Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Awal Kelahiran Ikhwanul Muslimin, Hari di Mana Semuanya Bermula

Awal Kelahiran Ikhwanul Muslimin, Hari di Mana Semuanya Bermula

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin. (yourmiddleeast.com)
Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin. (yourmiddleeast.com)

Sepenggal Maret, 88 Tahun yang Lalu

dakwatuna.com – Jiwa Hafiz Abdul Hamid dirasuki gelora yang tak padam-padam. Tapi ia susah mendefinisikan perasaannya. Mungkin sedikit saja yang bisa ia mengerti. Gelora yang ia rasakan itu; semacam semangat yang menyala dengan haru yang terus  menyelubunginya. Atau semacam energi paling murni dari jiwanya yang terus mencari tempat untuk ia alirkan.

Ia tak tahan untuk mengungkapkan perasaan itu kepada karibnya. Kasak-kusuk dan perbincangan penuh rasa penasaran yang menjalar pada semua orang yang hadir di warung kopi langganannya selama berhari-hari sejak berbulan lalu, terus mengusik kepalanya. Dan ia tak tahan dilanda gelora yang membuatnya terjaga pada sepertiga malam setiap harinya.

Beberapa pekan berlalu setelah lebaran Idul Fitri tahun itu, Hafiz akhirnya mantap mengumpulkan keberaniannya. Ia, lelaki kurus yang hanya tukang kayu biasa itu,  lalu mengajak lima sahabat karibnya yang biasa ia temui di warung kopi, untuk membicarakan dan mendengarkan  perasaannya. Mendengarkan gundah sedu jiwanya.

Kelima sahabat yang ia ajak bertemu itu; Ahmad Al-Hushar, seorang tukang cukur yang sederhana; Fuad Ibrahim, tukang penggosok pakaian yang memiliki langganan tak seberapa; Ismail Izz, penjaga kebun dari seorang tuan tanah di Ismaili; Abdurrahman Hasbullah, seorang sopir; dan Zaki Al-Maghribi, pemilik rental dan bengkel sepeda, semuanya menyanggupi untuk meluangkan waktu dan bertemu Hafiz.

Ini bukan kebetulan. Karena mereka semua memang sedang dirasuki gelora yang cukup sulit mereka definisikan itu. Seperti ada energi yang menarik semuanya untuk bertemu dan saling bercerita. Seperti ada desakan dari sudut paling hening di hati keenamnya untuk berjumpa. Dan akhirnya mereka bersua di warung kopi langganan mereka pada sebuah siang yang terik.

Perjumpaan itu laksana telaga yang menyejukkan semua dahaga mereka. Haru semakin memuncak. Gelora menyelubungi. Gelora semakin meninggi. Haru mengiringi. Begitu suasana mereka seharian itu. Tak sudah-sudah. Hafiz tak sendiri. Rasa yang ia pendam penuh haru-biru ternyata merasuki sahabat-sahabatnya; para pekerja yang mengisi waktu senggang dengan meminum kopi dan bersenda-gurau di sebuah warung yang terletak di sudut Ismailiyah.

Mereka menyimpulkan bersama gelora dan haru itu; “ini petunjuk Allah”.

Mereka memang sedang ditunjukkan jalan kebenaran oleh Pemilik Langit. Dengan pemantik sebuah perasaan indah bernama; terpesona. Dari seorang pemuda santun berusia awal dua puluhan. Yang rutin mengunjungi dan menemui keenamnya di warung kopi tersebut. Yang telaten dan penuh kesabaran mengajak semua yang hadir di situ untuk lebih mendalami Islam, mengingat hari akhir, menyempurnakan akhlak dan menghindari perdebatan pada khilafiyah.

Pemuda yang mengajak hati mereka pada keimanan kepada Allah. Pemuda yang mengajak mereka untuk menjaga hati-hati mereka pada ketundukan yang utuh. Pemuda yang dengan kesungguhan dan niat yang ikhlas telah menjadi sebab terbukanya jalan hidayah bagi keenamnya. Tapi, keputusan keenamnya, setelah melalui perbincangan yang paling menyentuh dan atas izin Allah, pada akhirnya-lah yang telah mengubah perjalanan banyak manusia di bumi ini.

Lalu hari itu, bulan Maret hari ke dua puluh, delapan puluh delapan tahun yang lalu, mereka berenam bergegas menemui pemuda itu di kediamannya. Sebuah kediaman yang sederhana yang di bangun pemuda itu dari aktivitasnya mengabdikan dirinya  menjadi guru di sebuah madrasah. Mereka dengan penuh getar yang menjalar menemui pemuda yang mereka kagumi itu.

Di hari itu pula, setelah perbincangan yang panjang tentang gelora, haru, dan  mimpi mereka pada Islam dan kebangkitannya, mereka membaiat pemuda itu untuk menjadi pemimpin mereka. Meminta pemuda itu untuk membimbing kehidupan mereka agar lebih jauh berjalan menapaki jalan dakwah dan Islam. Meminta pemuda itu menjadi mursyid bagi kafilah jiwa-jiwa perindu surga.

Perbincangan mereka bertujuh; di rumah sederhana itu, telah menjadi saksi tentang bagaimana rencana-rencana besar mereka dimulai. Keenam orang yang datang ke rumah pemuda itu, dengan segera, menunjukkan kesungguhannya; memberikan sebagian harta yang dimiliki, untuk membangun semua cita-cita yang menjadi komitmen seluruh jiwa mereka.

Lalu mereka bermusyawarah tentang langkah apa saja yang harus dilakukan pertama kali. Mereka mengerucutkan dalam beberapa keputusan; nama perkumpulan harus dibuat, dan markas untuk tempat berkumpul harus segera ditentukan.

Hasan bin Abdurrahman Al-Banna, pemuda dua puluh dua tahun yang santun lagi memesona itu kemudian menyampaikan kata-kata kepada keenamnya; “Kita adalah saudara (ikhwah) dalam berkhidmat untuk Islam. Maka dengan demikian, perkumpulan kita selayaknya disebut Al-Ikhwanul Muslimin”. Mereka semua bersyukur. Hari-hari ke depannya mungkin tak akan berjalan mudah. Tapi mereka telah memulainya. Dan mereka yakin, Allah akan menolong perjalanannya.

Beberapa hari kemudian, mereka menemukan tempat yang cukup nyaman di sebuah tempat yang cukup ramai di Ismailiyah. Mereka kemudian menyewa rumah dan menjadikan kamar di rumah sewaan tersebut sebagai “Kantor Jamaah”. Di sanalah Hasan Al-Banna bersama Hafiz Abdul Hamid dan lima sahabat mereka yang lain mulai bekerja sama menyebarkan kebenaran Islam dan membangkitkan rakyat Mesir dari lena panjangnya.

Lalu, sembilan bulan kemudian di tahun yang sama, 1928, Jamaah Ikhwanul Muslimin telah memiliki anggota sebanyak lebih dari 70 orang. Dan dalam waktu setahun dua tahun setelahnya, Al-Ikhwanul Muslimin telah memiliki cabang di beberapa kota, sebuah masjid sebagai tempat bertemu dan melakukan syiar, klub olahraga dan sekolah untuk anak-anak Ismailiyah. Luar biasa pertolongan Allah. Jamaah yang diberkahi Allah itu meluas dan menjadi wasilah bagi datangnya hidayah ribuan orang di tahun-tahun awal.

Maret ini, delapan puluh delapan tahun yang lalu. Sebuah sejarah telah di tuliskan. Allah Yang Maha Suci telah menghimpun tujuh lelaki sederhana dalam sebuah majelis yang diberkati. Allah Sang Pemilik Kuasa telah mengajarkan bahwa kehormatan Islam dan kebangkitan umat di abad 21 -ternyata- tidak muncul dari penguasa harta dan raja-raja. Tapi justru muncul dari hati seorang guru yang bersahabat dengan tukang kayu, tukang cukur, tukang penggosok pakaian, penjaga kebun, seorang sopir dan pemilik bengkel sepeda.

Mereka berhimpun dengan ikatan hati yang paling kuat dalam sebuah majelis. Majelis yang berubah menjadi Jamaah. Jamaah yang setiap anggotanya berkhidmat pada Islam dan berjanji untuk menjaga kemuliaannya dan menegakkan kehormatannya.

Maret ini, di tahun ini, saya teringat tentang peristiwa itu. Lalu hati saya diliputi biru yang syahdu. Maka izinkanlah saya mengutip ulang petuah pemuda itu kepada kita; para pemikul tugas kebangkitan Islam (insya Allah). Pesan yang layak kita ingat dalam rentang pendek perjalanan hidup kita.

“Dunia ini sedang dalam kondisi gundah gulana. Semua sistem yang ada telah gagal melakukan perbaikan. Sesungguhnya, tidak ada jalan keluar dari permasalahan itu kecuali Islam. Oleh karenanya, majulah -dengan asma Allah- untuk menyelamatkannya. Semua orang tengah menunggu datang­nya seorang juru selamat, dan juru selamat itu tiada lain kecuali risalah Islamiyah, di mana kalian yang membawa lenteranya dan memberikan kabar gembira kepada manusia dengan keberadaannya”.

Saya tutup kisah ini dengan Doa Rabithah, doa yang menyatukan hati kita semua,

اللهم أنك تعلم أن هذه القلوب قد اجتمعت على محبتك ، و التقت على طاعتك ، وتوحدت على دعوتك ، وتعاهدت على نصرة شريعتك، فوفق اللهم رابطتها ، وأدم ودها ، واهدها سبلها ، و املأها بنورك الذي لا يخبوا ، و اشرح صدورها بفيض الايمان بك ، وجميل التوكل عليك، وأحيها بمعرفتك، وأمتها على الشهادة في سبيلك ، انك نعم المولى ونعم النصير

Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul atas dasar kecintaan kepada-Mu, bertemu atas dasar ketaatan pada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru di jalan-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya. Ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalan-jalannya, dan penuhilah ia dengan cahaya-Mu yang tidak pernah padam, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepada-Mu, dan matikanlah ia dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Dan semoga shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kami, Muhammad, kepada keluarganya, dan kepada semua sahabatnya.

Wallahu muwafiq Ilaa Aqwamith Thariiq.

Mengenang Kelahiran Al-Ikhwanul Muslimin.

Catatan: Sebagian fragmen kisah yang dirangkai tidak seratus persen sesuai dengan kisah aslinya.

(dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Anggota Keluarga Alumni KAMMI.

Lihat Juga

Data Statistik di Bulan Juni, 3.966 Bayi Baru Lahir di Gaza

Figure
Organization