Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Terima Kasih, Ayah

Terima Kasih, Ayah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (ist)
Ilustrasi. (ist)

dakwatuna.com – Ia mencintai dalam diam. Ia pintar menyembunyikan rasa. Ia sosok menginspirasi. Ia satu-satunya laki-laki yang tak pernah menyakiti. Ialah cinta pertamaku.

Sosok pekerja keras melekat padanya. Bekerja dari sang surya terbit hingga terbenam. Ia rela menembus hujan dan panas demi mencari nafkah. Kata “malas” dan “menyerah” pantang baginya. Sosok inspirasi sejati dalam kehidupan. Ia adalah ayahku.

Saat pertama kali terlahir ke dunia, ia menyambutku dengan bahagia penuh haru. Ia yang mengumandangkan azan di telingaku. Berkat suara merdu azannya, aku jatuh cinta pertama kalinya.

Ia memang tidak mengandungku, tapi di dalam darahku mengalir darahnya. Ia tidak melahirkanku, tapi dirinyalah yang paling mengerti kesakitan Ibu. Ia juga tidak menyusuiku, tapi dari keringatnyalah yang menjadi setiap tetes air susuku.

Sifatnya keras dalam mendidik. Namun, di balik sifat kerasnya, tersimpan hati yang lembut, berisi cinta sebesar cinta Ibu untukku. Ia tidak dapat menyampaikan cintanya melalui kata-kata indah, namun pengorbanannya ku percayai sebagai wujud cintanya yang tulus.

Sebagai anak sulungnya, aku masih bersikap tidak menyenangkan hatinya, seperti mengeluh dan menuntut. Meski begitu, ia selalu mendengarkan dan berusaha memenuhi kewajibannya sebagai Ayah.

Ia pintar menyembunyikan rasa. Aku hanya melihat sekilas raut wajahnya yang tampak lelah saat tiba di rumah. Begitu pula saat ia kehilangan ayahnya, dirinya tak mau menampakkan tangisan di wajahnya karena ingin tetap terlihat kuat di depan kedua anaknya.

Hingga akhirnya, saat ia tidur lelap, aku dapat melihat semua rasa yang selama ini berhasil disembunyikannya. Wajahnya menampakkan rasa lelah yang teramat, terdapat kantung mata, wajahnya terlihat lesu dan pucat, serta raut wajahnya terlihat gelisah. Terkadang tidurnya tak lelap, sering kali terbangun dari tidurnya.

Tiap keringat dan hembusan napasnya ditujukan untuk keluarganya. Kerja keras dan usahanya tak pernah ia ungkit atau berharap diganti. Kasih sayangnya selalu membekas di hati dan tak pernah terganti. Hanya doa dan janji untuk menjadi terbaik yang dapat menunjukkan kasih sayangku.

Ayah, engkaulah cinta pertamaku. Engkau adalah pahlawan dan segalanya bagiku. Aku mencintaimu dalam diam, yaitu dalam doa. Terima kasih atas kasih, cinta, pengorbanan tulus yang tak terganti. Terima kasih, Ayah. (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta dan Editor pada lembaga pers kampus bernama Redaksi GEMA (@redaksigemapnj). Memiliki hobi mengarang dan membaca.

Lihat Juga

Doa Terbaik untuk Ayahanda Harvino, Co-pilot Pesawat Lion Air dan Ayah bagi 10 Anak Yatim

Figure
Organization