Topic
Home / Berita / Opini / Hari Pendidikan Nasional: “Investasi SDM”

Hari Pendidikan Nasional: “Investasi SDM”

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Selamat Hari Pendidikan Nasional. (Shalipp S Geolfano)
Selamat Hari Pendidikan Nasional. (Shalipp S Geolfano)

dakwatuna.com – Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia. Tanpa pendidikan maka manusia buta, tak tahu arah hidupnya. Pendidikan yang dimulai sejak dalam kandungan sampai sebelum nafas dicabut dari kerongkongan. Pentingnya pendidikan telah disadari oleh para pendiri bangsa Indonesia dengan meletakan poin mencerdaskan kehidupan bangsa dalam pembukaan UUD 1945.

Pendidikan harus dipandang sebagai investasi Sumber Daya Manusia (SDM) di masa depan untuk mencapai banyak tujuan mulai dari memutus rantai kemiskinan sampai urusan bangsa dan negara mau dibawa ke mana masa depannya. Semua tergantung kualitas SDM. Kunci masa depan sebuah negara bukan lagi berdasar kekayaan alam namun pada kualitas warga negaranya.

Ketika WNI berkualitas dan mampu bersaing secara global, masa depan Indonesia sebagai negara maju yang memimpin dunia akan bisa tercapai. Maka negara harus menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama.

Peta dan korelasi tingkat pendidikan memengaruhi kemiskinan dan pengangguran serta daya saing.

Kemiskinan Indonesia sangat parah, standar miskin versi pemerintah jumlah rakyat miskin Indonesia mencapai 38 juta. Apabila mengacu pada standar miskin versi WHO jumlahnya meloncat menjadi 110 juta jiwa. Artinya hampir setengah manusia Indonesia miskin.

Kemudian soal pengangguran, saat ini lebih dari 8 juta manusia Indonesia menganggur dengan peta sebaran, lulusan SMA sederajat menyumbang 3,6 juta pengangguran. Sedangkan lulusan perguruan tinggi menyumbang hampir 1 juta pengangguran. Padahal saat ini Indonesia memiliki 16 juta WNI usia produktif 17-25 tahun namun hanya 2 juta yang mengenyam Pendidikan Tinggi (PT).

Jumlah pengangguran lulusan SMA lebih tinggi jika dibanding lulusan pendidikan tinggi. PT punya peluang untuk bekerja lebih tinggi. Selain itu, upah yang diterima lulusan PT lebih tinggi dari upah lulusan SMA. Lalu, mengapa jumlah WNI usia produktif 17-25 sedikit yang kuliah? Ada beberapa faktor yang menyebabkan, di antaranya:

Pertama, tuntutan hidup. Setelah lulus SMA mereka sudah bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kesadaran orang tua di Indonesia tentang pendidikan anak masih rendah, tak perlu sekolah tinggi-tinggi kalau lulus SMA saja sudah bisa menghasilkan uang.

Faktor kedua adalah biaya kuliah yang mahal tak terjangkau oleh masyarakat bawah, bahkan menengah. Memang ada beasiswa bidik misi dari negara namun kebanyakan di kampus negeri, padahal tidak semua lulusan SMA bisa masuk PTN. Mereka masuk kampus swasta yang biasanya lebih mahal dan minim beasiswa. Ketiga, jumlah PT mulai dari akademi, politeknik, institut, universitas di Indonesia 4426 yang ada, tidak semua aktif, masih kurang. Kebanyakan berada di Jawa dan kota besar. Di kota-kota kecil jumlahnya sedikit dan kebanyakan minim sarana dan kualitas.

Jumlah dosen 227.178 dengan 148.827 bergelar master dan 27.277 bergelar Doktor masih kurang ideal jika mengacu pada standar Dikti. Rasio dosen dan mahasiswa ideal menurut Dikti adalah 1:20 sehingga, dengan asumsi 16 juta WNI usia produktif mengenyam PT. Maka jumlah dosen masih memenuhi 25% dari jumlah ideal 800.000 dosen.

Berdasarkan data dan fakta kondisi pendidikan tinggi di Indonesia ada beberapa peluang dan tantangan yang dihadapi. Pertama, masih diperlukan banyak PT baru yang berkualitas untuk menampung lulusan SMA khususnya vokasi. Kedua, menambah jumlah Master dan Doktor untuk peningkatan kualitas PT dan lulusannya. Ketiga, ketika jumlah PT bertambah maka akan semakin kompetitif dan negara harus makin serius mengalokasikan APBN untuk investasi SDM bukan ke pembangunan fisik secara terus menerus.

Pembangunan fisik yang berorientasi pada ekonomi hanya menguntungkan segelintir orang, bukan rakyat kebanyakan. Jangan sampai 1% orang kaya Indonesia terus menguasai 54% ekonomi Indonesia.

Mendorong peningkatan kualitas SDM akan meningkatkan nilai tambah (upah), daya saing, dan pekerja Indonesia. Peningkatan upah akan mengurangi kemiskinan dan menambah kesejahteraan dan IPM.

Terakhir, pendidikan telah terbukti mengubah wajah peradaban. Maka jika ingin melakukan revolusi, mulailah dari pendidikan.

Selamat Hari Pendidikan, semoga investasi SDM di bidang pendidikan di Indonesia kian maju seiring berjalannya waktu. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur:

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Guru Konsultan Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa

Lihat Juga

Volume Investasi Asing di Turki Tahun 2018 Capai US$13,1 Miliar

Figure
Organization