Topic
Home / Berita / Silaturahim / Sabar Bukan Hanya Untuk Korban Bencana

Sabar Bukan Hanya Untuk Korban Bencana

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

 

Catatan dari Garut - Bagian Ketiga (nana sudiana)
Catatan dari Garut – Bagian Ketiga (nana sudiana)

dakwatuna.com – Perjalanan kami menyusuri titik demi titik lokasi yang pernah terdampak musibah bukan hanya tak mudah, namun juga diburu rasa gelisah. Ya, kami ingin segera mengetahui dengan pasti semua tempat bagaimana kondisinya sehingga kami akan memulai memetakan apa yang bisa segera kami lakukan. Bukan apa-apa, kami sadar, semakin lama warga tanpa kejelasan dan hanya menunggu, kami khawatir semakin mereka depresi atau sakit. Banyak dokter dan tenaga medis di setiap posko memang, namun urusan jiwa bukankah berasal dari dalam diri dan selalu berkorelasi dengan harapan akan masa depan.

Sentuhan bantuan, kunjungan dan penyediaan fasilitas di pengungsian sementara mungkin menghibur mereka dan melupakan sejenak duka dan kesedihan dalam jiwa. Namun seberapa lama hal ini akan mereka terima. Kita harus menyadari bahwa kehidupan mereka bukan hanya dibangun diatas material berwujud fisik seperti rumah atau tempat tinggal, mereka juga membutuhkan kehidupan sosial yang berfokus pada ketenangan jiwa akibat dari terpenuhinya  harapan, cita-cita dan keinginan diri serta keluarganya.

Ditengah-tengah kondisi paska bencana banjir bandang di Garut, para relawan dan lembaga yang membantu korban bencana harus menyadari bahwa kita juga perlu menyapa jiwa mereka. Mengajak berbicara bukan sebagai korban dan penolongnya semata, namun juga sebagai sesama saudara. Termasuk nasihat sabar, nasihat ini bukan hanya untuk korban bencana namun juga bahkan yang pertama kali untuk relawan dan para aktivis sosial dan kemanusiaan yang datang dan membantu korban bencana.

Salah satu yang harus kami tahan di lapangan adalah benar-benar sabar dalam arti sebenarnya. Sabar dari rasa haus dan lelah ketika membantu mereka dan sabar atas perilaku warga yang sedang kita bantu. Sepekan setelah bencana melanda Garut, warga tak sepenuhnya pulih traumanya, bahkan ada sejumlah perilaku yang mungkin tak sadar mereka lakukan, di sinilah ujian bagi relawan yang datang.

Dalam perjalanan kami dan Tim IZI di lapangan, tepat hari kedelapan saat setelah bencana sebenarnya bantuan yang ada telah memadai, bahkan khusus untuk pakaian lebih dari cukup. Sejumlah posko pengungsian telah terkelola secara memadai. Pemerintah beserta seluruh pihak yang membantu juga cukup aktif memastikan sejumlah bantuan bagi korban bencana.

Pekerjaan rumah yang menjadi tugas relawan dan tim sosial dan kemanusiaan kini secara perlahan bergeser. Ada tugas untuk lebih banyak menyapa warga korban bencana, mengajak mereka beraktivitas sehingga melupakan sejenak masalah mereka. Karena tak semua pengungsi selalu ada di posko, tentu dibutuhkan seni tersendiri untuk membuat mereka bisa tersapa. Salah satu jalan adalah dengan mengajak mereka bicara. Biarkan mereka bercerita tentang bencana ini, juga tentang keluarga dan tetangga mereka yang berjuang di menit demi menit ketika bencana melanda.

Setelah itu, kita harus segera masuk ke pertanyaan apa mau mereka setelah ini?. Dan di sejumlah tempat yang kami jumpai, ternyata keinginan untuk segera punya usaha dan mendapatka  penghasilan untuk keluarga mereka cukup banyak mengemuka, terutama dari bapak-bapak dan mereka yang tergolong laki-laki dewasa. Mereka bilang, untuk rumah biarlah kami bersabar menunggu pemerintah, namun urusan makan dan minum, mereka bilang kami malu lama-lama dibantu.

Sejumlah orang yang kami temui, sebut saja salah satunya pa Asep yang ada di Kampung Cimacan bercerita bahwa ia tak betah diminta tinggal di pengungsian. Walaupun rumahnya hancur dan tak layak lagi ditempati, ia memilih tetap berada di sekitar rumah dan mencoba mencari peluang untuk bisa berusaha lagi. Ia jualan  bubur ayam sebelumnya, nah saat musibah ini datang, Alhamdulillah keluarganya selamat semua, namun barang-barang di rumah hancur bahkan hanyut terbawa banjir. Termasuk yang hanyut ini adalah gerobak bubur ayamnya yang entah kemana terseret arus yang menggila.

Sabarnya korban, barangkali sudah terlihat dan benar-benar mereka rasakan. Sehingga tak perlu dengan vulgar kita katakan : “sabar ya pa atas musibah ini”. Tatapan serta mimil Kang Asep ini telah menjelaskan dengan baik, bagaimana ia bisa sabar. Ia bahkan bersyukur bahwa keluarganya selamat semua.

Nah, kini giliran kita para aktivis sosial dan kemanusiaan serta mereka yang bergerak dari Lembaga Amil Zakat atau Badan Amil Zakat yang juga membantu dan hadir sejak awal bencana. Di catatan kami yang ada di komunitas Forum Zakat, ada lebih dua puluh lembaga zakat yang membantu musibah banjir bandang di Garut.

Untuk kita semua yang membantu, sabarnya tak cukup dengan kata-kata, namun kini bagaimana kesabaran itu kita uji untuk semakin berbuat banyak membantu korban bencana yang ada di sini. Sehingga mereka akhirnya bisa sabar dan juga syukur karena saudara-saudaranya datang dan membantu mereka dengan sebenar-benar bantuan dan juga ketulusan. Senyum mereka adalah kebahagiaan kita semua. (Nana Sudiana/SaBah/dakwatuna)

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Program Pascasarjana Islamic Business and Finance di Universitas Paramadina, Jakarta. Partnership Director PKPU sejak 2001-sekarang.

Lihat Juga

Sabar

Figure
Organization