa nafsu syaithoni.  Yang sama-sama mati membawa niat saling menyakiti di hati.  Anak-anak pun kan terkorbani. Naudzubillah tsumma naudzubillah…

Maka solusi suami istri yang berkelahi adalah perbaiki keimanan dan perbaiki komunikasi.  Dua anak manusia dikumpulkan Allah sebagai suami istri yang dai daiyah pejuang dakwah, sama-sama bervisi membangun keluarga dakwah, kemudian tersuluti terjadi kelahi.  Salah satunya akan berusaha untuk sabar dan menenangkan diri.  Pindah posisi, berwudhu, dan menenangkan hati.  Keduanya harus kembali kepada solusi Qurani.  Karena solusi Quran kan pasti sesuai fithrah insani.  Alquran adalah sistem hidup yang manhaji bagi orang-orang yang selalu mengorientasi Rabbani.

Suami istri yang senantiasa menghidupkan diplomasi dan negosiasi dengan hati yang bersih, jiwa yang jernih, dan pikiran yang tertata rapi, Insya Allah semua pasti ada solusi.

Ya Allah…lindungi kami.., lindungi kami dari dominasi bisikan nafsu syaithoni, lindungi kami dari saling menyakiti,  lindungi kami dari miskomunikasi dan mispersepsi…

Ya Rabb…jadikan kami suami istri yang saling menyenangi, menghiburi,  dan menenangi dalam hati dalam setiap hari-hari yang kami lalui…

Wallahu’alam. (dakwatuna.com/hdn)

Kontributor di www.pesantrenpolitik.com, Mantan Ketua KAMMI Sumatera Barat 1998. Hobi merefleksikan berbagai peristiwa yang dialami sekitar dengan menulisnya dalam bentuk puisi dan artikel opini.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...