Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Peluh Tak Jadi Alasan untuk Mengeluh

Peluh Tak Jadi Alasan untuk Mengeluh

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (cerpendakwah.wordpress.com)
Ilustrasi. (cerpendakwah.wordpress.com)

dakwatuna.com – Masih teringat jelas dibenakku, kala itu engkau menggendongku dengan penuh kasih. Memperhatikan setiap langkahku dan takkan dibiarkannya ku tergeletak jika hampir jatuh saat mulai belajar menapakan kaki di bumi. Tanpa ku sadari waktu berjalan begitu cepat, kini aku tumbuh menjadi gadis dewasa dan kau bertambah tua.

Rambut putih mulai muncul di kepalanya, kerutan di dahi dan pipi yang tak dapat berdusta, usianya sudah separubaya, namun ayahku tetap bekerja. Panasnya mentari dan derasnya hujan seringkali diabaikan demi menafkahi istri dan anaknya.

Ayahku bekerja sebagai wiraswasta, karena sudah 2 tahun lebih ia terkena pemutusan hubungan kerja masal dari kantornya yang sudah gulung tikar. Ia tak pantang menyerah, terpuruk dan merenungi nasib hanya membuat pikirannya makin keruh. Ia bangkit dan berani memulai usaha menjadi teknisi pendingin ruangan. Pekerjaannya tak menentu, menunggu panggilan pelanggan yang  memiliki masalah pada pendingin ruangan. Pendapatannya juga tak pasti, kadang dalam sehari tak sepeserpun dikantonginya. Mungkin, bagi sebagian orang kelihatannya bekerja sebagai teknisi pendingin ruangan bukan hal yang sulit. Tetapi itu merupakan pekerjaan rumit.

Acapkali cedera dialaminya karena sering bekerja di ketinggian untuk memasang atau membersihkan pendingin ruangan. Patah tulang di bagian tangan sudah tiga kali ia derita. Cucuran darah yang keluar dari kepalanya karena tertimpa alat pernah dialaminya namun tak menyurutkan semangatnya. Ayahku tak gentar atau trauma. Ia sangat kuat dan pemberani.

Ku lihat peluh menetes di pipi dan muka lelah saat Ayah pulang, tetapi ia tak pernah mengeluh dan selalu menyuguhkan senyum di bibirnya seolah berkata “tak usah khawatir nak”. Malu rasanya jika aku yang hanya kuliah saja tanpa harus banting tulang merengek kelelahan. Padahal demi menguliahkanku Ayah rela singsingkan lengan.

Lelaki tangguh dan pekerja keras yang mengabaikan kesehatan dirinya demi keluarga tercinta. Aku yakin peluh yang menetes saat jerih lelahmu akan dibalas oleh Sang Pencipta berlipat kali ganda. Maafkan aku yang belum dapat membalas kasih sayangmu Ayah. Hanya doa yang dapat terucap dari bibir puterimu. Terima kasih Ayah atas pengorbananmu. (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan Politeknik Negeri Jakarta, semester 4 program studi Jurnalistik. Hobi menulis.

Lihat Juga

Doa Terbaik untuk Ayahanda Harvino, Co-pilot Pesawat Lion Air dan Ayah bagi 10 Anak Yatim

Figure
Organization