Efek Berganda Dakwah Syiar

Ilustrasi. (bangsaonline.com)

dakwatuna.com – Lembaga dakwah memiliki fungsi untuk perekat umat, dalam arti tidak hanya umat Islam, tetapi non Islam. Permasalahannya adalah agenda syiar yang dibuat oleh lembaga dakwah kurang tepat sasaran, hal ini membuat seakan-akan lembaga dakwah eksklusif. Kesan eksklusif dari dulu sampai sekarang belum hilang dari lembaga dakwah. Di sini saya tidak ingin mengeneralisir semua lembaga dakwah itu eksklusif, tetapi kesan eksklusif masih menyelimuti lembaga dakwah.

Idealnya memang lembaga dakwah bisa mensyiarkan kebaikan Islam ke semua kalangan dan golongan, tetapi harus dipahami juga lembaga dakwah tidak bisa melakukan suatu hal untuk semua orang suka dengan kelakukannya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh lembaga dakwah agar syiar ini bisa masif disebarluaskan.

Pertama, lembaga dakwah harus melakukan evaluasi syiar dalam beberapa tahun terakhir dan memetakan objek dakwah pada wilayah teritorinya (kampus) dan luar kampus. Tindaklanjut dari tahap ini adalah grand design lima tahun ke depan agar lembaga dakwah setiap tahunnya bertahap maju. Kedua, lembaga dakwah harus melakukan kolaborasi dengan instansi-instansi yang bisa memberikan efek syiar kepada objek dakwah yang sudah dipetakan sebelumnya. Ketiga, melist semua agenda syiar yang akan diperuntukan untuk setiap kategori objek dakwah yang khusus dan umum. Kemudian, membuat tools dan implementasi dari semua yang sudah dibuat. Keempat, mengabarkan semua program dakwah ke web pribadi dan media nasional dan internasional cetak maupun elektronik.

Pertama, evaluasi syiar ini bisa dilakukan dengan menggunakan SWOT (Strenght, Weakness, Oppurtunity, and Threat) dari pengamatan beberapa tahun terakhir. Dalam pembuatan ini juga hrus melibatkan pelaku-pelaku dakwah syiar sebelumnya dengan wawancara mendalam (inget penelitian). Selain itu, ajak ngobrol juga individu dan kelompok di luar lembaga dakwah agar mendapat sudut pandang yang luas dan mengerti frame dari objek dakwah. Mungkin masih menjadi beberapa penyakit lembaga dakwah yang enggan mengobrol dengan objek dakwahnya yang bersebrangan ideologi dengannya. Satu hal yang perlu dicatat adalah banyak akhirnya catatan evaluasi ini tidak tertulis rapi dan berceceran kemana-mana. Setelah itu, semua bahan-bahan diramu dan diformulasikan untuk dibuat grand design yang sistematis, terstruktur, dan terukur.

Kedua, penyakit dari lembaga dakwah adalah mereka asyik sendiri dengan kegiatannya tanpa mempertimbangkan institusi lain yang sekiranya bisa diajak kerja sama dalam menjalankan program dakwahnya. Maka hasilnya bisa terlihat, kegiatan-kegiatan dakwah kampus yang tidak berkolaborasi dengan institusi biasanya sepi pengunjung dan agak jadi momen krikkrik gimana gitu pada setiap acaranya. Perlu dicatat juga, tidak semua yang berkolaborasi pasti akan ramai pengunjung, semua ada sasaran objek dakwahnya masing-masing sesuai pasarnya. Tetapi dengan lembaga dakwah berani berkolaborasi, ia akan mendapatkan manfaatnya. Dengan berkolaborasi, anggapan lembaga dakwah eksklusif jadi makin menipis. Dengan berkolaborasi, pasaran dan kebermanfaatan objek dakwah makin meluas dan massif. Dengan berkolaborasi, lembaga dakwah bisa belajar hal-hal baik, seperti silaturahim, komunikasi, kerja sama, negosiasi, dan mendapat jaringan. Dengan berkolaborasi, lembaga dakwah makin dikenal oleh masyarakat luas, tidak hanya kampus.

Sebagai contoh saja, ketika Salam UI berkolaborasi dengan instruktur senam profesional dalam acara spirit day tiap ahad pagi, objek dakwah berbondong-bondong untuk ikut senam sehat tersebut. Contoh lain panitia kajian Ahad pagi Masjid UI berkolaborasi dengan komunitas @SahabatAyah, peserta yang biasanya 250-an naik signifikan menjadi 600-an, Subhanallah.

Ketiga, lembaga dakwah harus memiliki daftar program yang detail yang diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan objek dakwah, institusi yang bisa diajak kerjasama, target peserta, instrumen dakwah, branding, rangkaian penuansaan acara dengan media menuju acara, dan sebagainya.

Keempat, membuat transparansi berita merupakan pertanggungjawaban kerja-kerja dakwah kepada publik. Saya pernah menemukan orang yang sempet bilang, “Ahh lembaga dakwah nya ngurusinnya Palestina terus.”. Dengan mudahnya saya bilang, “Buka aja web lembaga dakwah kampus gw bro, kita ngurusin banyak juga kali.”. Pada zaman Salam UI 17, berita di media nasional cetak maupun online begitu bertebaran yang membahas gerakan dakwah syiar lembaga dakwah seUI karena Salam UI rutin dalam memberikan laporan transparansi program dakwahnya. Dari hal sederhana itu, pernah satu waktu lembaga dakwah di Malaysia menghubungi Salam UI ingin berkunjung karena melihat berita Salam UI di Nasional maupun Internasional.

Poin ketiga dan keempat merupakan kerjaan teknis dan perintilan tetapi tidak kalah penting dari poin sebelumnya. Empat hal tersebut bisa dilakukan lembaga dakwah agar mempunyai efek berganda pada setiap gerak dakwah syiarnya di kampus. (dakwatuna.com/hdn)

Mahasiswa Sosiologi FISIP UI yang sedang aktif di SALAM UI sebagai Sekretaris Jenderal. Orang yang sederhana untuk terus menjadi pembelajar sampai akhir hayat.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...