Keikhlasan dan Kerendahan Hati Ibu

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Ketika mendengar kata Ibu yang terlintas di dalam hati dan pikiran adalah rasa terharu. Ibu adalah wanita terkuat dan terhebat di dunia. Dengan semua perjuangan yang dilakukan olehnya untuk menahan segala rasa sakit yang dialami ketika mengandung dan kemudian melahirkan. Namun, dibalik itu semua, ibu adalah sosok wanita yang tidak pernah meminta imbalan kepada anaknya ketika kelak anak itu sudah tumbuh dewasa. Dengan kerendahan hati dan keikhlasan hatinya, ibu menyayangi buah hatinya sepenuh hati tanpa ada rasa keluh kesah.

Aku memiliki kedua orang tua yang masih lengkap, tentu mempunyai seorang Ayah dan Ibu. Ayahku bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ibuku sebagai ibu rumah tangga. Ibuku kesehariannya mengurus segala kebutuhan rumah tangga di rumah. Ibu selalu memberikan perhatian dan kasih sayang untukku, tak pernah sedikit pun mengeluh saat diriku membuatnya kesal.

Pada saat aku masih bayi, ibu selalu membacakan ayat suci Al-Qur’an saat ingin membuat aku tertidur, karena membiasakan hal baik agar nantinya aku bisa membaca dan terbiasa dengan bacaan Al-Qur’an. Selain itu, Ibu selalu mengajarkan cara berbicara dengan baik, walaupun dengan satu kata yaitu Ibu dan Ayah dan kata itu selalu diulang setiap harinya.

Ibuku adalah salah satu dari semua ibu yang paling terbaik untukku, karena dengan menghadapi ketiga anaknya dengan sifat yang berbeda-beda, ia bisa menghadapi dengan penuh rasa sabar yang cukup besar, walaupun bisa dibilang kakakku ini adalah salah satu orang yang bersifat kekanak-kanakan sekali. Namun, ibuku selalu bisa menghadapi sifat kakakku ini.

Ketika aku, kakak dan adikku sakit, ibu tidak pernah mengeluhkan dan lelah merawat, ia selalu memberikan perhatian yang lebih untuk membuat anaknya bahagia. Terlihat jelas di wajahnya, ketika ia tidak ingin terlihat begitu memikirkannya. Pada saat kakakku kecil ia mengidap Demam Berdarah yang sangat parah, bisa dibilang saat itu kondisi kakakku sudah sangat kritis hingga muntah yang dikeluarkan adalah darah. Namun, Ibu tetap berjuang menyemangati kakakku agar bisa bertahan hingga pulih kembali. Aku bisa melihat betapa khawatir ibuku pada saat melihat kondisi kakakku dengan wajah biru pucat, tetapi ia tidak pernah memperlihatkan betapa kekhawatiran seorang ibu terhadapnya, hanya karena tidak ingin melihat kakakku semakin hari semakin menurun.

Aku bisa melihat wajah ibuku ketika terlelap tidur betapa lelahnya menghadapi setiap hal yang dialami. Namun, ia tidak pernah mau terlihat oleh orang lain bahkan dengan keluarga sendiri bahwa banyak hal yang dipikirkan olehnya. Pada saat itu, aku mulai menyadari bahwa orang yang ada di hadapanku ini sangat menyayangi keluarga kecilnya ini. Oleh karena itu, aku tidak akan mengecewakannya dan harus membanggakannya. (dakwatuna.com/hdn)

 

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...