Topic
Home / Narasi Islam / Ekonomi / Standar AAOIFI Sebagai Acuan Kepatuhan Bank Syariah

Standar AAOIFI Sebagai Acuan Kepatuhan Bank Syariah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi (inet)
ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Di tengah rentannya kondisi keuangan global, sejauh ini perbankan syariah telah mencatatkan kinerja yang cukup bagus, baik secara kualitas maupun kuantitas. Karena setiap tahunnya perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah cukup fantastis dan signifikan.

Bank syariah memiliki tanggung jawab kepada stakeholder untuk menjelaskan dan meyakinkan bahwa produk, jasa & operasional kegiatannya telah sesuai dengan prinsip syariah. Tidak terpenuhinya prinsip sharia complience akan menghadapkan bank syariah pada risiko reputasi (Sharing, 2012). Oleh karena itu proses pengawasan syariah sangatlah penting untuk menilai apakah kinerja industri perbankan syariah sudah sesuai atau belum dengan standar yang berlaku umum.

Proses pengawasan yang dilakukan seperti melakukan penilaian, perbandingan, dan koreksi atau perbaikan terhadap kinerja dari aktivitas yang diawasi (Al Amin, 2006). Menurut Al Amin (2006) proses pengawasan harus melalui 4 tahap, yaitu: menentukan standar, pengukuran hasil kinerja, melakukan perbandingan, dan perbaikan serta koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan.

Peran Dewan Pengawas Syariah (SSB) menjadi sangat urgent keberadaannya karena memiliki tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan prinsip syariah. Alasan penting kenapa DPS memiliki peran dalam mengembangkan bank syariah karena untuk menentukan tingkat kredibilitas bank syariah dalam menciptakan jaminan sharia compliance dan juga sebagai bentuk implementasi salah satu pilar Good Corporate Governance (GCG) Bank syariah.

Mayoritas Perbankan Syariah mengadopsi standar AAOIFI sebagai acuan kepatuhan terhadap prinsip syariah. AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) merupakan organisasi internasional Islam non-badan hukum nirlaba yang merumuskan standar dan isu-isu terkait akuntansi, audit, pemerintahan, etika, dan standar syariah Islam untuk lembaga keuangan Islam (IFI). Sebagai organisasi internasional yang independen AAOIFI didukung oleh kelembagaan anggota (200 anggota dari 40 negara) termasuk Bank Central, Lembaga Keuangan Syariah, dan anggota lainnya dari industri perbankan syariah di seluruh dunia. Saat ini, AAOIFI telah menerbitkan 88 standar termasuk diantaranya 26 standar akuntansi, 5 standar auditing, 7 standar governance, 2 standar etika, dan 48 standar Syariah (AAOIFI, 2015).

AAOIFI telah memperoleh dukungan untuk memastikan pelaksanaan standar, yang sekarang diadopsi di Kerajaan Bahrain, Dubai International Financial Centre, Yordania, Lebanon, Qatar, Sudan dan Suriah. Yang relevan di Australia, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Kerajaan Arab Saudi, dan Afrika Selatan telah mengeluarkan panduan yang didasarkan pada standar AAOIFI dan pernyataan-pernyataan.

Tujuan dari AAOIFI salah satunya adalah untuk menyebarluaskan standar akuntansi dan audit yang relevan dalam Lembaga keuangan Islam yang penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan surat kabar berkala, melaksanakan penelitian dan sarana lainnya. AAOIFI melaksanakan tujuan tersebut untuk menyesuaikan dengan ajaran syariat Islam yang komprehensif dalam semua aspek kehidupan dan sesuai dengan lingkungan dimana institusi keuangan Islam berada.

Di dalam lembaga keuangan Islam pertanggungjawaban atas kegiatan CSR harus dikomunikasikan secara jujur, transparan dan dipahami oleh pemangku kepentingan terkait (AAOIFI, 2010). Serta pengungkapan dalam informasi laporan keuangan pun harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan tanpa mengurangi ataupun melanggar prinsip-prinsip syariah yang berlaku.

Banyak variasi dalam mengukur tingkat kepatuhan bank syariah terkait konsistensi standar AAOIFI, apakah sejauh ini sudah konsisten atau belum dengan standar AAOIFI? kita dapat melihat dari segi laporan keuangan yang diungkapkan. Serta kita juga harus melihat apakah peran Dewan Pengawas Syariah (SSB) sudah atau belum memenuhi tanggungjawabnya untuk melakukan pengawasan terhadap prinsip-prinsip syariah, kemudian pertanggungjawaban CSR dan pengungkapan laporan keuangan sudah sesuai atau belum dengan standar? Semua ini termasuk dalam mekanisme tata kelola perusahaan yang langsung berkaitan dengan Direksi dan Dewan Pengawas Syariah.

Berdasarkan hasil penelitian dari (Hussainey, 2016) menggambarkan bahwa tingkat kepatuhan rata-rata berdasarkan standar AAOIFI dari segi Dewan Pengawas syariah (SSB) itu sekitar 68%, sedangkan tingkat kepatuhan untuk CSR adalah 27%, dan tingkat kepatuhan untuk akuntabilitas keuangan 73 %. Kemudian terdapat 65% dari Bank syariah yang memilih diaudit oleh KAP Big 4 : Ernst and Young, KPMG, PricewaterhouseCoopers, Deloitte Touche Tohmatsu, dan 67% dari bank lainnya memiliki Syariah Department Audit (SAD).

Mekanisme dalam tata kelola perusahaan yang terkait dengan Dewan Pengawas Syariah (SSB) memiliki peran yang sangat penting dibandingkan dengan mekanisme tata kelola perusahaan yang terkait dengan direksi. Kenapa bisa begitu? Faktanya bahwa standar AAOIFI dalam institusi perbankan syariah yang dijalankan cuma sekedar perintah, sedangkan direksi itu tidak memiliki peran langsung dalam memastikan kepatuhan standar, Dewan Pengawas syariah lah yang memiliki peranan penting dalam melakukan pengawasan secara komprehensif, selain itu juga berperan dalam pembuatan laporan terkait tingkat kepatuhan syariah dalam lembaga keuangan syariah.

Bukti empiris telah menunjukan bahwa ukuran dewan itu dapat mempengaruhi tingkat pengungkapan (Akhatruddin et al., 2009). Pada umumnya jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (SSB) di bank syariah kisaran tiga sampai lima anggota berdasarkan standar AAOIFI No. 7 (Chen and Jaggi, 2000) . Mengapa jumlah anggotanya sedikit? Karena jika jumlah anggotanya lebih banyak akan berdampak pada menurunnya kemungkinan asimetri informasi.

Sebaiknya anggota Dewan Pengawas syariah itu terdiri dari ulama yang memiliki pengetahuan yang mumpuni dan wawasan yang luas tentang hukum Islam, khususnya terkait fiqh muamalah. serta memiliki reputasi yang sangat baik di komunitas mereka. Karena menurut (farook et al., 2011) bahwa reputasi adalah hal yang penting dalam mengukur tingkat pengungkapan di bank syariah.

References

Sherif El-Halaby Khaled Hussainey, (. (n.d.). “Determinants of Compliance with AAOIFI Standards by Islamic Banks“. International Journal of Islamic and middle Eastern Finance and Management Vol. 9 Iss 1 pp.,.

Baehaqi, A. (2014). “Usulan Model Sistem Pengawasan Syariah

Pada Perbankan Syariah Di indonesia“. JURNAL DINAMIKA AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 1, No. 2, September 2014 Hlm. 119-133

 

(dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswi STEI SEBI Depok.

Lihat Juga

Fintech Bagi Muslim

Figure
Organization