Topic
Home / Berita / Opini / Kasus Vihara Tanjung Balai Tentang “Ketidaktepatan Hukum Newton Aksi=Reaksi dalam Kasus Sosial”

Kasus Vihara Tanjung Balai Tentang “Ketidaktepatan Hukum Newton Aksi=Reaksi dalam Kasus Sosial”

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Insiden pembakaran vihara di Tanjungbalai Sumatera Utara bermula menjelang shalat Isya, Jumat (29/7/2016)
Insiden pembakaran vihara di Tanjungbalai Sumatera Utara bermula menjelang shalat Isya, Jumat (29/7/2016)

dakwatuna.com – Insiden pembakaran vihara di Tanjungbalai Sumatera Utara bermula menjelang shalat Isya, Jumat (29/7/2016).

Persoalan bermula dari keluhan seorang warga etnis Tionghoa bernama Meliana (41), warga Jl Karya Kelurahan Tanjungbalai Kota I, Kecamatan Tanjungbalai, terhadap suara adzan yang dikumandangkan di Masjid Al Maksum Jl Karya.

Sesudah shalat Isya, sekitar pukul 20.00 sejumlah jemaah dan pengurus mesjid mendatangi rumah Meliana. Lalu atas prakarsa Kepala Lingkungan, Meliana dan suaminya dibawa ke kantor lurah.
Protes Meliana tersebut rupanya memicu pengurus masjid mendatangi kediaman Meliana. Mereka mempertanyakan mengapa Meliana terganggu dengan suara adzan.Karena suasana memanas, petugas Tanjung Balai Selatan segera mengamankan Meliana dan suaminya

Kejadian ini merupakan sebuah fenomena kurangnya tingkat toleransi beragama di antara masyarakat di Indonesia, sangat disayangkan hal ini terulang kembali setelah kejadian Kerusuhan Tolikara, Kepaon Denpasar bahkan Kerusuhan Poso yang banyak menyisakan Duka.

“Jika benar wanita Tionghoa ini meminta untuk mengecilkan suara pengeras suara adzan maka tidak ada yang salah dalam sikapnya. Bisa jadi ada keluarganya sedang sakit dan kemungkinan-kemungkinan lainnya.

Ya, Terkadang orang terlalu over dalam bereaksi terhadap sesuatu, sampe sampe berbuat anarkis. Oleh karena itu saya sering sampaikan baik dulu pas SMA maupun di kampus bahwa hukum Newton “aksi=reaksi” akan sangat tidak ilmiah jika dimasukkan dalam kasus kasus sosial kemasyarakatan” Ungkap Darihan Mubarak selaku President IsEF 2016-2017 dalam diskusinya.

Permasalahan kasus umat beragama di Indonesia tidak akan pernah hilang karena keberagaman umat beragama dan kurangnya tingkat toleransi di antara umat beragama.

Langkah solutif yang harus dilakukan baik pemerintah, para tokoh agama dan masyarakat adalah pada penguatan tingkat solidaritas dan kekompakan serta toleransi antar umat beragama, dalam kejadian ini tiada yang patut disalahkan selama kita belum menemukan jawaban pasti tentang kasus tersebut, karena dalam kejadian ini keduanya melakukan hal yang kurang tepat, adanya aksi yang overload dan cenderung emosional yang tinggi.

Salah satu langkah awal dalam hal ini adalah mengembalikan semangat Nasionalisme antar umat beragama seperti era penjajahan Belanda atau penjajahan Jepang yang memfokuskan diri pada persiapan kemerdekaan perlu dibangun kembali untuk mengingatkan akan tolerannya bangsa ini. (aji/dakwatuna)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization