Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Belajar dari Sato san, Seorang Muslim Penduduk Asli Jepang

Belajar dari Sato san, Seorang Muslim Penduduk Asli Jepang

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (superiorwallpapers.com)
Ilustrasi. (superiorwallpapers.com)

dakwatuna.com – Islam merupakan agama minoritas di Jepang, sebagian muslim di negara ini adalah pendatang dari negeri lain seperti Indonesia, Pakistan Bangladesh, dll. Jumlah muslim yang berasal dari orang Jepang sendiri tidak terlalu banyak.

Meskipun demikian, ada banyak kisah inspiratif dari pemeluk muslim dari penduduk asli Jepang yang menerima hidayah. Salah satunya adalah kisah presiden komunitas muslim sekaligus ketua takmir masjid di kota kami tinggal. Suatu kota di daerah utara Jepang.

Tepat waktu

Pak ketua takmir di masjid kota kami adalah orang Jepang asli. Beliau rutin menjemput jamaah ke masjid setiap Isya dan Shubuh. Jarak antara asrama mahasiswa dengan masjid di kota kami sekitar 5 km. Hal ini dilakukan semenjak masjid di kota ini berdiri, akhir tahun 2007.

Jadwal dan titik lokasi penjemputan sudah ditentukan. Untuk sholat isya, di asrama mahasiswa misalnya, jadwalnya adalah pukul 8.45. Beliau akan datang tepat di jadwal yang sudah ditentukan tersebut.

Pernah suatu ketika beliau terlambat, tidak ada 5 menit sebenarnya, di perjalanan beliau berulangkali memohon maaf. Sato san adalah representasi orang muslim yang disiplin dan tepat waktu.

Bukankah semestinya seorang muslim itu harus menghargai waktu?

Karena bagi setiap muslim, waktu adalah kehidupan. Kehidupan manusia adalah waktu yang dilaluinya dari mulai ia lahir sampai ia meninggal dunia”. Karena itu, menurut Yusuf Qardhawi, menyia-nyiakan waktu, walau hanya seperseribu detik sekalipun, sama-sama halnya dengan menyia-nyiakan kehidupan. Bagi seorang muslim sedetik saja ia tidak dapat memanfaatkan waktunya maka ia akan kehilangan sebagian dari kehidupannya.

Pemimpin adalah pelayan

Beberapa waktu yang lalu ada kebocoran pipa air yang digunakan oleh masjid. Sebagai presiden dari komunitas Muslim di Sendai, Sato san menggali tanah untuk mencari sumber kebocoran pipa tersebut, sendirian.

Beliau juga tidak risih mencuci dan menjemur sendiri handuk yg habis dipakai oleh jamaah setelah habis wudlu. Semua dia kerjakan dengan ikhlas, penuh harapan balasan yg lebih baik di kehidupan akherat nanti.

Usia bukan penghalang

“ Kenal teman saya, Sihite san? tanya pak presiden suatu ketika pada kami.

“ Dia teman saya ” imbuhnya.

Pak Sihite ini adalah mantan pejabat di salah satu kementerian di Jakarta, sekarang sudah pensiun. Beliau adalah lulusan Universitas di kota ini. Anaknya seangkatan dengan saya.  .

Usia pak presiden memang tak lagi muda, lebih dari 75 tahun. Meskipun demikian, hal ini tak menghalangi beliau untuk menjemput jamaah untuk sholat di masjid tiap waktu sholat Isya dan Shubuh. Usia memang semakin menua, tetapi semangatnya tetap muda.

Suhu dan waktu bukan penghalang

Suhu adalah salah satu tantangan untuk dapat sholat berjamaah di masjid, terutama di musim dingin. Saat puncaknya, suhunya di kota kami bisa mencapai -6 (minus enam) derajat. Air yang diletakkan di luar, saat suhu seperti ini akan membeku. Suhu ini setara dengan settingan freezer kulkas untuk membuat es.

Tantangan lain untuk berjamaah di masjid saat musim dingin adalah salju. Ketebalan salju dapat mencapai puluhan cm. Bagi mobil, diperlukan roda khusus untuk dapat melewati jalan bersalju.

Selepas musim dingin, suhu merangkak naik. Demikian juga waktu sholat shubuh. Mulai bulan Mei ini, misalnya, waktu sholat shubuh di kota kami mulai dari jam 2 an. Semakin lama semakin maju, puncaknya menjelang bulan Ramadhan.

Sholat taraweh selesai pukul 11. Meskipun demikian, kurang dari jam 2 beliau tetap konsisten untuk menjemput para jamaahnya, yang sebagian besar orang Indonesia, untuk pergi ke masjid.

Kita, yang masih muda, yang tinggal di negeri mayoritas muslim, yang adzan shubuh terdengar jelas, yang rumahnya hanya sepelemparan batu dari masjid, nampaknya harus banyak belajar dari beliau. (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Ayah dua anak, saat ini sedang belajar di Jepang.

Lihat Juga

Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi, Emir Qatar Lakukan Tur Asia

Figure
Organization