Bapak, Polisi Dalam Keluarga

Ilustrasi. (ist)

dakwatuna.com – Embun pagi yang terjatuh ke bumi menemani sebuah langkah kaki seseorang. Langkah kaki itu terasa seperti diburu oleh waktu. Agak samar-samar terdengar oleh telinga, karena keadaan yang setengah terbangun dari Alam Mimpi. Hati pun mulai bertanya ‘Siapakah gerangan yang sedang terburu-buru?’

Tubuh pun dipaksa bangun dan keluar untuk mencari seseorang yang membangunkan pagiku dengan langkahnya itu. Saat aku keluar dan melihat, sangat tak asing wajahnya bagiku. Ya, bukan tak asing lagi, tetapi sangat erat dengan kehidupanku. Dia adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berbadan agak gemuk. Wajah tampannya sedikit ditutupi oleh keriput-keriput. Ya, dia adalah Bapakku.

Sudah sangat biasa tidurku diganggu oleh suara langkah kaki yang tergesa-gesa untuk segera bersiap pergi ke kantor. Bapak adalah satu-satunya tulang punggung keluarga, Ia bekerja sebagai Polisi. Karena tuntutan pekerjaan, Ia setiap hari selalu pergi ke kantor saat jam sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Dengan menyantap sarapan yang hanya setengah piring berukuran sedang, Ia lalu bergegas pergi ke kantor, berharap Ia tidak terlambat.

Bapak adalah orang yang selalu disiplin, mungkin juga karena profesinya yang sebagai Polisi jadi dituntut harus tetap disiplin. Tidak hanya dalam pekerjaan, Bapak juga menerapkan kedisiplinannya kepada Istri dan Anak-anaknya. Kedisiplinan tersebut diterapkan dalam berbagai hal yang ada di rumah, contohnya merapihkan kamar, mencuci piring, membersihkan rumah, dan lain-lain.

Bapak adalah orang yang sangat sibuk. Itu sebabnya aku agak kurang suka dengan pekerjaan Bapak. Bapak selalu bekerja setiap hari, bahkan saat tanggal merah pun Bapak kadang tetap bekerja. Pada hari biasa pun, Bapak berangkat Pukul 06.00 dan pulang Pukul 18.00. Terkadang Bapak juga harus pulang larut malam karena ada urusan mendadak.

Setiap malam sehabis pulang bekerja, Bapak selalu menyempatkan pergi ke kamar anak-anaknya untuk melihat apakah anaknya sudah tidur atau belum. Bapak memanglah orang yang terlihat ‘cuek’, tetapi percayalah bahwa Bapak adalah orang yang sangat peduli terhadap keluarganya. Ketika Bapak mendapati anaknya tertidur dengan tidak menggunakan selimut, Bapak pasti akan langsung memakaikan selimut kepada anak-anaknya.

Bapak jarang mempunyai waktu untuk sekedar jalan-jalan dengan Istri dan Anaknya. Tetapi, bapak selalu berusaha membahagiakan Istri dan Anaknya dengan membelikan apa yang kami mau. Memang itu tidaklah cukup untuk membahagiakan kami, tetapi kami mencoba untuk mengerti pekerjaan Bapak. Bapak kerja keras pagi hingga larut malam juga karena untuk membahagiakan keluarganya, dan kami sangat bangga dengan itu.

Banyak orang yang memandang sebelah mata profesi seorang Polisi. Cibiran-cibiran dari berbagai pihak pun sering terdengar. Tetapi menurutku itu semua tidak benar. Hanya segelintir oknum-oknum polisi ‘nakal’ sajalah yang berperilaku sebagaimana yang mereka cibirkan. Aku sudah pasti marah terhadap orang-orang yang memandang sebelah mata para Polisi.

Orang-orang tersebut tidak pernah tau bagaimana perjuangan seorang Polisi yang ingin melindungi orang banyak hingga mempersekiankan keluarganya. Seorang Polisi rela pergi pagi pulang malam dan bahkan tidak pulang hanya untuk menuntaskan kasus-kasus yang membahayakan umat manusia. Tidak peduli sedang sakit atau sehat, seorang Polisi tetaplah harus menjalankan tugasnya dengan baik.

Aku sangat merasakan bagaimana rasanya mempunyai Ayah yang berprofesi sebagai Polisi. Bagaimana kesibukannya hingga tak banyak waktu yang Ia luangkan untuk keluarga, bagaimana kondisinya yang meskipun sakit tetapi tetap harus bekerja, dan lainnya.

Terkadang, rasa kesal dan sedih datang menghampiri. Kesal karena Bapak sangat sibuk, dan sedih melihat Bapak terus menerus bekerja tanpa memikirkan kondisinya. Pernah suatu ketika Bapak merasakan sakit dibagian kakinya. Sakit itu lumayan besar hingga Bapak susah untuk duduk. Aku menyadari hal itu ketika aku sholat berjamaah dengan Bapak, Bapak terlihat kesusahan untuk duduk saat Tahiyat.

Setelah selesai sholat pun aku lantas bertanya kenapa dengan kaki Bapak. Bapak pun hanya menjawab bahwa kakinya tiba-tiba sakit. Meskipun kakinya sedang sakit begitu, Bapak tetap pergi untuk bekerja seakan-akan tidak ada apa-apa dengan kakinya.

Sehari, dua hari, tiga hari, sampai seminggu aku memperhatikan kaki Bapak, tetapi tetap saja tidak ada perubahan. Kaki Bapak tidak mulai membaik, tetapi Bapak masih saja memaksakan diri untuk bekerja. Hingga suatu hari aku bertanya ke Ibu, ada apa dengan kaki Bapak. Ibu pun lalu menceritakan semuanya.

Ibu bercerita, bahwa dulu Bapak sangat hobby bermain Sepak Bola. Hingga suatu ketika saat Bapak bermain Sepak Bola, Bapak terjatuh dan kakinya terasa sakit. Bapak lalu dibawa ke Dokter, dan Dokter berkata bahwa tulang kaki Bapak ada yang renggang. Dokter menyarankan Bapak agar mengambil tindakan Operasi, tetapi Bapak tidak mau. Entah apa alasan Bapak menolak tindakan Operasi tersebut.

Karena Bapak tidak mau melakukan Operasi, akibatnya sekarang sakit itu ‘kumat’ lagi. Bapak juga tidak punya waktu untuk memeriksakan kondisi kakinya ke Dokter. Yang Bapak lakukan hanyalah meminum obat pereda rasa sakit yang Ibu beli di Apotek. Ya, begitulah Bapak, Ia tidak mau memanjakan rasa sakit yang Ia rasakan. Yang ada dipikirannya hanyalah Ia harus tetap bekerja demi keluarga.

Meskipun Bapak sangatlah sibuk, tetapi Ia beruntung mempunyai keluarga yang sangat mengerti keadaannya. Sehabis pulang bekerja, Ia selalu menyempatkan diri untuk sekedar berbincang dan bercanda dengan anaknya. Ia juga selalu menanyakan kabar anak-anaknya kepada Ibu. Ya, meskipun Bapak cuek, tetapi Ia-lah yang paling mengkhawatirkan anak-anaknya.

Keluargaku memang sangat jarang memiliki Quality Time untuk sekedar liburan seperti yang dilakukan keluarga-keluarga lain, contohnya pergi ke tempat yang keluarga mereka sukai, makan di tempat yang enak, pergi berbelanja, dan apapun hal lain yang dilakukan keluarga pada umumnya, itu semua karena kesibukan Bapak yang sangat padat. Meski begitu, aku sangat bersyukur dan bahagia melihat Bapak sehat terus. Kebahagiaan tak bisa diukur hanya dengan sekedar bersenang-senang, tetapi kebahagiaan sesungguhnya adalah ketika masih bisa melihat orang yang kita sayangi. Bersyukurlah selagi orangtua kita masih ada di sisi kita. (dakwatuna.com/hdn)

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...