Investasi SDM Melalui Pendidikan

Ilustrasi – Ruang kuliah. (cs.ui.ac.id)

dakwatuna.com – Pendidikan merupakan bagian terpenting yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Keberadaannya ibarat kompas yang mengarahkan manusia pada perjalanan yang benar. Tanpa pendidikan, manusia akan hidup dalam ketidakjelasan arah dan tujuan. Orientasi kehidupannya akan menjadi bengkok bahkan keliru. Para founding father bangsa Indonesia sangat menyadari pentingnya pendidikan. Hal ini dapat terlihat dari tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan oleh pembukaan UUD yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendiri bangsa memahami bahwa pendidikan merupakan tonggak utama dalam pembangunan. Keutamaan pendidikan tidak semata diada-adakan oleh negara, akan tetapi agama sebagai aturan tertinggi dalam kehidupan manusia juga menegaskan pentingnya pendidikan. Islam menyeru kepada umatnya agar menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat.

Ilmu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan. Sebab muatan utama pendidikan adalah ilmu. Ketika berbicara tentang pendidikan, maka kita berbicara masalah penerimaan, pemrosesan dan pemanfaatan ilmu. Dalam kehidupan manusia, ilmu menjadi bekal utama yang harus dimiliki untuk mengenali diri sendiri, lingkungan sekitar dan interaksinya. Kesadaran inilah yang dipahami oleh para sahabat dan generasi terdahulu. mereka sangat bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu. Hal ini dapat dilihat dalam kumpulan biografi mereka yang bercerita tentang perjalanan berhari-hari yang dilakukan hanya untuk mendapatkan ilmu.

Semoga Allah SWT merahmati Imam Ahmad bin Hambal karena usaha dan kerja kerasnya dalam menuntut ilmu. “Manusia lebih membutuhkan ilmu agama daripada roti dan air minum. Karena manusia butuh kepada ilmu agama setiap waktu, sedangkan mereka membutuhkan roti dan air hanya sekali atau dua kali dalam sehari” (Ahmad bin Hambal dalam Thabaqat Al hanabilah 1/390). Sehingga Ibnul Jauzi menceritakan bahwa, “Imam Ahmad bin Hambal sudah mengelilingi dunia sebanyak dua kali hingga ia bisa menulis kitab Al Musnad” (Al Jahr Wat Ta’dil). Selain imam Ahmad, ada pula Abu Darda RA yang rela berjalan berhari-hari hanya untuk mendapatkan penjelasan dari apa yang tidak dipahaminya. Beliau mengatakan, “seandainya saya mendapatkan satu ayat dari Al-Quran yang tidak saya pahami dan tidak ada seorang pun yang bisa mengajarkannya kecuali orang yang berada di Barkul Ghamad (yang jaraknya 5 malam perjalanan dari Mekkah), niscaya aku akan menjumpainya.” (Al Bidayah Wan Nihayah, Ibnu Katsir, 9/100). Imam Ahmad dan Abu Darda RA hanya sebagian kecil perwajahan tentang kesungguhan generasi terdahulu umat Islam dalam menuntut ilmu dan menjaga kesinambungan pendidikan.

Belajar dari semangat para ulama terdahulu dalam mencari ilmu di bangku  pendidikannya, kita dapat memetik kata kunci kesuksesan mereka. Penyebabnya adalah investasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang mereka lakukan di masa lalu. Inilah yang membuat ilmu mereka lestari dan bertahan hingga hari ini. Upaya tersebut terus dijalankan dari generasi ke generasi. Bahkan karena usaha tersebut, Islam pernah mencapai kejayaannya dan bertahan selama 5 abad lebih. Sehingga ketika kita berbicara tentang pembangunan Indonesia, maka harus ada investasi SDM yang  mumpuni sebagai modal utamanya.

Pendidikan harus dipandang sebagai investasi Sumber Daya Manusia (SDM) di masa depan untuk mencapai banyak tujuan. SDM di masa depan harus mampu memutus rantai kemiskinan, menyelesaikan berbagai masalah sosial, hukum dan berbagai persoalan bangsa lainnya yang saat ini di rasakan kerapuhannya. Semua hal bergantung pada kualitas SDM. Keberhasilan sebuah negara tidak  hanya berdasar pada kekayaan alam semata, namun pada kualitas SDM-nya. Kekayaan alam yang melimpah tanpa ada SDM yang siap, hanya akan menjadi sesuatu yang tidak bernilai. Ia hanya akan menjadi rebutan bangsa-bangsa lain untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya tanpa memikirkan pemiliknya.

Ketika SDM Indonesia berkualitas dan mampu bersaing secara global, maka masa depan Indonesia sebagai negara maju akan bisa tercapai. Bahkan pada gilirannya ia bisa tampil memimpin bangsa-bangsa lain di dunia. Maka negara harus menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama. Sebab ada hubungan erat antara pendidikan dengan tingkat kemiskinan, pengangguran dan daya saing masyarakat. Menurut standar miskin versi pemerintah jumlah rakyat miskin sangat parah hingga mencapai 38 juta. Lebih parah lagi ketika mengacu pada standar miskin versi WHO, Jumlahnya meloncat menjadi 110 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setengah penduduk Indonesia mengalami kemiskinan. Sedangkan tingkat pengangguran Indonesia saat ini meningkat menjadi 7,56 juta manusia, dengan peta sebaran, lulusan SMA sederajat menyumbang 3,6 juta pengangguran. Sedangkan lulusan perguruan tinggi menyumbang hampir 1 juta pengangguran. Padahal saat ini Indonesia memiliki 16 juta WNI usia produktif 17-25 tahun namun hanya 2 juta yang mengenyam Pendidikan Tinggi (PT) (Suryamin kepala BPS).

Jumlah pengangguran lulusan SMA lebih tinggi jika dibanding lulusan pendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lulusan PT memiliki peluang yang tinggi untuk bekerja. Selain itu, upah kerja yang diterima lulusan PT lebih tinggi dari upah lulusan SMA. Lalu, apa yang menyebabkan SDM usia produktif hanya sedikit yang mengenyam bangku kuliah? Ada beberapa faktor penyebabnya. Pertama, kesadaran masyarakat tentang pendidikan yang kurang. Sebagian besar masyarakat memandang bahwa sekolah merupakan sarana untuk mencari pekerjaan. Sehingga ketika ada lulusan PT yang menganggur maka akan menjadi alasan bagi orang tua lain untuk tidak menyekolahkan anaknya sampai pada bangku PT. Kedua, tuntutan hidup yang tinggi memaksa masyarakat untuk segera mencari pekerjaan setelah lulus SMA ataupun SMP. Ketiga, biaya kuliah yang mahal tidak terjangkau oleh masyarakat bawah, ataupun menengah. Selain itu perguruan tinggi lebih banyak berpusat di daerah-daerah maju, sedangkan para lulusan SMA kebanyakan berada di daerah terpencil dan terjauh dengan segala keterbatasan akses.

Sehingga tantangan besar bagi pemerintah Indonesia saat ini adalah menyediakan banyak PT  dengan harga terjangkau untuk masyarakat menengah dan bawah. Pembangunan PT harus mampu menembus daerah-daerah terpencil dan terjauh. Bahkan perlu ada regulasi aturan terkait pemerataan beasiswa untuk masyarakat kelas bawah yang tepat  sasaran. Selain itu harus ada peningkatan kualitas PT dengan berbagai fasilitas untuk melatih kreativitas dan kemampuan para mahasiswanya. Sehingga ke depannya para lulusan PT bisa bersaing dengan masyarakat luar dan menjadi SDM Indonesia yang andal. Investasi SDM untuk masa depan pun akhirnya bisa terwujud. (dakwatuna.com/hdn)

Guru Konsultan Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...