Topic
Home / Berita / Opini / Si Kecil Omran, Durrah, dan Tangisan Dunia

Si Kecil Omran, Durrah, dan Tangisan Dunia

Bocah Suriah berusia 5 tahun, Omran Daqneesh, yang diselimuti debu dan darah, duduk di dalam ambulance setelah diselamatkan dari puing-puing reruntuhan bangunan yang terkena serangan udara Rusia di Aleppo pada 17 Agustus 2016. (Mahmoud Rslan / Getty Images)
Bocah Suriah berusia 5 tahun, Omran Daqneesh, yang diselimuti debu dan darah, duduk di dalam ambulance setelah diselamatkan dari puing-puing reruntuhan bangunan yang terkena serangan udara Rusia di Aleppo pada 17 Agustus 2016. (Mahmoud Rslan / Getty Images)

dakwatuna.com – Baru-baru ini masyarakat dunia dibuat sedih dengan menyaksikan foto Omran Daqneesh, seorang anak kecil asal Suriah yang menjadi korban serangan pesawat tempur Rusia di Aleppo, Kamis (18/8/2016) lalu. Dari foto ini kemudian jutaan pasang mata masyarakat di dunia seakan terbelalak, terbangun dari tidurnya, hingga terbayang di benak mereka akan kesulitan hidup yang dialami anak-anak seperti Omran di Suriah.

Sebenarnya, foto anak kecil yang menjadi korban perang Suriah jumlahnya sangat banyak. Namun mungkin karena gambar dan pemberitaannya yang berulang-ulang, dengan angle berita yang sama, masyarakat dunia menganggapnya seperti angin lalu, dan berlalu begitu saja.

Dengan foto Omran itu seakan masyarakat dunia baru tersadarkan, bahwa ada kepedihan yang mendalam tengah dihadapi oleh warga Suriah. Seakan-akan indera mereka yang selama ini “buta” baru merasakan adanya tragedi kemanusiaan yang besar di sana. Namun pertanyaannya adalah, apakah ini sekedar rasa iba atau memang ada kesungguhan untuk menolong mereka?

Omran adalah anak Suriah yang hidup di Aleppo. Usianya baru genap empat tahun. Di malam penyerangan itu Omran terduduk di dalam ambulance. Wajahnya penuh dengan debu dan darah, yang mengalir segar membasahi sebagian mukanya. Omran terduduk dengan pandangan kosong. Ia berhasil selamat setelah para relawan mengeluarkannya dari bawah reruntuhan rumah yang hancur lebur oleh roket pesawat tempur dari sekutu rezim Asad, Rusia.

Mahmud Ruslan, fotografer yang mengabadikan foto Omran mengatakan, foto anak-anak Suriah yang berhasil ia dapatkan dalam kondisi perang, biasanya dalam kondisi tak lagi bernyawa, pingsan atau kalau pun masih hidup mereka akan meraung-raung kesakitan. “Tapi berbeda dengan Omran, ia duduk terdiam,  tatapannya kosong, seakan ia tak menyadari apa sebenarnya yang sedang menimpa dirinya,” jelas Ruslan seperti yang dikutip situs Aljazeera.net.

Foto dan juga video yang merekam kondisi Omran itu dengan cepat menyebar ke jejaring media sosial dan mendapatkan banyak simpati. Media-media cetak dan elektronik juga tidak ketinggalan, mereka turut mengambil bagian untuk memasang gambar pedih tersebut di halaman utama surat kabar mereka.

Menurut sang fotografer, ia merekam kejadian itu pada pukul 19.15 waktu Suriah, tak lama setelah ia mendengar serangan pesawat tempur ke sebuah lokasi padat penduduk. Lalu ia mendapati sebuah bangunan yang hancur lebur. Dari balik reruntuhan bangunan itulah para relawan mendapati Omran beserta keluarganya dalam kondisi penuh luka.

Aylan Kurdi, seorang balita Suriah, ditemukan tergeletak tak bernyawa dalam posisi terlungkup di atas pasir, terdampar di bibir pantai Semenanjung Bodrum, Turki, 2 September 2015. Ia bersama keluarganya menyelamatkan diri dari krisis berkepanjangan di negerinya. Bersama dengan rombongan pengungsi Suriah lainnya, Aylan meninggalkan kamp yang menampung mereka di Turki. Mereka mencoba untuk berlayar menuju Yunani menemui saudara mereka yang selamat di sana. Namun malang, kapal yang ditumpangi Aylan dihantam ombak, sehingga terbalik dan akhirnya tenggelam. (YouTube)
Aylan Kurdi, seorang balita Suriah, ditemukan tergeletak tak bernyawa dalam posisi terlungkup di atas pasir, terdampar di bibir pantai Semenanjung Bodrum, Turki, 2 September 2015. Ia bersama keluarganya menyelamatkan diri dari krisis berkepanjangan di negerinya. Bersama dengan rombongan pengungsi Suriah lainnya, Aylan meninggalkan kamp yang menampung mereka di Turki. Mereka mencoba untuk berlayar menuju Yunani menemui saudara mereka yang selamat di sana. Namun malang, kapal yang ditumpangi Aylan dihantam ombak, sehingga terbalik dan akhirnya tenggelam. (YouTube)

Tragedi ini membuka kembali file-file lama tentang anak-anak Suriah yang menjadi korban kekejian tentara rezim Asad. Satu tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 2 September 2015, dunia dibuat iba dengan foto seorang bocah berusia 3 tahun yang sudah tak lagi bernyawa. Ia bernama Aylan Kurdi, yang ditemukan dalam posisi terlungkup di atas pasir, terdampar di bibir pantai Semenanjung Bodrum, Turki.

Aylan adalah seorang anak kecil asal Suriah. Ia bersama keluarganya menyelamatkan diri dari konflik berkepanjangan di negerinya. Bersama dengan rombongan pengungsi Suriah lainnya, Aylan meninggalkan kamp yang menampung mereka di Turki. Mereka mencoba untuk berlayar menuju Yunani menemui saudara mereka yang selamat di sana. Namun malang, kapal yang ditumpangi Aylan dihantam ombak, sehingga terbalik dan akhirnya tenggelam.

Perang mungkin memang kejam. Rentetan tembakan dan roket-roket pesawat tempur seakan mengarah tanpa miliki target yang jelas. Sering sekali warga sipil tak berdosa justru menjadi korban, termasuk di antaranya adalah anak-anak. Suriah menyimpan banyak cerita tentang itu.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia pada hari Senin (8/8/2016) lalu mengumumkan, jumlah korban revolusi di Suriah sejak 18 Maret 2011 hingga 31 Juli 2016 mencapai 292.817 orang, diantaranya adalah 84.472 sipil. Dari jumlah korban sipil, sebanyak 14.711 orang di antaranya adalah anak-anak.

Bukan hanya di Suriah, Palestina juga banyak menyisakan kepedihan yang sama. Beberapa foto anak-anak yang menjadi kekejaman dari penjajah Israel turut mengguncang dunia. Nurani bangsa-bangsa di dunia seakan terketuk, dipaksa meneteskan air mata yang membangkitkan emosi menentang Israel, walaupun, semua itu hanya spontanitas dan tidak berlangsung lama.

Muhammad Al-Durrah, 11 tahun, bersama ayahnya yang menjadi kekejaman Zionis Israel dengan cara ditembak, 29 September 2000. (theguardian.com)
Muhammad Al-Durrah, 11 tahun, bersama ayahnya yang menjadi kekejaman Zionis Israel dengan cara ditembak, 29 September 2000. (theguardian.com)

Beberapa tahun silam, sebuah foto menggugah juga menggucang dunia. Tepatnya di negeri terjajah Palestina, 29 September 2000, seorang bocah menjadi korban kekejaman Zionis Israel. Anak kecil Palestina itu bernama Muhammad Durrah, berusia 11 tahun. Ia tewas ditembus timah panas tentara Israel ketika berlindung bersama sang Ayah di balik tong semen.

Talal Abu Rahma, kameramen untuk Perancis Channel 2 yang mengabadikan tragedi mematikan itu bercerita, saat merekam kejadian itu dirinya hanya berada beberapa meter dari lokasi korban. Ia dapati seorang ayah dan putranya tengah bersembunyi di balik tong yang dihujani rentetan peluru tentara Israel. Talal lalu menyalakan videonya untuk merekam kejadian yang mengharukan tersebut.

Gambar video yang diambil Talal ini ternyata mampu menghentakan nurani masyarakat dunia. Nampak Muhammad Al-Durrah yang dihujani peluru oleh tentara Israel, walaupun sang Ayah saat itu sudah berteriak “Jangan tembak!”. Kondisi seperti itu terjadi selama 45 menit, hingga akhirnya sniper berdarah dingin Israel terus memuntahkan pelurunya hingga mengenai si kecil Durroh beserta ayahnya.

Ayahnya terkena lima peluru dan Muhammad Al-Durroh, sang anak meninggal di tempat dengan terkena empat peluru. Ia langsung roboh ke dalam pelukan ayahnya.

Apa yang terjadi selanjutnya? Rekaman video itu dikabarkan menyebar hingga ke masyarakat dunia dua hari setelah kejadian. Kecaman dan kutukan datang bertubi-tubi ke penjajah Israel.

Ya, betul hanya kecaman. Hal yang sama bukan saja menimpa Durrah, Aylan dan Omran, tapi juga kepada anak-anak lainnya. Durrah hanyalah seorang anak kecil yang tidak membahayakan. Ia dan ayahnya tidak membawa senjata. Umumnya orang-orang Palestina melakukan perlawanan dengan batu mereka karena memang tidak ada senjata lain, tapi itu pun tidak ditemukan dari Durrah dan ayahnya. Lantas atas dasar apakah penjajah Israel memberondong mereka dengan peluru-peluru tajam?

Omran pun demikian. Hanya seorang anak kecil yang berusaha berlindung dari serangan-serangan ganas tentara Rusia dan Asad. Ia dan keluarganya lebih memilih berdiam di dalam rumah karena yakin mereka berada di tempat aman. Tapi siapa sangka di malam yang gelap, roket pesawat tempur Rusia menghantam rumah mereka. Luluh lantak hingga rata dengan tanah.

Tangisan dunia seakan hanya menjadi penghias kepedihan mereka. Hanya sejenak, nyaris tidak berarti apa-apa. Hanya mewarnai halaman-halaman berita utama berbagai media di dunia, dan itu hanya satu, dua hari saja. Lalu, semuanya kembali lupa dengan kepedihan yang mereka alami. Terbukti hingga saat ini, Israel masih menjajah Palestina, dan Rusia bersama rezim Asad masih terus membantai rakyat Suriah. Akhirnya foto pilu anak-anak korban kezaliman hanya dikenang oleh para fotografer atau pun kameramen yang meliputnya. Mereka mendapat penghargaan. Adapun obyek foto mereka masih terus merana, hingga sekarang. Entah sampai kapan? Wallahu Al-Mustaan. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Peneliti di Pusat Studi Islam Wasathiyah dan Aktivis Palestina di LSM Asia-Pacific Community For Palestine

Lihat Juga

Pemimpin Chechnya Tagih Janji Mo Salah Kembali Kunjungi Grozny

Figure
Organization