Topic
Home / Berita / Internasional / Eropa / Theresa May, PM Baru Inggris yang Dikenal Anti Islam

Theresa May, PM Baru Inggris yang Dikenal Anti Islam

Theresa May
Theresa May, PM Baru Inggris yang menggantikan David Cameron. (citraindonesia.com)

dakwatuna.com – London.  Perdana Menteri Inggris, David Cameron akhirnya meletakkan jabatan pascakeluarnya Inggris dari Uni Eropa atau British Exit (Brexit). Sebagai penggantinya adalah Theresa May yang akan menjadi PM wanita kedua Inggris setelah Margaret Thatcher yang menjabat pada 26 tahun lalu.

Bagi Muslim Inggris, May punya catatan buruk. Ia membatasi gerak Muslim Inggris dengan membuat RUU Keamanan pada 2015.

RUU itu pun sukses membungkam para mahasiwa Muslim untuk menyuarakan pendapatnya karena takut dianggap ekstremis. Selama menjadi menteri dalam negeri, May mengklaim berhasil mempersempit ruang gerak teroris sehingga negaranya menjadi lebih aman.

“Tapi dia hanya sedikit mengakui umat Muslim adalah bagian dari Inggris,” kata seorang Muslim Inggris, seperti dilansir republika.co.id

Karier politik May dimulai saat ia terpilih menjadi anggota parlemen pada 1997 untuk daerah pemilihan Maidenhead, Berkshire. Selang dua tahun, saat Partai Konservatif dipimpin William Hague, ia terpilih menjadi menteri bayangan untuk mengurusi sektor pendidikan. Kariernya kian moncer setelah pada 2002 ia menjadi pengurus inti partai di bawah kepemimpinan Iain Duncan Smith.

Namun, peran May sempat tenggelam dan ia tidak mendapatkan posisi strategis saat David Cameron dan George Osborne meroket. Nasib politiknya baru membaik pada 2009 saat pos menteri bayangan untuk bidang ketenagakerjaan dan pensiunan dipercayakan kepada dia.

Saat Partai Konservatif berkuasa dengan berkoalisi dengan Liberal Demokrat, Theresa ditunjuk menjadi menteri dalam negeri. Ia pun membuktikan sebagai politikus kelas wahid dan menghancurkan mitos kursi mendagri adalah “kuburan” bagi para politikus.

Perlahan tapi pasti, perempuan yang lahir pada 1 Oktober 1956 di Sussex itu mampu menurunkan angka kejahatan. Tetapi kebijakannya mendeportasi ulama Abu Qatada menuai kontroversi.

Kebijakannya dianggap timpang lantaran ia menghentikan ekstradisi Gay McKinnon ke AS, namun tidak bagi Talha Ahsan. Keduanya didakwa atas kejahatan yang hampir serupa. Perbedaanya Ahsan adalah seorang Muslim.

“Dalam melakukan ini, ia memberi kami pesan yang jelas. Ada satu aturan untuk orang kulit putih di Inggris Theresa May dan satu lagi untuk umat Islam yang tinggal di sana.”

Label May tidak menyukai umat Muslim kian terlihat saat meraih penghargaan Islamphobia of the Year 2015. “Ini jelas, tindakan May sebagai mendagri menciptakan suasana di mana kebencian dan kekerasan terhadap Muslim menjadi norma sosial. Ketika diumumkan ia menjadi perdana menteri, saya membayangkan tiga juga Muslim Inggris akan dipaksa melepaskan iman mereka.”

Ia menyarankan May melepaskan ketakutannya terhadap umat Muslim seperti saat menjabat sebagai mendagri.

Dikutip dari bbc Indonesia, Tak lama setelah resmi menjabat perdana menteri, May langsung menyusun kabinetnya, yang antara lain terdiri dari mantan walikota London, Boris Johnson -yang menjadi salah satu ujung tombak kubu yang ingin memisahkan diri dari Uni Eropa- sebagai Menteri Luar Negeri.

Johnson mengganti Philip Hammond yang akan bertugas sebagai Menteri Keuangan, menggantikan George Osborne, yang menggundurkan diri dari kabinet.

Sementara politisi yang menentang keanggotaan Inggris di Uni Eropa, David Davis, menjadi Menteri Urusan Keluar dari Uni Eropa, yang akan melanjutkan proses resmi bagi Inggris untuk ke luar dari Uni Eropa. (SaBah/dakwatuna)

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization