Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Apakah Rasulullah SAW Menafsirkan Semua Ayat Al-Quran?

Apakah Rasulullah SAW Menafsirkan Semua Ayat Al-Quran?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

 

Ilustrasi. (sufara.ba)
Ilustrasi. (sufara.ba)

dakwatuna.com – Allah ta’ala berfirman,

وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزل إليهم ولعلهم يتفكرون

Yang artinya, “Dan telah kami turunkan kepadamu (Muhammad) ad-Dzikra untuk menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka supaya mereka berpikir.” (An-Nahl: 44)

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjelaskan semua makna Al-Quran kepada para sahabatnya secara rinci, baik lafazh, tarkib, serta hukum? Ataukah beliau hanya menjelaskan sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain? Kemudian jika beliau menjelaskan semua hal dalam Al-Quran, dalam hal apa penjelasan tersebut?

Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah miqdar Rasulullah dalam menafsirkan dan menjelaskan Al-Quran. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-  telah menjelaskan Al-Quran secara keseluruhan baik lafazh perlafazh dan juga makna ayat secara keseluruhan. Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Ibnu Taimiyah. (Ibnu Taimiyah, Muqadimah Fi Ushuli At-Tafsir, hal. 9)

Selain pendapat di atas, ada juga ulama lainnya, semisal Imam Asy-Syuyuti, yang berpendapat bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam–  tidak menjelaskan makna Al-Quran secara keseluruhan kepada para sahabatnya. (Asy-Suyuti, Al-Itqan, 2/179)

Tentu kedua ulama tersebut, serta ulama lainnya yang mengikuti salah satu dari dua pendapat di atas memiliki dalil masing-masing untuk mendukung pendapatnya. Karena tabiat para ulama salaf kita tidak akan berbicara tanpa ilmu; dalil dari Al-Quran dan as-Sunah serta atsar-atsar para sahabat. Berbeda dengan ulama khalaf saat ini yang kebanyakan dalam memberikan fatwa terkesan asal-asalan dan tanpa mau merujuk kembali pada Al-Quran, as-Sunah dan pendapat para ulama salaf yang dapat dipercaya karena tuntutan rating.

Sekarang, mari kita lihat bersama dalil-dalil yang diajukan masing-masing pihak dalam masalah ini.

Dalil Pendapat Pertama

Pertama, Ulama golongan pertama berpendapat bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-  telah menjelaskan dan menafsirkan semua bagian yang ada dalam Al-Quran berdasarkan firman Allah  dalam surat an-Nahl ayat ke 44 yang artinya, “Dan telah kami turunkan kepadamu (Muhammad) ad-Dzikra untuk menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka supaya mereka berpikir.” (An-Nahl: 44)

Yang dimaksud dengan penjelasan dalam ayat di atas adalah penjelasan terhadap semua makna Al-Quran sebagaimana Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam–  menjelaskan semua lafazhnya. Sebab, jika Rasulullah menjelaskan lafazhnya, maka beliau juga akan menjelaskan makna ayat. Namun, jika tidak demikian, maka Rasulullah hanya terbatas untuk menjelaskan ayat yang Allah  perintahkan untuk menjelaskannya berdasarkan bimbingan dari Allah .

Kedua, hadis yang diriwayatkan dari Abdirrahman as-Sulma at-Tabi’i bahwasanya dia berkata, “ Telah memberitahukan kepada kami orang-orang yang membacakan Al-Quran kepada kami, seperti Utsman ibn Affan, Abdullah ibn Mas’ud dan selain keduanya: bahwasanya mereka jika belajar (Al-Quran) dari Rasulullah maka mereka tidak akan melampaui sepuluh ayat sampai mereka mempelajari apa yang terkandung dalamnya dari ilmu dan amal. Mereka (para sahabat) berkata, ‘maka kami belajar Al-Quran, al-ilmu dan amal sekaligus’”

Karena sistem belajar yang demikianlah, para sahabat menghabiskan waktu yang lumayan lama untuk belajar Al-Quran. Seperti Abdullah bin Umar yang menghafalkan surat al-Baqarah dalam waktu delapan tahun. Hal tersebut beliau lakukan karena beliau tidak akan beranjak ke ayat atau surat lainnya sebelum beliau mengerti apa yang beliau pelajari dan sekaligus mentadaburi ayat-ayat tersebut.

Sudah maklum, jika seseorang ingin mentadaburi sebuah ayat, maka dia harus mengerti makna ayat tersebut. Bagaimana mungkin ingin mentadaburi tapi tidak paham maknanya? Atsar tersebut menunjukkan bahwa para sahabat belajar Al-Quran dari Rasulullah sekaligus belajar makna keseluruhan sebagaimana belajar lafazh-lafazhnya.

Ketiga,  Golongan pertama memberikan pengandaian, bahwa kebiasaan suatu kaum yang mempelajari hisab, astronomi, misalnya, mereka tidak hanya membacanya tanpa memahaminya. Bagaimana dengan Al-Quran, kitab yang mereka(para sahabat) jadikan pedoman, apakah mungkin mereka tidak mempelajari maknanya secara keseluruhan dan tidak menanyakannya kepada Rasulullah dari apa yang tidak mereka ketahui?

Keempat, Atsar dari Umar ibn al-Khattab yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah, bahwa beliau berkata, “ Ayat yang terakhir turun adalah ayat tentang riba, dan sesungguhnya Rasulullah diwafatkan sebelum menafsirkannya.” Ini menunjukkan bahwa Rasulullah menjelaskan semua ayat yang diturunkan kepada beliau kecuali ayat tentang riba karena beliau wafat sebelum menjelaskan makna ayat tersebut.

Demikianlah dalil-dalil yang digunakan oleh Ibnu Taimiyah dan ulama yang sependapat dengan beliau. Untuk lebih jelasnya, penjelasan ini bisa kita lihat dalam Muqaddimah Uhsul At-Tafsir dalam bab inâyatu as-shohâbah wa at-tâbi’in bima’âni al-quran.

Dalil Pendapat Kedua

Pertama, Atsar dari Aisyah, Ummul Mu’minin, yang diriwayatkan oleh al-Bazar, “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-  tidak menafsirkan sesuatu dari Al-Quran kecuali beberapa ayat yang dapat dihitung yang beliau pelajari dari Jibril.

Kedua, Penjelasan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam–  terhadap semua makna Al-Quran adalah suatu hal yang sulit dan tidak mungkin kecuali terhadap beberapa ayat saja.  Sebab penjelasan makna adalah hasil istimbat berdasarkan tanda-tanda dan dalil-dalil, dan Allah  tidak memerintahkan rasul-Nya untuk menjelaskan semua makna Al-Quran karena Allah  ingin manusia berpikir dan mengerahkan segenap kemampuannya untuk mendapatkan penjelasan terhadap makna Al-Quran.

Ketiga, andai saja Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-  menjelaskan semua makna Al-Quran, beliau tidak akan mengkhususkan doa untuk Ibnu Abbas “allahumma faqqihu fi ad-din wa ‘alimhu at-takwil.” Doa ini mengindikasikan bahwa Rasul meminta kepada Allah  agar Ibnu Abbas memiliki kemampuan untuk menafsirkan Al-Quran. Yang secara otomatis akan menggiring pemahaman kita bahwa ada ayat yang memang belum ditafsirkan oleh Rasulullah.

Pendapat pertengahan

Ustadz Muhammad Husain ad-Dzahabi, seorang ulama tafsir al-Azhar, menjelaskan dalam karyanya at-Tafsir wa al-Mufasirun bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menafsirkan banyak ayat dalam Al-Quran sebagaimana yang kita jumpai dalam hadis-hadis tentang tafsir ayat.  Tetapi, yang perlu kita ketahui bersama adalah, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak menjelaskan semua ayat Al-Quran. Sebab dari ayat-ayat Al-Quran, ada yang maknanya hanya Allah ta’ala yang tahu, seperti ayat-ayat mutasyabihat. (Husain ad-Dzahabi, at-TafsÎr wa al-Mufasirun 1/42)

Wallahu ‘alam bi al-murâd. (dakatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumni Ponpes Maskumambang Gresik, Jatim. Kader Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Jakarta.

Lihat Juga

Perlunya Belajar Tafsir Al-Qur’an Bagi Setiap Muslim

Figure
Organization