FGD STEI SEBI Tinjau Kebijakan Investasi Asing

Focus group discussion (FGD) STEI SEBI mingguan, Depok, 4 April 2016. (Fajriyah Setiadiningsih)

dakwatuna.com – Depok, 4 April 2016, STEI SEBI kembali mengadakan diskusi atas tinjauan kebijakan ekonomi ke sepuluh yang baru saja digulirkan Pemerintah pada bulan Februari lalu. Setiap kebijakan yang digulirkan Pemerintah selalu ada pertimbangan baik dan buruknya. Headline News terhangat muncul dari kebijakan ekonomi Pemerintah yang membuka keran investasi asing lebih luas. Tentu, kebijakan ini tidak serta merta dicetuskan tanpa pertimbangan. Oleh karena itu, STEI SEBI mencoba untuk mengkaji dampak dari kebijakan yang baru dikeluarkan ini melalui agenda focus group discussion (FGD) mingguan.

Investasi asing digencarkan di Indonesia guna memacu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan diawali dengan perubahan ketentuan mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI). Menurut Ai Nur Bayinah, dosen STEI SEBI, selain karena jaringan internasional, urgensi investasi asing juga berkaitan dengan kapabilitas sebuah Negara, apabila investasi luar negeri masuk ke dalam, maka kemampuan standar luar negeri pula yang akan diterapkan.

Namun di sisi lain, urgensitas investasi asing di Indonesia tidak terlalu tinggi. Faktanya, per tahun 2014, di Indonesia terdapat sejumlah 47 ribu orang dengan kekayaan mencapai 157 miliar dolar AS (Capgemini, 2014). Artinya Indonesia memiliki banyak orang kaya yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi investor dalam negeri, tidak perlu mengandalkan investor asing. Di samping itu, berita dari Republika di tanggal 22 Maret 2016 menyatakan bahwa ada sekitar 2.000 investasi berupa penanaman modal asing yang tidak membayar pajak di 10 tahun terakhir, hingga Negara mengalami kerugian mencapai Rp 500 triliun.

James Petras di tahun 2005 pernah meneliti manfaat investasi asing dan menemukan 6 mitos yang diyakini banyak orang dengan beredarnya investasi asing. Salah satunya adalah mitos yang menganggap bahwa dengan adanya investasi asing, maka akan meningkatkan daya saing dan ekonomi dalam negeri. Faktanya, sejauh ini investor asing yang beredar rata – rata memilih industri pertambangan yang hasilnya lebih menguntungkan. Dan hasil investasi itu mereka bawa kembali ke kampung halaman mereka, tidak dimanfaatkan untuk meningkatkan pergerakan industri Indonesia. “Hal ini cukup miris, karena tidak sejalan harapan Pemerintah dengan fakta yang di lapangan. Dengan dilonggarkannya persyaratan PMA di Indonesia, bisa – bisa nantinya Indonesia malah mengalami kerugian lebih dahsyat lagi”, komentar Ucu Mujahidah, mahasiswi STEI SEBI jurusan Manajemen Perbankan Syariah.

Melalui diskusi ini, harapannya semakin terbuka sudut pandang mahasiswa akan kondisi Indonesia secara kompleks, terutama dalam konteks ekonomi. Adapun para mahasiswa, terutama mahasiswa STEI SEBI yang masih berada di bangku kuliah dapat berpartisipasi melalui kreativitas dan usaha maksimal seperti mobilisasi melalui media online juga memperluas wawasan. Sebab mahasiswa adalah pemimpin masa depan, maka kondisi Indonesia di masa depan ditentukan oleh semangat mahasiswa saat ini. (dakwatuna.com/hdn)

Konten ini telah dimodifikasi pada 05/04/16 | 21:56 21:56

Anak kedua dari tiga bersaudara yang hobi main diluar rumah. Lebih suka tidur dari pada nonton sinetron, suka tilawah dan belajar bahasa Inggris dari musik, serta sering iseng-iseng menulis.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...