Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Pintar vs Benar

Pintar vs Benar

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Orang pintar belum tentu orang benar. Pun sebaliknya orang benar belum tentu orang pintar. Umumnya orang dikatakan pintar jika memiliki kemampuan intelektual yang didapat dari lembaga pendidikan tertentu misalnya sekolah. Orang pintar tidak harus melalui pendidikan dari lembaga mana pun. Bahkan orang yang belajar di pesantren atau lembaga keagamaan tertentu bukan jaminan menjadi orang benar.

Pintar identik dengan akal. Benar identik dengan sikap atau perbuatan. Orang pintar terlihat dari cara dia berpikir atau berbicara. Penampilan seseorang bisa mencerminkan kepintaran. Kepala botak atau kacamata tebal identik dengan orang pintar. Tapi penampilan seseorang tidak otomatis dia adalah orang benar. Walaupun memakai bersorban, memakai peci, baju koko atau jenggot panjang belum tentu orang benar.

Di Indonesia jumlah orang pintar lebih banyak daripada orang benar. Setiap tahun kampus-kampus atau perguruan tinggi mencetak ribuan bahkan jutaan orang pintar (sarjana) dengan berbagai gelar. Jumlahnya bisa terdata. Tapi data orang benar sifatnya abstrak. Tidak ada jumlah pasti untuk menggambarkan berapa banyak orang yang benar.

Kompetisi untuk orang pintar ada sarananya. Seperti olimpiade-olimpiade sains, perlombaan kreativitas, lomba karya tulis, atau kegiatan asah otak lainnya. Tapi kompetisi untuk orang benar tidak ada. Sekalipun itu MTQ atau ajang sejenisnya.

Orang pintar identik dengan jenius. Orang benar identik dengan kesalehan. Satu contoh orang pintar adalah Welin Kusuma yang tercatat di MURI sebagai pemilik 27 gelar akademis. Orang Indonesia juga. Asal dari Makassar. Lengkapnya adalah Welin Kusuma, ST, SE, S.Sos, SH, S.Kom, SS, SAP, S.Stat, S.Akt, S.Ikom, MT, MSM, MKn, RFP-I, CPBD, CFP, Aff.WM, BKP, QWP, CPHR, ICPM, AEPP, CBA, CMA, CPMA, CIBA. Gelar akademisnya berderet-deret. Sampai susah menuliskannya, apalagi mengucapkannya.

Sebagai penyeimbang, saya berani sebutkan salah satu orang benar di negeri ini. Dialah Yusuf Mansur. Secara track record tidak memiliki catatan kontroversial. Perilaku beliau santun. Wajahnya meneduhkan. Ucapan dan perbuatan selaras. Menjadi panutan bagi umat muslim di Indonesia.

Satu nama saya ambil untuk contoh orang yang pintar tapi tidak benar yaitu Ulil Absar Abdala yang kerap mengeluarkan melecehkan dan menghina agama Islam padahal dia beragama Islam. Dia dibesarkan di lingkungan pesantren, sekolah di madrasah di Rembang, Jawa Tengah. Pendidikan S2 dan S3 di Boston, Amerika Serikat. Kurang pintar apa, coba? Tapi banyak ucapan hasil pemikirannya yang tidak sepadan dengan kepintarannya.

Sebuah ungkapan mengatakan, tidak semua orang pintar itu benar. Dan tidak semua orang benar itu pintar. Banyak orang pintar yang tidak benar. Dan banyak orang benar yang tidak pintar. Idealnya orang pintar sekaligus benar. Orang seperti ini sangat langka. Jumlahnya sedikit. Dan sulit untuk menjadi orang seperti ini. Tapi daripada menjadi orang pintar tapi tidak benar, lebih baik menjadi orang benar tapi tidak pintar.

Membuat orang pintar menjadi orang benar lebih sulit daripada membuat orang benar menjadi orang pintar. Umumnya orang pintar susah diubah, dinasehati, atau dibenarkan. Anti kritik, merasa benar sendiri, dan maunya menang sendiri. Orang pintar tapi tidak benar lebih berbahaya daripada orang benar yang tidak pintar. Orang pintar tapi tidak benar bisa membuat kerusakan yang meluas.

Contohnya para pejabat-pejabat perusak negara ini. Mereka menguras habis kekayaan negara. Memperkaya diri dan membuat miskin rakyat. Para koruptor yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah orang pintar secara akademis, memiliki pendidikan tinggi, atau gelar akademis yang cukup mentereng. Membuat benar orang-orang seperti itu bukan perkara mudah. Rompi kuning KPK tidak cukup membuat mereka jera atau malu. Penjara tidak cukup untuk merubah perangai mereka. Bahkan mereka bisa jalan-jalan menghirup udara bebas walaupun vonis penjara belum habis. Mereka pun masih bisa mengendalikan usaha mereka dari balik jeruji besi.

Membuat orang benar menjadi orang pintar lebih mudah. Cukup dengan memasukkannya ke lembaga pendidikan. Asalkan prosesnya dijalani dengan benar, jadilah dia orang pintar.

Cerdas itu Pintar atau Benar?

Paradigma yang selama ini ada mengatakan bahwa orang cerdas itu adalah orang yang pintar secara akademis atau pintar dalam pelajaran eksak seperti Matematika, Fisika, atau Kimia. Sementara orang yang memiliki kekurangan dalam pelajaran eksak tidak dikatakan cerdas walaupun dia memiliki sifat yang baik, sikap yang sopan, dan pandai berkomunikasi dengan orang. Seorang anak yang mampu menunjukkan sikap hormat kepada orang yang lebih tua tidak dikatakan cerdas. Anak yang menjaga shalat lima waktu, rajin mengaji, dan menyayangi temannya tidak dikatakan cerdas. Disinilah kekeliruan terjadi.

Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang yang terbaik diantara manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Orang cerdas adalah yang mampu berkorban untuk orang lain. Tidak memperkaya diri disaat kaya, namun bersama-sama menjadi kaya. Tidak egois memikirkan nasibnya sendiri.

Indonesia bukannya tidak memiliki orang yang pintar sekaligus benar. Punya. Ada. Namun jumlahnya sedikit dibandingkan orang yang pintar tetapi tidak benar. Mereka ada, tapi diam tersembunyi. Belum mendapat kesempatan untuk tampil memimpin di negeri ini. Sebagaimana kata Taufik Ismail, bahwa orang baik di Indonesia masih ada. Masih ada orang berakhlak di negeri kita, tapi mereka tidak berwibawa. Masih ada orang yang ikhlas, tapi mereka dianggap tidak ada. Menjadi orang pintar itu memang penting. Tapi lebih penting menjadi orang benar. Mudah-mudahan jumlah orang benar, orang waras, berakhlak dan ikhlas semakin banyak agar jumlahnya lebih banyak. (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Guru di SMP Islam Terpadu Darul Hikmah Pasaman Barat. Menuntut ilmu di Universitas Andalas, Padang.

Lihat Juga

ICMI Rusia Gelar Workshop Penulisan Bersama Asma Nadia

Figure
Organization