Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Literasi dalam Dimensi Masa

Literasi dalam Dimensi Masa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (dakwatuna.com)
Ilustrasi. (dakwatuna.com)

dakwatuna.com – Masa merupakan salah satu modal berharga bagi setiap manusia. Siapapun dan dalam kondisi apapun dia. Tua ataupun muda, kaya ataupun miskin, atasan ataupun bawahan, masa menjadi sesuatu yang tak terpisahkan baginya. Masa menjadi sebuah misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini. Bahkan para ilmuwan dunia menjadikan masa sebagai obsesi penemuan mereka. Salah satu tokohnya adalah Stephen Hawking yang sangat getol dalam mengkaji tentang masa. Teori-teori kontroversialnya semua bermuatan tentang bagaimana upaya untuk melepaskan diri dari yang namanya masa. Ia pun kemudian menafikkan akan keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Bahwa gaya gravitasilah yang menjadikan bumi ini ada. Menurutnya, jika manusia tidak ingin musnah maka harus berpindah dari planet bumi. Olehnya itu, salah satu teorinya adalah lubang cacing yang berada di sekeliling manusia yang tidak terlihat secara kasat mata. Dalam teorinya, lubang cacing ini memiliki kekuatan yang mampu memindahkan sebuah benda pada kecepatan yang tinggi.

Ilmuwan lainnya ketika mengkaji tentang masa, obsesi utamanya adalah agar mampu melintasi masa. Sebab ketika misteri masa ini terpecahkan, maka mereka berharap bisa kembali ke masa lalunya untuk memperbaiki semua hal sia-sia yang telah dikerjakan. Saat ini obsesi melintasi waktu sebenarnya telah ditularkan dalam fantasi berpikir anak. Salah satu tokohnya adalah Doraemon yang datang dari dunia abad 21. Seorang tokoh yang memiliki kantong ajaib berisi semua hal yang dibutuhkan. Ia mampu melintasi ruang dan waktu dalam waktu yang relatif singkat.

Masa akan tetap menjadi misteri hingga kapanpun. Keberadaannya sangat berharga dan tidak dapat diperjualbelikan. Sekali ia melintas, maka tidak akan pernah lagi kembali. Sehingga Allah SWT mengingatkan manusia akan masa dengan bersumpah atas namanya. Dalam Q.S Al Ashr ayat 1-2 Allah berfirman, “Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian”. Masa menjadi begitu sangat misterius bagi manusia, karena kita sublim bersamanya. Setiap saat kita mengalir dalam lintasannya. Ketika detik ini adalah milik kita, maka satu detik ke depan dia hanya akan menjadi sejarah yang tidak akan pernah lagi bisa kita kunjungi. Para ilmuwan membagi masa menjadi 3 bagian, yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan. Namun sebenarnya pembagian ini telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Pembagian itu muncul secara tersirat dalam ucapannya. Dialah Rasulullah Muhammad SAW. Dalam sabdanya Ia mengatakan bahwa, “Manusia yang beruntung adalah yang hari ini lebih baik dari kemarin, manusia yang merugi adalah yang hari ini sama dengan kemarin, sedangkan manusia yang celaka adalah yang hari ini lebih buruk dari kemarin”. Semua perkara ini menunjukan tentang posisi masa yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Ia mengisyaratkan manusia agar mampu mengatur waktu secara baik dan bijaksana. Mengelola setiap kegiatannya agar berada dalam lintasan waktu yang diberikan sama kepada setiap makhluk.

Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar orang merasa tidak mampu berbuat apa-apa. Alasannya adalah sudah nasibnya seperti itu. Ketika ada seorang yang dekat dengan dia sukses dalam karirnya, dia hanya bisa mengatakan takdirnya memang seperti itu. Walaupun orang itu memiliki latarbelakang yang sama dengannya di masa lalu, Padahal ada jenis takdir yang masih bisa dirubah lewat ikhtiar manusia. Semua tergantung cara penyikapan kita terhadap hidup. Kalaulah ada takdir yang masih bisa diubah, lalu apakah kita tidak pantas untuk hidup layak sebagaimana yang lainnya? Kita memiliki porsi waktu yang sama dengan yang lainnya. Tidak peduli siapapun dia, porsi 24 jam sehari semalam tetap tercukupi. Masa yang Allah berikan untuk seorang presiden tetap sama dengan pemberiannya kepada rakyat biasa. Ketika seorang presiden memiliki waktu siang dan waktu malam, maka itupun ada pada rakyat biasa. Semua mendapatkan pembagian waktu yang dalam kesehariannya. Tidak terlalu berlebihan jika ada sebuah pepatah yang mengatakan, “jika saya lahir dalam kondisi yang miskin maka itu adalah takdir, namun jika sampai meninggal saya tetap miskin maka itu bukan takdir akan tetapi sebuah kebodohan”. Kebodohanlah yang menjadi masalah utamanya. Ia lah yang membatasi ruang berpikir seseorang. Sehingga butuh sebuah penyikapan bijak yang menyentuh secara tepat pada akar masalahnya.

Saat ini dunia pendidikan sedang ramai memperbincangkan tentang sebuah istilah baru. Pendidikan menjadi masuk dalam ranah pembahasan ini, karena ia adalah obat dari kebodohan. Istilah baru itu namanya literasi. Sebuah kata yang awal munculnya diartikan sebagai kemampuan baca dan tulis. Ia menjadi kata yang mewakili dua kemampuan tadi kala itu. Namun semakin ke sini, istilah literasi semakin mengalami perluasan makna. Ia tidak lagi terbatas pada istilah-istilah sempit dan sederhana. Saat ini kata literasi banyak menggadeng kata-kata lain yang kemudian bersanding dan menghasilkan makna tersendiri. Misalnya literasi matematika, literasi komputer, literasi internet, literasi virtual dan masih banyak istilah lainnya.

Saat ini istilah literasi semakin diperluas lagi cakupan maknanya. Kirch dan Jungeblut dalam buku Literacy, Profile of America’s Young Adult mendefinisikan literasi sebagai “kemampuan dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat”. Ketika masyarakat masih bingung mengatasi masalah hari-harinya, maka literasi bisa menjadi salah satu alternatifnya. Dengan literasi masyarakat dapat melakukan terobosan-terobosan baru dalam hidupnya. Sehingga setiap aktifitasnya lahir dari hasil olahan berbagai informasi tertulis yang ia peroleh dari kegiatan membaca. Dalam mengambil sebuah keputusan, pada akhirnya masyarakat tidak lagi asal-asalan. Akan tetapi ia berkaca pada pengalaman masa lalu dan informasi ia dapatkan. Literasi kemudian akan mampu merubah perilaku masyarakat untuk bias memanajemen setiap aktifitasnya. Mereka akan mampu menempatkan setiap agenda dan keputusannya pada 3 dimensi masa. Masa lalu, masa kini, dan masa depan. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Guru Konsultan Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa

Lihat Juga

Selamat Idul Fitri 1437 H

Figure
Organization