Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Karena Memilih Juga Ada Tuntunannya

Karena Memilih Juga Ada Tuntunannya

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Pemilihan Ulang Pilgub Maluku Utara (inet)
Pemilihan Ulang Pilgub Maluku Utara (inet)

dakwatuna.com – Sebagai orang muslim, kita tak bisa melepaskan diri dari hakikat bahwa setiap tindakan dan perilaku kita pasti akan meninggalkan bekas dan akan dibalas. Ada konsekuensi dan akibat yang akan kita temui di akhirat kelak. Kalau catatan dan status yang kita tulis beberapa tahun yang lalu saja masih disimpan rapi oleh laman facebook misalnya, maka kita bisa membayangkan betapa panjang dan menumpuknya file aktivitas kita selama hidup di dunia ini, semua tercatat rapi, tak ada yang terlewatkan baik yang besar maupun yang remeh, dalam buku laporan yang akan disampaikan malaikat kelak di yaumil hisab.

Maka apapun yang kita lakukan semestinya ada cantolan dan ikatan dengan motivasi ‘hari akhir’ sebagai tempat berpulang kelak. Bukankah kita telah berjanji bahwa sholat, kurban, hidup dan mati kita adalah untuk Allah Rabb semesta alam?. Hidup dan mati berarti meliputi semua aktivitas kita sebelum ruh keluar dari tenggorokan.

Termasuk dalam urusan menentukan pilihan, baik yang terkait dengan urusan pribadi seperti pekerjaan, pasangan, tempat tinggal, maupun terkait kapasitas kita sebagai bagian dari komunitas masyarakat, maka kita juga seyogianya menjadikannya sebagai bagian dari memenuhi janji kita pada Rabb semesta alam tersebut.

Dan agama telah memberikan tuntutan, arahan dan rambu-rambu dalam segala sisi kehidupan kita, termasuk ketika kita memilih hal-hal yang baik dari urusan kita tadi.

Sebagai misal, ketika memilih makanan dan minuman, panduannya adalah yang halal dan thayyib. Halal dari sisi kandungan dan bahan. Proses pengolahannya juga aman, tidak bersinggungan dengan hal yang haram, atau tidak mengalami proses yang membuatnya berubah menjadi haram. Cara mendapatkannya juga halal; tidak mencuri, memanipulasi, atau bermain curang, karena Rasulullah SAW bersabda:

قاتل الله اليهود إن الله عز و جل لما حرم عليهم شحومها أجملوه ثم باعوه فأكلوا ثمنه

Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi, sesungguhnya Allah mengharamkan bagi mereka shahm (lemak) dari bangkai, kemudian mereka mencairkannya dan menjualnya, kemudian memakan uangnya”. Mereka mengakali dengan mencairkan lemak tersebut sehingga hilanglah istilah ‘lemak’ karena statusnya berubah menjadi minyak.

Kriteria kedua adalah thayyib atau baik. Thayyib pengaruhnya bagi jasad maupun thayyib bagi psikologis yang mengonsumsi nya. Sehingga makanan yang halal jika tidak cocok bagi kesehatan kita atau tidak sesuai dengan selera hati kita, karena tidak terbiasa atau jijik ya lebih baik dihindari. Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saat diberitahu bahwa daging yang dihidangkan adalah daging dhabb (biawak), beliau menarik tangannya dan bersabda: “Makanlah kalian karena ini halal, namun ia bukan makananku”. Dalam riwayat lain beliau bersabda: “Makanan ini tak ada di tempat kami dan aku tak suka memakannya”.

Kalau kita mau meningkat lagi dan mengikuti jejak orang-orang yang wara’, yang sangat berhati-hati dan menjaga diri dengan meninggalkan bahkan hal-hal yang halal agar mendapat posisi aman dari hal yang haram, maka itu adalah keutamaan. Seperti Bisyir al-Hafi yang menjadi ikon wara’ karena tumbuh dalam keluarga yang sangat berhati-hati dan jeli terutama terkait dengan apa yang mereka konsumsi. Kakak perempuannya bahkan tak mau memakan makanan olahan. Kita tahu makanan olahan bisa tercampur dengan bahan yang tidak jelas baik sengaja maupun tidak. Saudarinya jugalah yang mendatangi Imam Ahmad untuk meminta fatwa apakah ia boleh mengambil untung dari hasil tenunan yang ia kerjakan dengan memanfaatkan lampu penerangan prajurit istana yang melewati rumahnya, karena biasanya ia hanya bekerja siang hari atau ketika ada bulan purnama. Sungguh wara’ yang sangat langka sampai orang sekaliber Imam Ahmad saja takjub dibuatnya.

Dalam memilih teman dan sahabat dekat, Rasulullah SAW membuat perumpamaan teman yang baik seperti penjual minyak wangi yang memberikan banyak kebaikan dan keuntungan. Sebaliknya, teman yang buruk seperti tungku pandai besi, api bisa menyambar badan atau baju kita, atau paling kurang kita kecipratan bau tak sedap dan udara tak menyehatkan. Bahkan untuk menegaskan urgen nya memilih teman yang baik, beliau sampai mewanti-wanti: “Seseorang berada dalam pengaruh agama sahabatnya, maka hendaknya setiap kalian mengamati siapa yang menjadi sahabatnya”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). “Berteman dengan orang yang tamak akan membangkitkan sifat tamakmu, sementara berteman dengan orang yang zuhud akan membuatmu zuhud, karena tabiat manusia ingin menyerupai dan mengikuti orang yang dekat dengannya meski tanpa ia sadari“, demikianlah Imam al-Ghazali memberikan penjelasan.

Ketika hendak memilih rumah tinggal, bukan keindahan dan kenyamanan rumahnya saja yang menjadi prioritas, tapi pertimbangkan kondisi tetangga sekitar, dan lingkungan yang menjadi tumbuh kembang anak-anak juga tak kalah penting. Makanya Nabi berpesan: “Carilah tetangga sebelum membeli rumah, dan kawan sebelum perjalanan”. (Musnad al-Qudha’i). Begitulah pentingnya memilih tetangga, karena Rasulullah saja berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk di rumah tempat tinggal”. (Shahih Ibnu Hibban).

Kalau memilih pasangan, Rasulullah memberikan nasehat: “Pandai-pandailah memilih tempat untuk meletakkan nutfah kalian”. (Mustadrak Al-Hakim)

Dan kriteria umumnya adalah ‘ma thaba lakum’, yang thayyib dan thayyibah bagi kalian, yang baik, yang kalian senangi dan cenderungi, yang cocok dengan kondisi diri dan keluarga, dan itu bisa dengan mempertimbangkan harta, rupa, atau status dunia, namun semuanya tetap berada dalam bingkai: ‘Dzatu Din’, jadi baik agamanya adalah sebagai standar utama. Sampai ditekankan bahwa budak hitam yang beriman lebih baik dari pada wanita cantik dan menarik tapi tak beriman, dan wanita seperti ini seperti rumput hijau yang tumbuh di tempat sampah.

Dalam memberikan keberpihakan, dukungan dan afiliasi, tak bisa tidak, kita juga mesti kembali kepada nilai-nilai qur’aniyah dan nabawiyah dalam memberikan keberpihakan, seperti misalnya firman Allah Ta’ala: “dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”. (QS. An-Nisa’: 105).

Jangan menantang dan memusuhi orang-orang yang baik-baik, bukan pendosa, hanya demi membela mereka yang sebenarnya pengkhianat, karena sesungguhnya: “Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat (Surat Yusuf: 52).

Jangan memihak mereka yang tidak menghargai pendapat, tidak mempedulikan nasib orang-orang lemah dan tertindas, merampas, bahkan tak jarang sangat mudah baginya menyakiti atau menghilangkan nyawa jika ada yang dianggap menentang atau mengancam posisinya, padahal Rasulullah SAW pernah bersabda: “Lenyapnya dunia benar-benar lebih sepele di hadapan Allah daripada tertumpahnya darah seorang muslim dengan cara yang tidak hak”. (HR. Ibnu Majah).

Salah satu tanda yang juga perlu kita amati adalah sikapnya terhadap ajaran agama, karena ulama berkata: “Barangsiapa menyia-nyiakan sholat, maka dia akan lebih mudah menyia-nyiakan urusan lainnya”.

Maka jangan mudah tertipu dengan gebyar, kemewahan dan indahnya kata-kata yang dihembuskan melalui berbagai corong media untuk mendukung kebatilan. Jangan tergoda banyaknya materi yang disodorkan untuk membeli hati orang beriman. Al-Khatib al-Baghdadi telah mencontohkan bagaimana beliau menjaga kemuliaan dan wibawanya dengan menghempaskan uang sebanyak tiga ratus Dinar yang dihamparkan di sajadah nya saat berkumpul dengan para jamaah di masjid.

Kita mesti cerdas, jeli dan mampu menelaah berbagai fenomena keburukan yang dihias dengan begitu indahnya oleh pengusungnya untuk menutupi keculasan, dan kejahatan serta kebobrokan mereka yang parah. Umar RA berkata: “Aku bukanlah orang yang culas dan penuh tipu daya, dan orang yang culas tak bisa memperdayaiku”.

Kalau kita masa bodoh, tak mau peduli dan asal memberikan dukungan, terjadilah apa yang dikatakan seorang penyair :

إننا بمنازل تحكم في آسادهن ذئاب

Sungguh, kita berada di rumah-rumah yang singa di dalamnya dikendalikan oleh srigala”. Jangan sampai kita terkena imbas doa Rasulullah untuk pemimpin yang buruk karena telah berperan menyukseskan mereka: “Ya Allah, barangsiapa menjadi pemimpin bagi urusan ummatku kemudian menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia”. (Shahih Muslim).

Kita tentu mengharapkan pemimpin yang bijak, adil dan obyektif mau menerima nasehat, santun dan berwibawa, serta menghormati nilai-nilai luhur moral dan agama, dan kita punya andil dalam mewujudkannya. Sungguh tepat nasehat yang mengatakan: “Diantara nikmat Allah yang terbesar atas orang mukmin adalah dia tidak menjadi penolong bagi orang yang dzhalim dan tidak menjadi penentang demi membela orang yang berkhianat” (Muhamad el-Shinqiti).

Semoga Allah memberi kita ketajaman mata hati, petunjuk dan bimbingan agar mudah menentukan pilihan-pilihan terbaik dalam semua sisi kehidupan ini, agar ia tak keluar dari bingkai ibadah dan ketaatan. Wallahu a’lam bi shawab. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pengajar dan penerjemah yang memiliki minat pada issu seputar wanita dan pendidikan.

Lihat Juga

Sebuah Pilihan

Figure
Organization