7 Tahun Kedua: Menyelamatkan Pernikahan Dari Kebosanan

Ilustrasi. (Rosaria Indah)

dakwatuna.com – Beberapa waktu yang lalu saya dan suami memperingati ulang tahun pernikahan ke-15. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, baru teringat sudah beberapa tahun menikah karena melihat gadis-gadis kami minta dipilihkan high school yang sesuai. Ah. . . terlewatkan juga 7 tahun kedua. Ada beberapa hal yang menjadi bahan perenunganku, mungkin bisa jadi pelajaran buat pasangan-pasangan yang lain.

Pernikahan adalah hubungan yang dinamis. Tidak selalu harmonis, juga tak selalu dalam keadaan krisis. Namun seperti juga perumpamaan menaiki ‘bahtera rumah tangga’, ada kalanya gelombang badai menerpa, tapi tentunya badai, seperti juga bajay, pasti berlalu.

Tujuh tahun pertama adalah masa tahun-tahun manis perkenalan. Namun di akhir tahun ke 4 pada umumnya akan ada benih konflik yang berubah menjadi badai di tahun ke-7. Hal ini normal-normal saja jika terjadi pada rumah tangga Anda. Bagi yang telah dikaruniai putra putri, masa-masa di tahun ke 8-14 adalah masa super sibuk mengantar dan menjemput anak ke sekolah, les bahasa Inggris, matematika sampai les menari, karena mereka belum mampu pergi sekolah sendiri (terutama jika jaraknya cukup jauh).

Karir sang orang tua pun sedang menanjak naik, tuntutan kerja menggunung karena posisi belumlah ‘kepala seksi’. Posisi tapi tetap seksi, maksudnya sebagai ‘seksi sibuk’, dihadiahi bejibun tugas yang tak kunjung selesai. Kesibukan dan rutinitas tugas kantor dan mengantar jemput anak sering menimbulkan kebosanan dan kelelahan. Jika tak diwaspadai, biduk rumah tangga akan kandas di tebing berkarang alias berakhir dengan perceraian. “Waspadalah-waspadalah”, kata Bang Napi. Perceraian bukan hanya disebabkan oleh niat tapi juga kejemuan. Apakah ada jalan keluar? Simak tips berikut:

  1. Waspadai ‘communication gap’, yaitu jika Anda berdua tak punya waktu untuk bercakap-cakap berdua saja selama minimal 20 menit. Pembicaraan di telpon tidak dihitung ya! Sesibuk apapun, usahakan ada waktu bercakap dengan orang yang paling penting dalam hidup Anda. Mungkin saat sarapan, atau makan malam. Bicaralah dengan si dia dengan cara yang lebih baik daripada jika Anda bercakap dengan bos ataupun teman kerja. More kindly than you talk to anyone else in the world. (Ingat… terkadang kita bicara sangat kasar dengan orang terdekat). Jangan lupa bumbu ‘tertawa bersama’ yang akan jadi lem kuat perekat dua hati.
  2. Berikan dukungan emosional cukup. Pasangan kita mungkin tengah dilanda resah gelisah dengan pekerjaannya. Ingat bahwa konflik di rumah tangga biasanya berpuncak pada pernyataan “Kamu tidak mengerti aku”. Dengarkan pasangan, sensitiflah dengan bahasa non verbalnya. Jika suami diam saja dan tidur melulu, istri jangan langsung marah dan merasa diabaikan. Sebagian lelaki memang bersikap ‘masuk ke dalam gua’ jika ada masalah. Sementara si istri ingin ‘memuntahkan’ semua isi hatinya karena sebagian perempuan merasa ‘membicarakannya’ adalah satu-satunya jalan keluar. Lha. . . jika suami ingin diam dan istri seperti petasan di hari imlek, masing-masing harus saling memahami. Pesankan pada suami “Mas, masuk ke gua boleh, tapi jangan lama-lama ya. . . aku ingin bicara. . . jangan lebih dari 3 hari. Aku ingin curhat selain sama Mamah Dedeh. “Remember that you are his/her best friend, not only spouse”.
  3. Pelihara hubungan ranjang dengan ketelitian dan kesetiaan. Terkadang karena kelelahan dan kejemuan, pasangan tidak mampu merespon keinginan kita dengan baik. Tapi. . . semua ada jalan keluarnya. Pelajari tips-tips menjaga keharmonisan walau kondisi lelah. Dan. . . temukan berbagai cara untuk menyatakan cinta. Find ways to say “I love you” that don’t involve sex. Bisa sekuntum bunga atau kartu khusus untuk istri, atau saputangan dan kaus kaki baru buat suami, dengan surat cinta, tentunya. Jangan sampai Anda menggunakan alasan ‘urusan anak’ sehingga tak sempat menyatakan cinta pada pasangan. Ingatlah bahwa anak adalah urusan kedua, pasangan Anda adalah hal yang lebih penting karena dia ada sebelum anak Anda tiba. Dan hadiah terbaik bagi anak Anda adalah mencintai ayah/ibunya.
  4. Pelajari keahlian ‘memaafkan’. Memaafkan berarti tidak membuka-buka luka lama setiap kali Anda bertengkar. Jangan bertengkar di depan anak-anak, apalagi di hadapan orang lain dan jangan berselisih di malam hari. Jika jam 12 malam masalah belum selesai, tidur saja. Walaupun Anda terus bertengkar sampai jam 2 pagi pun masalah tak akan selesai. Tidur saja dulu, besok cobalah untuk diselesaikan. Itupun jika pagi harinya Anda masih ingat penyebab masalah. Memaafkan juga berarti menahan kata-kata yang tidak pantas/perlu diucapkan. Banyak pernikahan yang selamat karena suami/istri menyimpan hal-hal yang sensitif selamanya tak terucap (misalkan celaan terhadap mertua dan ipar).
  5. Konseling. Memang awalnya terasa memalukan, tapi jika komunikasi tak lagi bisa dijembatani, segera cari ahli konseling pernikahan. Sebenarnya banyak sekali manfaat konseling pernikahan. Sumbatan komunikasi bisa ditemukan, bahkan diatasi. Juga pandangan objektif dari konselor pernikahan biasanya mampu memberi bingkai positif bagi hal-hal yang selama ini dianggap ‘negatif’. Rumah yang selalu berantakan, misalkan, adalah tanda bahwa adanya kehidupan dan dinamisnya hidup penghuninya. Pergi berbelanja yang kadang amat melelahkan karena banyaknya barang yang harus dibeli, adalah tanda makmurnya kantong Anda. Cucian piring bertumpuk? Artinya anak-anak dan pasangan Anda menyukai makan makanan rumahan, hasil masakan Anda. Semua ada sisi positifnya. Konselor bisa membantu Anda. Atau ada sanak keluarga Anda yang bisa jadi penengah.

Pengalaman saya, tidak terlalu sulit menyelamatkan pernikahan kita sampai anniversary ke 15. Asal kita terus belajar dan memupuk pohon cinta Anda. Seperti sebuah pepatah anonim berikut:

“The most important four words for a successful marriage: ‘I’ll do the dishes. ‘”

Setuju? (dakwatuna. com/hdn)

 

PhD students at School of Education and Social Work, The University of Sydney, Australia. Medial teacher at Faculty of Medicine, Syiah Kuala University. Researcher at Tsunami Disaster and Mitigation Research Center
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...