Membangun Bangsa dengan Literasi

Ilustrasi. (dakwatuna.com)

dakwatuna.com – Banyak orang mengaku kalau hobinya adalah membaca buku. Namun, bagi saya pribadi bahwa membaca adalah suatu kebutuhan untuk mendapatkan ilmu, pengetahuan, dan motivasi. Jika membaca sekadar menjadi sebuah hobi, terkadang suatu hobi dilakukan pada saat-saat tertentu saja. Berbeda jika membaca kita jadikan sebuah kebutuhan, maka seseorang akan selalu mencari kebutuhannya tersebut (membaca). Jika saja kebutuhannya (membaca) belum terpenuhi pasti orang tersebut akan merasakan ada yang kurang dari dirinya.

Dengan membaca pula kita dapat membangun imajinasi dan merancang masa depan. Banyak tokoh-tokoh pendiri bangsa kita yang lahir dan besar karena dalam kesehariannya menjadikan membaca sebagai kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Kita ambil contoh seperti wakil presiden pertama Indonesia, yaitu Bung Hatta. Beliau pernah mengatakan, bahwa bung Hatta siap diasingkan dan dipenjara asalkan bersama buku. Karena hal tersebutlah yang menjadikan beliau sebagai sang proklamator bangsa. Ada juga tokoh lain seperti Soekarno, Tan Malaka, dan lain-lain. Mereka semua adalah tokoh-tokoh yang menganggap membaca sebuah kebutuhan hidup. Bukan sekadar hobi atau yang lainnya, dan dengan membaca itu pula mereka dapat melawan bahkan mengusir penjajah dari negeri ini tanpa menggunakan senjata. Dari kebutuhan membaca itulah, yang mendorong dan memunculkan gagasan-gagasan membangun bangsa. Bahkan dari itu pula tokoh-tokoh tersebut mengenal dan memahami nasionalisme.

Namun dapat disayangkan sekali, untuk minat membaca sekarang ini, di Indonesia sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari survei beberapa lembaga riset dunia, salah satunya adalah hasil survei UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) bahwa minat baca masyarakat Indonesia adalah yang terendah dalam lingkup negara-negara anggota ASEAN. Data statistik pula menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,001 dari jumlah pendudukan yang ada. Artinya, bahwa dalam setiap seribu penduduk Indonesia, hanya terdapat satu orang yang mempunyai minat membaca. Di negara-negara maju, minat baca masyarakat sudah sangat tinggi. Bahkan sudah menjadikan membaca sebagai budaya. Dalam satu tahun masyarakat di negara maju menghabiskan buku bacaan rata-rata sebanyak 25 buku. Bagaimana dengan negara kita? Hasil riset Center for Social Marketing (CSM) sebagai berikut, Amerika Serikat (32 judul buku), Belanda (30 buku), Prancis (30 buku), Jepang (22 buku), Swiss (15 buku), Kanada (13 buku), Rusia (12 buku), Brunei (7 buku), Singapura (6 buku), Thailand (5 buku), Indonesia 0 buku.

Apakah yang menyebabkan rendahnya minat membaca di Indonesia?

Ada beberapa hal yang menjadikan rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia, salah satunya adalah paradigma membaca di masyarakat Indonesia yang masih keliru. Selama ini masyarakat Indonesia menganggap bahwa membaca adalah kegiatan yang dilakukan hanya sewaktu-waktu. Lain di negara-negara maju, paradigma membaca sudah dianggap sebagai kebutuhan ilmu pengetahuan yang harus dipenuhi oleh masyarakat.

Lantas, Apa hubungannya Literasi dengan membaca?

Hakikat secara umum dari literasi adalah membaca dan menulis. Namun, seiring berjalannya waktu hakikat literasi kini makin berkembang. Hakikat literasi adalah suatu kemampuan dalam menggunakan informasi tertulis untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan bagi masyarakat luas. Nah, inilah hakikat literasi yang akan membangun bangsa. Sebagaimana pendahulu-pendahulu kita sang pendiri bangsa menjadikan membaca sebagai kebutuhan dalam hidupnya. Sehingga dapat menjadikan bangsa ini berjaya dan ditakuti bangsa lain di massanya.

Dengan ini, harapan saya bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang gemar membaca buku. Khususnya para penerus bangsa agar dapat mencontoh Soekarno dan Bung Hatta, sehingga dapat memajukan bangsa ini dengan membaca. (dakwatuna.com/hdn)

Konten ini telah dimodifikasi pada 06/03/16 | 23:36 23:36

Pelajar.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...