Pernah Bernadzar Akan Berhenti Bekerja Setelah Melahirkan, Ternyata Gaji Suami Tidak Cukup, Bagaimana?

Ilustrasi. (sinarharian.com.my)

Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

dakwatuna.com – Saya mau nanya ustad, saya ingin membantu mengenai masalah yang sedang terjadi pada keluarga kakak saya.. jadi gini ustad, kakak saya pernah bernazar sebelum melahirkan putri pertamanya, kakak saya bernazar apabila setelah melahirkan secara normal kemudian sehat beserta anaknya, beliau akan berhenti bekerja dan fokus untuk mengurusi anak,dan sekarang beliau dan anaknya yang kurang lebih berumur 2 bulan ini sehat wal afiat.. masalahnya adalah, beliau ingin bekerja kembali untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, karena jika mengandalkan gaji suaminya itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dipastikan tidak cukup, tapi beliau khawatir apabila kembali bekerja akan terjadi sesuatu pada dirinya maupun keluarganya. demikian saya sampaikan atas amanah ibu saya, mohon respon dan bimbingannya ustad..

Jazakallah khairan katsiran

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Fajar M

Jawaban:

Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan tentang definisi nadzar,

إِلْزَامٌ مُكَلَّفٍ مُخْتَارٍ نَفْسَهُ لِلَّهِ تَعَالَى بِالْقَوْل شَيْئًا غَيْرَ لاَزِمٍ عَلَيْهِ بِأَصْل الشَّرْعِ

Sikap seorang hamba mewajibkan diri sendiri tanpa paksaan, untuk melakukan perbuatan tertentu yang aslinya tidak wajib secara syariat, dalam rangka ibadah kepada Allah, dengan ucapan nadzar (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 40:136).

Dengan bahasa yang ringkas , seorang bernadzar artinya dia telah mewajibkan diri sendiri melakukan suatu hal yang aslinya tidak wajib, dalam rangka taat kepada Allah swt.

Jika seseorang tidak melaksanakan nadzarnya di waktu tertentu bukan karena ada udzur/halangan, maka semua ulama sepakat bahwa dia harus mengqodhonya di waktu lain dan harus membayar kafarat, kafaratnya sama dengan orang yang melanggar sumpah.

Sedangkan jika tidak melaksanakan nadzarnya di waktu tertentu itu karena ada udzur, maka dia harus mengqodho di waktu lain (semua ulama sepakat), akan tetapi, apakah dia wajib membayar kafarah, dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Adapun pendapat yang dikuatkan para ulama Madzhab Hanbali, dia juga wajib kaffarah, dan pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Qudamah dan yang lainnya (al-Inshaf, 16:439).

Kafarah orang yang melanggar sumpah, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam Alquran,

فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ

“Kaffarahnya adalah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu langgar. ” (Q.s. Al-Maidah: 89)

Kafarahnya ada 4 macam :

  1. Memerdekakan budak, jika tidak mampu
  2. Memberi pakaian (lengkap) 10 orang muslim dhuafa , kalau tidak mampu
  3. Memberi makan lengkap 10 orang muslim dhuafa
  4. Berpuasa tiga hari

Terkait dengan kondisi kakak saudara, jika benar-benar penghasilan suami belum mencukupi, maka dia harus melaksanakan nadzarnya saat penghasilan suami sudah mencukupi, sebagai qodhonya. Dan membayar kafarah seperti dijelaskan di atas. Artinya nadzar aslinya tetap harus dilaksanakan, jika belum bisa waktu sekarang, maka di waktu mendatang, dan membayar kafarah. Demikian.

Wallahu a’lam. (dakwatuna.com/hdn)

Konsultan Ketahanan Keluarga RKI (Rumah Keluarga Indonesia). Tenaga Ahli Fraksi Bidang Kesra, Mitra Komisi viii, ix, x. Ibu dari 7 putra-putri penghapal Alquran. Lulusan S1 Jurusan Teknologi Pertanian IPB, dan S2 di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...