Mengenal Hakikat Manusia

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Berbicara tentang manusia takkan pernah terlepas dari pembelajaran sejarah.  Pembelajaran sejarah menunjukkan selalu ada hegemoni manusia di atas bumi dibandingkan makhluk ciptaan Allah SWT yang lain.  Hal ini tentu tidak dapat dinafikan karena penciptaan manusia sejak awal mengindikasikan adanya pemberian status ‘mulia’ oleh Allah SWT[1].  Walaupun pada awalnya dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang bodoh karena amanah yang ia emban, status kemulian tetap melekat pada diri manusia sebagaimana yang telah Allah SWT jelaskan dalam ayat Al Quran [2].

Kisah keberadaan manusia bermula sejak Nabi Adam as.  diciptakan.  Saat itu Allah SWT meminta kepada Iblis dan Malaikat untuk bersujud kepada Adam as[3].  Namun, Iblis menolak perintah Allah SWT tersebut dan membangkang dengan logika yang tak masuk akal bahwa asal penciptaan nya menjadi bukti bahwa ia lebih mulia dari Adam as[4].  Allah SWT pun melaknat Iblis sampai hari pembalasan atas sikap yang ia tunjukkan dan memvonis nya sebagai penghuni neraka[5]. Iblis tidak mau pasrah dan menyerah atas keputusan Allah SWT, sekalipun ia mengakui keimanan nya hanya kepada Allah SWT.  Ia bersumpah untuk menjerumuskan Adam as.  beserta anak cucu keturunannya sehingga dapat menemaninya menjadi penghuni neraka[6[.  Maka, jadilah Nabi Adam as.  beserta Hawa dihukum oleh Allah SWT diturunkan ke Bumi karena mengabaikan perintah-Nya disebabkan godaan Iblis[7].  Hal yang paling perlu diingat adalah sejak turunnya Adam as.  ke Bumi, tidak menjadikan sumpah Iblis terselesaikan.  Karena ia bersumpah untuk menjerumuskan manusia secara keseluruhan.

Setelah penurunan Nabi Adam as.  ke bumi, maka tugas manusia bertambah.  Pada awalnya hanya beribadah kepada Allah SWT (saat itu Nabi Adam as.  dan Hawa masih berada di Surga), muncul tugas lain yang diemban oleh manusia yakni menjadi khalifah di Bumi Allah[8].  Kedua hal inilah (yang tak lain juga merupakan tujuan penciptaan manusia) yang menjadi tolak ukur Iblis beserta anak cucu keturunannya untuk menyelewengkan manusia dari tugas yang dibebankan kepada mereka.

Dunia oleh Allah SWT dijadikan pembebanan dua tugas ini yang harus dilaksanakan oleh manusia.  Keberadaan dimensi dunia sebagai tempat dan waktu pembebanan tugas memberikan implikasi dengan adanya dimensi yang bersifat eskatologis, yaitu akhirat sebagai tempat dan waktu pembalasan.  Adanya dua dimensi ini menjadi bukti kuat bahwa siapa saja manusia yang berhasil lolos dari godaan dunia yang dilancarkan kepadanya, maka ia akan mendapatkan balasan terindah, yaitu dikembalikan ke tempat asal mulanya di akhirat berupa Surga [9].  Demikian juga sebaliknya, siapa saja manusia yang terjerumus oleh godaan dunia, maka ia akan bersama Iblis tersiksa di dalam neraka [10].  Kedua implikasi ini merupakan suatu hal metafisik yang tentu dapat dimengerti oleh setiap manusia jika memiliki The Worldview of Islam yang dijadikan sebagai alam pikiran dan pandangan hidup.

Pembebanan dua tugas ini yang tak lain adalah sebuah amanah tidak serta merta Allah SWT berikan kepada manusia.  Setidaknya Allah SWT memberikan tujuh pilar kehidupan yang menjadi sumber daya untuk menopang amanah yang ia pikul.  Ketujuh sumber daya tersebut tak lain adalah alam semesta, akal, fitrah, syahwat, syariat, kebebasan memilih, dan waktu.  Ketujuh sumber daya ini dapat digunakan oleh manusia jika ia memanfaatkan potensi ketakwaan yang ia miliki dengan melakukan pembersihan jiwa atau dapat disebut Tazkiyatun Nafs[11].  Jika manusia tidak memanfaatkan potensi ketaqwaan nya ini, maka ia akan mudah tergoda oleh bisikan Iblis dan para pengikutnya.  Ia akan terjerumus ke dalam potensi kejiwaan yang cenderung kepada kefujuran[12].  Setiap manusia yang dapat membersihkan jiwanya ia akan mendapatkan keberuntungan berupa balasan Surga di akhirat kelak.  Namun, jika potensi kefujuran dalam jiwa manusia lebih dominan, maka ia akan menjadi orang-orang yang merugi di akhirat kelak.  Setiap manusia diberikan kebebasan memilih untuk menapaki dan meretas jalan ketakwaan atau jalan kefujuran[13].

Pemilihan jalan ketakwaan atau jalan kefujuran bergantung kepada jiwa manusia.  Jiwa manusia merupakan aspek paling unik yang dimiliki oleh manusia [14].  Jiwa ini akan cenderung kepada tiga hal dimana ruh dan hawa saling tarik ulur untuk mengalahkannya.  Apabila hawa lebih dominan dibandingkan ruh, maka yang menguasai jiwa manusia adalah keinginan untuk memenuhi selera kesenangan semata dan jiwa akan cenderung untuk selalu menyuruh raga kepada kejahatan[15].  Jika pengaruh kekuatan antara ruh dan hawa seimbang, maka logika akan banyak bicara.  Akan terjadi konflik dan pergolakan yang keras antara keinginan amal shalih dan kecenderungan maksiat sehingga akan menjadikan jiwa selalu menyesali diri[16].  Sedangkan apabila yang dominan adalah dorongan ruh dibandingkan dorongan hawa, maka manusia akan berzikir pada setiap keadaan sehingga jiwa menjadi tenang[17].

Pada akhirnya, semua hakikat manusia ini akan jelas dipahami jika dunia telah hancur karena kiamat yang terjadi.  Pada saat itu manusia akan diminta pertanggungjawaban atas amanah yang diberikan kepadanya berupa tugas untuk beribadah kepada Allah SWT semata dan menjadi khalifah di muka bumi.  (dakwatuna. com/hdn)

Catatan Kaki:

[1] As – Sajdah: 9, Al Isra: 70.  Al Baqarah: 29. [2] Al Ahzab: 72 [3] Al Baqarah: 34 [4] Al A’raf: 12 [5] Al Hijr: 35 [6] Al Hijr: 36, 43; Al A’raf : 21 [7] Al A’raf: 24 [8] Adz – Dzariyat: 56; Al Baqarah: 30 [9] Al Baqarah: 25 [10] Al Baqarah: 24 [11] Asy –Syam: 9 [12] Asy – Syam: 10 [13] Al Balad: 10 [14] Asy – Syam: 7 [15] Al Furqon: 43 [16] Al Baqarah: 9 [17] Ali ‘Imran: 191

Lahir di Medan, 8 Maret 1996. Saat ini tinggal di Kota Bandung. Pernah menempuh pendidikan di Yayasan Ummul Quro Bogor, Ma'had Husnul Khotimah Kuningan dan Insan Cendekia Serpong. Memiliki minat dalam sains dan energi serta selalu berusaha mengungkapkan kebenaran ilmiah dengan cahaya ilmu yang berada di Al-Qur'an. Berbagai perlombaan dan prestasi telah diraih olehnya dan Insha Allah dapat menorehkan prestasi yang lebih membanggakan. Dalam hidup berusaha untuk dapat menjadi yang terbaik dintara yang lain dalam ketaqwaan kepada Allah. Semoga Allah memudahkan sekaligus meridhoi apa-apa yang dilakukan olehnya dan ia pun ridho atas apa yang Allah SWT tentukan untuknya. Saat ini sedang berusaha menggeluti dunia tulis menulis dengan baik dan selalu menjadi mujahid yang haus akan ilmu dan hikmah. Penulis merupakan salah satu mahasiswa dan aktivis dakwah kampus di Institut Teknologi Bandung ??? ???? ?? ????? ??? ? ???? ??
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...