Kisah Seorang Ibu Rumah Tangga yang 7 Tahun Menjadi Modin

Sri Suharni, ibu rumah tangga yang menjadi modin. (Heri Sumantri)

dakwatuna.com – Mungkin bagi sebagian orang akan bertanya-tanya, apa itu modin? Ya, modin adalah profesi ‘amil jenazah atau orang yang biasa mengurus jenazah, mulai dari membersihkan, memandikan serta mengkafani jenazah.

Kebanyakan profesi ini dipegang oleh orang-orang yang sudah tua atau orang sepuh. Nah, bagaimana jika profesi ini digeluti oleh seorang ibu rumah tangga? Tidak sedikit memang para ibu-ibu menjadi modin, karena keperluan untuk mengurus jenazah perempuan itu haruslah perempuan juga atau mahramnya.

Sri Suharni (40) ibu rumah tangga dengan 3 orang anak, yang juga berprofesi sebagai modin di lingkungannya. Rumahnya yang terletak di desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu tersebut bisa dibilang menjadi jalur lintas kabupaten. Perbatasan dengan Ciketing Udik Bantar Gebang, Kota Bekasi dan sebelahnya Desa Pasir Angin Cileungsi Bogor.

“Udah dua kali dalam sepekan saya dipanggil untuk mengurusi jenazah, kemarin dan hari ini,” tutur Sri setelah mengurus jenazah, Kamis (10/3) pagi.

“Believe it or not …kalo mau Ramadhan,” lanjut Sri dengan nada santai, karena begitulah pengalamannya setiap tahun.

Ternyata Sri menggeluti bidang ini sudah lebih dari tujuh tahun, mulai dari tahun 2008. Sang suami pun sangat mendukung Sri melakukan profesi ini, bahkan hampir setiap panggilan, suami mengantarkannya dengan semangat.

Awalnya menggeluti profesi ini rasa takut juga dialami oleh Sri, sebagaimana manusia pada umumnya. Bahkan terkadang Sri pun masih ada rasa deg-degan jika mendengar kabar meninggal melalui speaker masjid.

“Takut, kalo pas ditelpon atau ada pengumuman di masjid, deg-degan. Pas sampai depan pintu, liat jenazah terbujur gitu,” ungkap Sri.

Namun karena sudah terbiasa rasa takut itu segera hilang setelah dia mulai membersihkan jenazah.

“Tapi kalo udah pegang rasa takut itu hilang, yang ada hanya rasa kasihan,” lanjut Sri. Dia pun selalu berdoa buat jenazah dan buat dirinya sendiri.

Sri selalu teringat pesan dari seorang imam besar seperti Imam Syafi’i yang mengatakan, “Dia baru saja melewati sebuah episode kesakitan yang luar biasa.”

Dalam perjalanan dirinya menjadi seorang modin, banyak juga pengalaman-pengalaman yang sangat berharga. Sri melihat banyak jenazah yang tersenyum, setelah ditanya ke pihak keluarga ternyata mereka adalah orang-orang yang semasa hidupnya melakukan amal sholeh.

Seperti meninggal habis melahirkan, ada yang meninggal juga di meja operasi tapi darahnya mengalir segar dari bekas jarum infus. “Ikhlas banget kayaknya,” tutur Sri.

Sri mengaku bahwa profesinya ini mudah-mudahan menjadi tambahan ladang amalnya. Sebab dirinya tak pernah meminta imbalan sepeser pun kepada pihak keluarga jenazah. Amplop yang terkadang ia terima pun, dijadikan sebagai uang kas (persiapan) atau untuk membeli keperluan kain kafan, kapur barus dan lain-lain. Bahkan jika ada keluarga yang tidak mampu, Sri berikan peralatan itu dengan cuma-cuma.

“Jika ada yang ngasih amplop kita masuklan ke kas, atau kita kan beli sabun, sampo, sarung tangan, masker, wipol dan kain kafan. Kalau orang gak mampu kita gratisin kafannya,” ungkap Sri.

Menjadi seorang modin tidaklah mudah, butuh pengorbanan, baik keluarga maupun waktu. Namun bagi Sri Suharni, di tengah-tengah kesibukannya menjadi seorang modin, dirinya ternyata aktif mengisi ta’lim dilingkungannya, bahkan menjadi mentor siswi di SMK dan masih banyak lagi. Dan semua itu ia jalani dengan sukacita menuju ridhoNya.

Semoga kisah singkat ini menjadi ibroh bagi kita semua. Wallahu’alam bishshowab. (dakwatuna.com/hdn)

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...