Topic
Home / Berita / Opini / Mengagumi Erdogan Sebagaimana Asing Mengagumi Soekarno

Mengagumi Erdogan Sebagaimana Asing Mengagumi Soekarno

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Erdogan tuntut pemulangan Gulen dari AS (awdnews.com)
Erdogan tuntut pemulangan Gulen dari AS (awdnews.com)

dakwatuna.com – Pandangam yang mengatakan bahwa pencinta Erdogan layaknya pindah ke Turki sana adalah pandangan yang menunjukkan kerdilnya cara berfikir mereka. Terlihat kebencian yang ada.

Erdogan pasti punya celah dan khilaf, tapi dia punya kebaikan. Nyata dan fakta dia buktikan. Wajar orang selain Turki mengaguminya. Betapa banyak bangsa kita mengagumi tokoh dunia lainnya yang telah menyemai kebaikan. Bunda Theresia, Nelson Mandela, Mahatma Gandhi, Luther King, Dalai Lama, Vladimir Putin, Obama dan tokoh-tokoh dunia lainnya.

Suatu hal yang wajar, jika mengagumi suatu sosok yang telah berhasil dan nyata meyemai kebaikan. Sangatlah wajar juga, jika saat ini banyak yang mencintai dan mengagumi Erdogan dalam kepemimpinannya. Coba flashback, ketika Soekarno memimpin Indonesia, betapa banyak pengagum beliau. Asia, Afrika, bahkan bangsa Barat pun kenal dengan sosok beliau. Apakah Soekarno punya celah? Pasti. Sama seperti Erdogan.

Namun, yang harusnya kita fikirkan, mengapa mereka sangat dicintai dan dikagumi? Itu yang harusnya dicari. Sila pembaca bisa mencari semaian kebaikan dari sosoknya. Banyak tersebar khususnya setelah kudeta gagal ini terungkap. Tentu dengan sumber yang jelas. Apakah wajar beliau dikagumi, termasuk oleh bangsa lain?

Saya tidak menapik, bahwa saya mengagumi kepemimpinan beliau. Bukan tiba-tiba mengaguminya, namun mencari tahu siapa sebenarnya beliau dan jatidirinya. Amat sangat wajar di tengah kegamangan umat yang sedang rapuh, dengan gagahnya berdiri menyatakan dirinya bahwa Allah-lah tujuan kita. Menumbangkan perlahan berhala sekularisme di Turki hingga menjadi pahlawan terdepan ketika bangsa dan umat Islam tersudutkan.

Lihatlah peranan beliau pada Palestina, Rohingnya, Suriah, Mesir, Negara-negara Afrika yang memang sedang kesusahan. Sangat sulit mencari peranan beliau dicari di media-media Indonesia yang cederung kurang berminat menyoroti sosok baiknya. Sehingga media internasional menjadi jedela dari peranan beliau bagi Turki dan Islam. 10 tahun menjadi Perdana Menteri ditambah periode ini menjadi Presiden Turki menjadi bukti bahwa beliau sangat dicintai rakyatnya bahkan umat Islam dunia. Suksesi ini menjadikan Turki yang awalnya merupakan negara yang sakit, menjadi negara yang kuat dari berbagai lini. Wajar saja jika beliau dikagumi.

Pun sama sebagaimana Soekarno ketika menjadi Presiden Indonesia dan menjadi pahlawan bagi bangsa Asia dan Afrika yang baru saja terbebas dari imperialisme jajahan barat. Banyaknya pengagum beliau di senatero dunia membuktikan beliau memberi pengaruh yang kuat kala itu hingga saat ini.

Ketegasan beliau saat bersua dengan Amerika Serikat, Rusia dan kekuatan adidaya lainnya makin menunjukkan kapasitas dan kapabilitas beliau sebagai pemimpin berpengaruh di dunia.

Apakah Soekarno memiliki haters? Tentu. Bukan hanya musuh politik yang jelas seperti Pemerintahan Belanda, negara-negara penjajah lainnya. Bahkan sahabat, karib dan teman sejawat beliau di dalam negeri pun juga demikian menunjukkan ketidaksengangan kepada beliau. Apakah suatu yang wajar? Sangatlah wajar. Setiap pengaruh baik itu positif dan negatif pasti berdampak dan kontra terhadap pengaruh itu.

Jika Soekarno dirindukan dan dikagumi oleh bangsa-bangsa Asia Afrika yang memperjuangkan kemerdekaan dan imperialisme barat, lalu Erdogan yang dirindukan dan dikagumi oleh dunia Islam dengan memperjuangkan Islam dan negara-negara Islam dari kesewenangan dalam merusak harga diri umat. Seharusnya, bangsa kita saat ini pun harus berperan menonjolkan tokoh yang serupa dengan semaian kebaikan yang jelas, gagah dan terhormat.

Marwah suatu bangsa dilihat dari kehormatan pemimpin bangsanya. Jika pemimpin suatu bangsa lemah dan mudah dilecehkan, maka terlecehkan juga bangsa itu. Jika pemimpin bangsa kuat dan terhormat memperjuangkan bangsanya, maka kuat dan terhormatlah bangsa itu. Semoga pemimpin bangsa kita bisa menjaga marwah bangsa Indonesia guna menjaga harga diri bangsa ini, sebagaimana Soekarno dan Erdogan. Bukan membiarkan kepemimpinan yang lemah serta mengingatkan akan janji-janjinya. (hanif/dakwatuna)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Ketua DKM FISIP Universitas Padjadjaran, Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization