Tarawih, Allah Memudahkannya, Kita Hendaknya Membaguskannya

Ilustrasi. (banyusuam.blogspot.com)

dakwatuna.com – Istilah tarawih sudah sangat kita kenal sejak kecil, meski sebenarnya kita tidak tahu apa sesungguhnya pengertian tarawih tersebut. Pokoknya setiap bulan Ramadhan tiba, orang-orang mengerjakan shalat Tarawih di masjid dengan semarak.

Tarawih artinya istirahat, begitulah penjelasan yang saya terima kemudian. Lantas mengapa shalat dihubungkan dengan istirahat, inilah yang perlu kita perhatikan dengan seksama.

Pada keseharian kita, rasa-rasanya waktu yang kita gunakan untuk beribadah kepada Allah sangat sedikit, tidak sebanding dengan banyaknya nikmat yang Allah berikan kepada kita. Kalau dihitung-hitung, waktu yang disisihkan untuk ibadah bagi kebanyakan kita, tidak mencapai sepersepuluhnya. Kita jauh lebih banyak disibukkan urusan duniawi. Kita lebih banyak menghabiskan umur untuk tidur, bekerja, menikmati hiburan dan istirahat, makan, main-main, dan sebagainya.

Dari beberapa nikmat Allah yang kita nikmati, seperti kesempatan bernafas atau kemampuan melihat, rasanya sudah tidak bisa lagi dinilai harganya. Padahal, nikmat-nikmat Allah keseluruhannya, benar-benar tidak akan mampu kita hitung. Sementara ibadah yang kita kerjakan, hakikatnya juga kebaikannya kembali kepada kita sendiri, karena tentu saja Allah tidak membutuhkan ibadah kita. Bahkan hasil jerih payah urusan duniawi kita, seberapa pun banyaknya, tidak ada apa-apanya bila dibandingkan pahala yang disediakan Allah bagi mereka yang beramal shalih.

Nah sebenarnya Ramadhan adalah karunia Allah kepada kita, agar kita lebih banyak berkesempatan mendekat kepada-Nya. Meski masih jauh untuk bisa dikatakan seimbang antara aspek duniawi dan ukhrawi, setidaknya agar kita tidak terlalu jauh dengan-Nya. Pada bulan tersebut kita lebih diringankan dan dipermudahkan memperbanyak ibadah dan mengurangi aktivitas duniawi. Di samping itu, Allah juga melipatgandakan pahala amal yang dikerjakan pada bulan Ramadhan.

Sebenarnya lingkup ibadah juga sangat luas, tapi lebih spesifik lagi di bulan Ramadhan ini, adalah agar kita lebih menekankan ibadah yang terkait dengan aspek ruhiyah dari pada aspek muamalah, mengondisikan suasana untuk lebih banyak bermesraan dengan-Nya, seperti dengan melakukan puasa, iktikaf, shalat, membaca Al Quran dan berzikir.

Dari sinilah kita bisa memahami makna Tarawih tersebut. Generasi terbaik dari umat ini benar-benar memanfaatkan Ramadhan untuk beribadah, di antaranya menghidupkan malamnya dengan membaguskan shalat. Shalat malam yang biasa dikerjakan di hari-hari biasa, kemudian diperbagus dan diperpanjang di bulan Ramadhan tersebut. Shalat itu dikerjakan lama sekali, sepertiga malam, setengah malam, bahkan ada yang shalat hingga sepanjang malam. Karena lama waktunya inilah, maka di sela-selanya perlu beristirahat agar tidak lelah, Rasulullah beristirahat setiap empat rakaat.

Di samping itu, Allah banyak memberi kemudahan pada shalat ini, sebagai suatu keringanan agar kita mampu menjalankannya. Betapa Allah memudahkannya, shalat ini boleh dikerjakan sendiri, dan boleh dilakukan berjamaah. Boleh dilakukan dengan duduk bila tak mampu berdiri atau mengombinasikan keduanya, boleh dikerjakan di masjid atau juga di rumah. Boleh membaca Al Quran dengan suara keras (jahr) atau pelan (sir). Bahkan di antara ulama memperbolehkan dilakukan dengan membaca mushaf Al Quran manakala kita belum memiliki hafalan yang banyak. Boleh dilakukan sesudah shalat Isya’ meski dikerjakan di akhir malam lebih utama. Jumlah rakaatnya juga fleksibel, boleh menyedikitkan rakaat dan memperpanjang bacaan, atau memperpendek bacaan memperbanyak rakaatnya.

Tulisan ini tentunya tidak memadai untuk dijadikan panduan amal di bulan Ramadhan, sifatnya hanya membuka jendela motivasi untuk memperbagus ibadah di bulan Ramadhan. Masih banyak hal yang harus kita pelajari kepada ahli ilmu terkait shalat Tarawih dan amalan-amalan lain di bulan Ramadhan.

Di balik semua itu, banyak hal yang menjadi kendala bagi kita untuk memperbagus ibadah di bulan Ramadhan ini, termasuk kendala untuk menjalankan shalat Tarawih dengan baik. Kondisi sosial masyarakat kita belum kondusif untuk kita bisa mengoptimalkan ibadah-ibadah tersebut. Sebagai bagian dari komunitas, kita masih terbelenggu berbagai kesibukan duniawi di bulan ini. Alangkah indahnya jika kita hidup di masa generasi yang shalih, di mana berbuat amal kebajikan menjadi sesuatu yang ringan. Namun sebelum hal itu terwujud, setidaknya kita menjadi bagian dari upaya perbaikan umat ini, dan beramal pada zaman yang sulit ini akan menjadi nilai tambah bagi kita. (dakwatuna.com/hdn)

Konten ini telah dimodifikasi pada 31/05/16 | 23:54 23:54

Seorang petani di kaki Gunung Ungaran. Mengikuti kegiatan di Muhammadiyah dan halaqah. Meski minim mendapatkan pendidikan formal, pelajaran hidup banyak didapat dari lorong-lorong rumah sakit.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...