Muhasabah

Ilustrasi. (kavuitimur.wordpress.com)

dakwatuna.com – Dengan bertambahnya usia kita di dunia, berarti kematian kita pun kian bertambah dekat pula datangnya. Bukankah setiap waktu, dari detik ke detik berikutnya kita ini bergerak menuju ke arah kematian? Begitulah yang sebenarnya terjadi dan kita alami.

Tapi, ya begitulah kebanyakan manusia, kalau rumahnya hilang karena hangus terbakar api ia akan menangis sepanjang waktu berhari hari. Jika kendaraanya raib di gondol maling ia akan bersedih setengah mati. Namun anehnya, jika umurnya yang hilang ia malah ketawa terbahak-bahak, gembira ria bahkan gelar pesta.

‘’Ada tiga hal yang membuatku tertawa,’’ begitu kata Abu darda’. ’’Pertama, orang yang mengharap dunia padahal kematian mengejarnya. Kedua, orang yang lalai padahal Allah tidak lalai memperhatikanya. Dan yang ketiga, orang yang tertawa terbahak-bahak padahal ia tidak tahu apakah Allah ridho ataukah murka padanya.’’

Di antara ciri pola pikir dan pola hidup orang kafir adalah dipilihnya dunia sebagai orientasi hidupnya. Dunia adalah tempat untuk menumpahkan segenap keinginan nafsunya. Aturan hidup dari Allah tak akan diikuti sebab alam akhirat pun diingkari.

‘’Sesungguhnya mereka [orang kafir] menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka pada hari yang berat [hari akhirat].’’ [QS. Al Insaan : 27]

‘’Dan tentu mereka akan mengatakan : hidup hanyalah kehidupan kita di dunia ini saja, dan kita sekali kali tidak akan dibangkitkan.’’ [QS. Al An’aam : 29]

Tidak seharusnya seorang muslim mengikuti pola pikir dan pola hidupnya orang-orang kafir. Seorang muslim orientasi hidupnya adalah akhirat sedangkan dunia sebagai lahan sarana untuk menggapai kebahagiaan hidup yang abadi dan sebenarnya yakni di alam akhirat dengan cara mengikuti dan mentaati aturan Allah SWT selama hidup di dunia.

‘’Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui’’ [QS. Al Ankabuut : 64]

Maka, bertambahnya hitungan usia kita di dunia yang berarti semakin tipis batas hidup kita seharusnya menjadikan kita bermuhasabah [evaluasi diri] apa yang sudah kita kerjakan selama ini, seberapa banyak bekal yang sudah kita pesiapkan guna menyongsong datangnya kematian. Jika selama ini dosa dan maksiat lebih banyak mewarnai hidup kita, seyogyanya kita ingat kematian kita semakin dekat, batas kesempatan untuk bertaubat kian mepet, jika sampai datang kematian sementara diri belum taubat kita akan menjadi orang yang merugi abadi. Berkata Bisyr bin Harits Al Hafi, ’’Hari kemarin telah mati, hari ini dalam sakaratul maut sedang hari esok belum lahir, maka bersegeralah untuk melaksanakan amal sholeh.’’

Orang orang salaf mengatakan, barang siapa hari ini sama dengan hari kemarin ia merugi, hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka ia terlaknat. Barang siapa yang tidak mencari-cari kekurangan dirinya ia akan berada dalam kekurangan. Dan barang siapa yang berada dalam kekurangan maka kematian lebih baik baginya.

Allah SWT berfirman, ’’Hai orang orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok [akhirat], dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan’’ [QS. Al Hasyr : 18]. Wallahu a’lam. (dakwatuna.com/hdn)

Terlahir di desa Mojosari Sumberjo Kec. Margomulyo Kab Bojonegoro Sekarang tinggal di Padangan bojonegoro Jawa Timur.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...