Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Antara Ramadhan, Perang Badar, dan Fathul Mekah

Antara Ramadhan, Perang Badar, dan Fathul Mekah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (dakwatuna/hdn)
Ilustrasi. (dakwatuna/hdn)

dakwatuna.com – Rasulullah saw dan umat Islam memulai perjuangan suci untuk menegakkan Agama Islam di bulan Ramadhan dan memperoleh kemenangan gemilang di bulan Ramadhan pula. Kapankah umat Islam Indonesia mau menapak tilasi fakta sejarah ini?

Setelah Rasulullah saw dan kaum muslimin hijrah dari Mekah ke Madinah, di kota baru ini Rasulullah saw menata umat dan membangun fondasi negara Islam. Dimulai dengan membangun masjid sebagai pusat kegiatan dan pembinaan umat Islam, mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar, sampai membuat perjanjian damai antar suku di Madinah, termasuk dengan Yahudi.

Pada abad II Hijrah, negara yang baru seumur jagung ini mendapat ancaman dari musuh, kafir Quraisy. Kaum kafir Quraisy berjumlah seribu pasukan di bawah pimpinan Abu Jahal bergerak menuju Madinah. Rasulullah saw menyambutnya dengan menghimpun pasukan sejumlah 300 orang. Kedua pasukan berbeda akidah ini bergerak dan berhadap-hadapan di lembah Badar.

Lembah ini diapit oleh dua bukit; di timur diapit oleh bukit ‘Udwah al-Qushwa dan di barat diapit oleh bukit ‘Udwah ad-Dunya. Di sisi selatan, lembah Badar dibatasi oleh bukit al-Asfal. Sejak masa sebelum Islam, lembah tersebut sudah menjadi jalur yang banyak dilintasi kafilah-kafilah dagang asal Mekah atau Yaman yang hendak berniaga ke Syam (Suriah dan Lebanon).

Tanahnya yang subur karena memiliki campuran pasir dan tanah dengan beberapa mata air di lembah tersebut membuat para kafilah bisa singgah beristirahat di lembah ini dengan nyaman. Saat ini, lembah Badar menjadi salah satu kota yang berada di wilayah Propinsi Madinah dengan nama lengkap Kota Badar Hunain. Jarak kota ini dari kota Madinah sekitar 130 km.

Lembah ini menjadi saksi sejarah saat kaum muslimin memukul telak kaum kafir Quraisy dalam perang Badar. Perang ini meletus pada 17 Ramadhan 2 H. bertepatan dengan 17 Maret 624 M. Perang yang sejatinya tidak seimbang ini, baik dari segi jumlah pasukan maupun perlengkapan perang, memberikan pelajaran mahal bagi kita, umat Islam. Betapapun jumlah kita sedikit, kecil, lemah, namun ketika akidah dan iman tertanam kokoh dalam hati, maka Allah pasti menguatkan dan mengokohkan. Allah pasti memberikan pertolongan, bahkan dari jalan yang tidak biasa.

Simaklah kedahsyatan pertolongan Allah yang direkam dalam Al-Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 123-126.

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin, ‘Apakah tidak cukup bagi kamu, Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?’ ‘Ya (cukup)’, jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan, Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan)-mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran : 123-126)

Perang Badar dimenangkan dengan gemilang oleh pasukan muslim atas pertolongan Allah. Pada perang ini, ratusan kaum kafir Quraisy tewas dan pentolan kaum kafir Quraisy, Abu Jahal, tewas oleh mantan budak yang disiksanya, Bilal bin Rabah ra.

Enam tahun kemudian, diawali dengan pengkhianatan kaum kafir Quraisy terhadap perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah saw menghimpun pasukan muslim dengan jumlah 10.000 pasukan. Rasulullah saw bergerak menuju Mekah dengan singgah di beberapa titik. Di satu titik persinggahan, Marra Zhahran, Abu Sofyan, pentolan kaum kafir Quraisy yang tersisa, masuk Islam. Ini pertanda kaum kafir Quraisy sebenarnya tidak berdaya melawan pasukan muslim.

Kemenangan pasukan muslim dalam Fathul Mekah sejatinya telah dikabarkan dua tahun sebelumnya dengan turunnya wahyu surat Al-Fath. Dan, pembuktiannya terjadi pada 10 Ramadhan 8 H. Pasukan muslim memasuki kota Mekah tanpa perlawanan sedikitpun. Pembebasan kota Mekah berlangsung damai dan aman. Rasulullah saw memasuki Masjidil Haram dan menghancurkan berhala-berhala yang mengitari Kakbah.

Pada hari itu, Mekah berubah dari kota kemusyrikan menjadi kota bertauhid. Warga Mekah berbondong-bondong memeluk Islam tanpa paksaan. Kemudian, disusul oleh orang-orang dari berbagai suku di sekitar Mekah dan jazirah Arab lainnya berbondong-bondong masuk Islam. Inilah kemenangan yang nyata, saat umat manusia tersinari oleh cahaya Islam, ketika umat manusia berbondong-bondong masuk agama Islam. Peristiwa ini diabadikan dalam surah An-Nashr.

Mari kita telaah dua peristiwa besar dalam sejarah Islam ini untuk kita petik pelajaran. Menariknya, perang Badar dan Fathul Mekah sama-sama terjadi di bulan Ramadhan. Artinya, Ramadhan adalah bulan perjuangan dan Ramadhan pula bulan kemenangan. Ramadhan adalah momentum bagi kita untuk melakukan perubahan dan perbaikan mendasar dan menyeluruh dalam hidup kita, baik dalam konteks pribadi, keluarga, masyarakat, maupun negara.

Karena itu, tanyakan kepada diri kita sudahkah kita menyusun program Ramadhan? Telah berapa Ramadhan yang kita lalui? Lalu, bagaimana hasilnya? Rasulullah saw hanya menjalani sembilan kali Ramadhan dalam hidupnya. Hasilnya? Dahsyat luar biasa. Bahkan, beliau hanya perlu enam kali Ramadhan untuk menuntaskan perjuangan besar, misi suci nan agung, menerangi alam dengan cahaya Islam.

Jika demikian, ada yang salah dengan Ramadhan kita. Ramadhan berhenti sebatas ibadah ritual yang belum terejawantahkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Kita masih pilih-pilih dalam menjalankan Islam. Yang mudah dan enak diambil, namun yang dirasa berat ditinggalkan. Kita puasa, tapi ekonomi ribawi masih dijalankan. Kita puasa, tapi pendidikan kita sekuler. Kita puasa, tapi masih enggan berzakat dan berinfak. Padahal, perintah puasa Ramadhan pada tahun 2 Hijrah didahului dengan perintah zakat pada tahun yang sama.

Kita puasa, tapi lebih memilih kesibukan dunia daripada memenuhi panggilan Allah (baca: shalat). Padahal, perintah puasa Ramadhan pada tahun 2 Hijrah didahului dengan perintah pemindahan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Kakbah di Masjidil Haram. Kita puasa, tapi alergi dengan tema jihad. Padahal, perintah puasa Ramadhan pada tahun 2 Hijrah disusul dengan perintah jihad fi sabilillah. Simpulannya, kita puasa, tapi sistem hidup kita belum Islami. Sistem hidup kita belum mengikuti sistem hidup Rasulullah saw dan generasi sahabat.

Jika demikian, bagaimana mungkin kemenangan gemilang umat Islam Indonesia akan hadir di Ramadhan tahun ini? Entah, harus berapa Ramadhan lagi, kita bisa meraih kemenangan sebagaimana Fathul Mekah? Bergantung dari kemauan dan kesungguhan kita. Allah memberikan kemenangan dan kekuasaan kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka, mari pantaskan diri, keluarga, lembaga, masyarakat, dan negara kita untuk diberikan kemenangan gemilang. Wallahu A’lam…  (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan yudisium cum laude ini dikenal sebagai penulis, penceramah, trainer, dan pembicara publik. Ia menulis sejak kuliah dan hingga kini telah menulis dan menerbitkan 43 buku dengan 5 buku di antaranya diterjemahkan ke Bahasa Melayu di Malaysia. Ia menjadi pembicara di berbagai sekolah, kampus, lembaga, perusahaan, radio, dan TV Edukasi Pustekkom, Kemdikbud. Bergabung di Dompet Dhuafa pada 2010 sebagai guru di Smart Ekselensia Indonesia, kemudian diamanahi sebagai kepala sekolah, dan kini diberikan tugas sebagai Manajer Penelitian dan Pengembangan Pengetahuan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa.

Lihat Juga

Sambut Ramadhan dengan Belajar Quran Bersama BisaQuran

Figure
Organization