Topic
Home / Berita / Opini / Kita Terpuruk dan Mereka Kemaruk (Serakah)

Kita Terpuruk dan Mereka Kemaruk (Serakah)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

 

ilustrasi, tentara (inet)
ilustrasi, tentara (inet)

dakwatuna.com – Saya sich pengennya gak mau pusing mikirin negara dan umat. Tadinya pengen fokus ngurus biaya sekolah anak, dagang lancar, urusan sekolah tuntas. Bisa tambah cabang dan investasi di segala bidang.

Tapi, panggilan nurani kagak bisa ditolak. Islam mengajarkan, berjuang melawan kezhaliman walau dengan ekspresi ketidaksetujuan. Hidup fii sabilillah sebelum mati fii sabiilillah.

Jadi, saya amati mengapa umat Islam terpuruk, lalu musuhnya makin kemaruk? Salah satu sebabnya. Kalangan muslim yang kebetulan menjadi fudhalaul qaum (orang terhormat), akabir (orang berpengaruh), uzhama (tokoh sentral), qiyadah (elit komando, decision maker), mereka tidak siap dievaluasi.

Kalau gagal, selalu bahasa konspirasi yang dimunculkan. Bukan introspeksi awalan. Tsumma hadapi konspirasi. Karena posisi pembesar, qiyadah, fudhala adalah posisi tanggungjawab bukan takrim (pemuliaan)

Rasul menyebut perannya dengan sabda, “Innahu laa yakdzibu ahlahu” (tidak akan berdusta pada anggotanya). Artinya berada di posisi puncak berarti harus siap pada proses syafafiyah (transparansi). Hal yang nampaknya hilang tenggelam.

Kehebatan qiyadah, dia berani mengakui kekurangan (asy-syaja’h ‘alal i’tiraf bittaqshir). Walau dia bisa saja berlindung di balik keagungan jubah, kesaktian tongkat komando, atau kehebatan tim lobi.

Bandingkan qiyadah di Islam dengan qiyadah di Israel saat ini. Setiap kali berperang dan prajuritnya mati atau tertawan. Israel selalu membentuk Komisi Penyidik. Bahkan vonis hukuman bisa dijatuhkan hingga pada level Presiden.

Di dunia Arab dan Islam. Kalah di perang 1967, hingga saat ini. Tidak ada Komisi Penyidik yang dibentuk. Transparansi seakan dianggap virus mematikan di dunia Arab dan dunia Islam.

Demikian juga dengan kegagalan Arab Springs dan reformasi di Indonesia. Mengapa kaum Sekuler, Liberal, Islamphobia, Syiah, Komunis sangat cepat mencuri kembali cita-cita kita untuk menjadi bangsa bermartabat? Adakah evaluasi dan transparansi?

Jawabannya pasti apologetik. Konspirasi korporat dan pihak Zionis-Salibis. Tapi tak pernah menyentuh masalah dasar: mengapa kita tak mampu head to head dengan mereka?

Era reformasi gagah diisi tokoh-tokoh Islam. Hanya bertahan 2 tahun. Kaum Liberal kembali manggung dengan jargon reformasi, tapi sejatinya membunuh reformasi. Demikian halnya dengan Jakarta di tahun 2004. Adakah evaluasi?

Alquran menegaskan tentang kegagalan itu, qul huwa min ‘indi anfusikum (Katakan (hai Muhammad), itu berasal dari diri kalian sendiri). Musibah kita saat ini tidak punya tokoh sentral level qiyadah, fudhala, ‘uzhama yang siap dievaluasi dengan konsep reward and punishment.

Sebagai rakyat dan anggota. Kita disuruh seperti pepatah Arab:

تسلق يا عزيزي وتبوأ مقعدك وأحط نفسك بالدراويش تارة وبالمحاسيب تارة أخرى، ومد قدميك في وجه الجميع وردد وسيرددون من خلفك مدد… مدد

“Kawan, teruslah jalan. Isi tempatmu. Sesekali perbanyak penggemar di sekelilingmu. Juga kaum fanatik. Arahkan 2 kakimu ke semua orang, lalu ulangi. Mereka pasti mengelukanmu di belakang. Lanjutkan, lanjutkan!” (nandang/dakwatuna.com)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization