Kelasku, Halaman Rumah Guruku

Ilustrasi. (Kitty A)

dakwatuna.com – Kereta siang mulai memasuki gerbang senja yang telah tersingkap tirainya dan menjanjikan mimpi-mimpi bagi para penumpangnya. Meninggalkan kabut pagi melepaskan kepergian ombak yang enggan menyapa. Walaupun dengan kondisi yang sangat tidak memadai, anak-anak masyarakat suku asli tidak patah semangat dalam menimba ilmu, belajar membaca, menulis dan berhitung (CaLisTung).

Mereka berbondong-bondong berlarian mengejar mendahului langkah senja yang hendak menutup siang. Baik dengan kaki polos mereka yang tanpa mengenakan alas maupun dengan ayunan pedal sepeda rongsok sebagai sahabat mereka. Mereka adalah anak-anak Bandaraya. Sebuah dusun yang baru terlahir dari sebuah Desa bernama Sokop. Terletak di Kecamatan Rangsang Pesisir, Kabupaten Kepulauan MeRanTi (Merbau, Rangsang dan Tebing Tinggi), Propinsi Riau.

Belajar di sekolah lokal jauh yang menggunakan balai pertemuan sebagai kelas dikala rerumputan masih tertidur di bawah hangat mentari pagi, tidak cukup memuaskan azzam mereka untuk menimba ilmu. Mereka pun mengikuti belajar tambahan di kediaman dua orang Guru Konsultan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa lulusan Sekolah Guru Indonesia. Betapa banyaknya jumlah mereka jika dibandingkan dengan ukuran rumah panggung sederhana yang dihuni Guru Kitty dan Guru Siti. Karena rumah panggung mungil itu tidak cukup untuk menampung kehadiran mereka, akhirnya mereka membawa karung beras dari rumah untuk alas duduk mereka ketika belajar. Karung-karung beras milik mereka yang terbentang di halaman rumah sang guru lebih dari cukup menggambarkan semangat belajar mereka. Tidak adanya ruangan sedikitpun tidak menyurutkan semangat mereka. Dengan penuh semangat dan antusias, mereka belajar bahasa Inggris sore itu. Beginilah potret anak-anak yang sulit menjangkau pendidikan. Segalanya serba tidak memadai. Tapi semangat, azzam dan kerja keras mereka cukup memadai untuk membuat mereka bisa belajar di sebuah dusun terpencil yang berada di beranda negeri ini.

Biarpun belajar dengan kondisi seadanya, kalian harus membawa hasil. Pulanglah dengan penuh isi. Jangan sekadar bermain-main dengan mimpi nak, tapi bekerja cerdaslah untuk mewujudkannya. Batinku.

Putra-putri Indonesia yang berada di kamar-kamar mewah, di ruang tengah ataupun pusat negeri ini yang mampu menjangkau akses pendidikan yang memadai, mari bercerminlah kita pada kaca semangat anak-anak pedalaman yang tinggal di tepian negeri ini. Sudahkah kita bersyukur dengan belajar sungguh-sungguh dan sungguh-sungguh belajar? Tidakkah kita malu pada semangat kita yang rombeng? Pernahkah kita berpikir betapa akses pendidikan yang terjangkau oleh tangan-tangan kita adalah hal yang paling mereka rindukan di beranda negeri ini? Ah, nikmat Tuhanmu mana lagikah yang kau dustakan?

Di rumah kami sendiri
Berlarian mengejar mimpi tanpa henti
Tanpa perak, emas dan materi
Kami berpeluh memeluk ingin
Kelasku, halaman rumah guruku tempatku meniti mimpi
Semoga bersemi, mekar mewangi di beranda negeri

(dakwatuna.com/hdn)

Konten ini telah dimodifikasi pada 24/03/16 | 07:10 07:10

Kitty Andriany. Alumnus Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau. Semasa kuliah aktif di UKMI Al-Maidan dan Forum Lingkar Pena cabang Pekanbaru. Saat ini sedang mengabdikan dirinya di dunia pendidikan sebagai Guru Konsultan Makmal Pendidikan Yayasan Dompet Dhuafa dengan program Sekolah Literasi Indonesia di daerah penempatan Kab. Kp. Meranti, Riau.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...