Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / LGBT: Dari Simbol Media Sosial Hingga Aplikasi Kencan

LGBT: Dari Simbol Media Sosial Hingga Aplikasi Kencan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Getty Images)
Ilustrasi. (Getty Images)

dakwatuna.com – Bicara soal isu LGBT, yang masih saja hangat diperbincangkan di seluruh media sosial, mengingatkan akan apa-apa yang tetiba saja seolah ikut dipropagandakan oleh media sosial. Simbol-simbol LGBT sudah mulai marak di ruang publik, khususnya media sosial. Dari stiker, lalu emoji, juga kemudian dukungan lewat nuansa “Rainbow Flag” pada profile picture.

Pada awalnya –meskipun sebenarnya ini bukan awal­–, netizen dihebohkan dengan hadirnya stiker Line buatan Amsticker yang bertemakan gay; Love is Love dan Gay’s Love Voices. Terlihat jelas sekali bahwa stiker itu ikut mempropagandakan LGBT, karena stiker itu jelas-jelas menunjukkan kemesraan sesama kaum lelaki. Bagusnya, hal ini langsung diketahui pemerintah. Sehingga, kooperatifnya pihak Line yang  mendapat masukan dari pemerintah, membuahkan kebijakan pemfilteran dari pihak Line terhadap stiker itu. Jadi, keberadaan stiker itu kini sudah tak dapat lagi diakses.

Dan, WhatsApp seperti tiada beda. Munculnya emoji yang bertemakan gay dan lesbian juga menghebohkan netizen. Pada beberapa emoji menggambarkan cinta antar sesama kaum, baik itu pria dengan pria maupun wanita dengan wanita. Berbeda dengan Line, stiker di Line harus didownload terlebih dahulu jika ingin dipakai, sedangkan emoji di WhatsApp, semua pengguna bisa memakainya tanpa harus mendownload terlebih dahulu.  Namun sayangnya, emoji ini belum ditarik oleh pihak WhatsApp.

Dan jangan heran ketika ada yang baru mengetahui Facebook Messenger ikut memploklamirkan LGBT dengan stikernya. Justru Facebook sudah lebih awal. Sejak dilegalkannya pernikahan sejenis di Amerika pada 2015 lalu, media Sosial buatan Mark Zuckerberg ini sudah secara terang-terangan mendukung pelegalan itu dengan meluncurkan stiker bertemakan LGBT dan menyediakan aplikasi filter “Rainbow Flag” –yang menjadi simbol LGBT– pada profile picture pengguna Facebook. Pun sebenarnya jangan heran jika WhatsApp terindikasi ikut mengampanyekan LGBT. Ini karena WhatsApp sudah di beli dengan Facebook.

Namun parahnya fenomena LGBT bukan hanya marak dari simbol-simbol di media sosial saja. Tapi justru ada media sendiri bagi kalangan mereka. Media ini seperti aplikasi kencan.  Dan nyatanya bukan lagi hanya ada satu atau dua melainkan belasan, –sejauh yang penulis tahu ada dua belas tepatnya– di antaranya ada Grindr, Jack’D, Scruff, GROWLr, Hornet, BoyAhoy, Gaydar, Gay Kmasutra Litle, Gay Chat, Blued, Moovz dan Dattch. Sepuluh yang pertama dikhususkan untuk para gay saja. Moovz untuk gay dan lesbian. Sedangkan Dattch diperuntukkan bagi yang lesbian saja.

Di Google Play Store sendiri, aplikasi-aplikasi tersebut sudah sangat mudah didapatkan. Meskipun ada yang berbayar tapi tak sedikit juga yang gratis. Memang tidak semua aplikasi yang disebutkan sebelumnya masuk dalam  pasar Android di Indonesia, tetapi tetap saja akan dengan sangat mudah menemukan file apk-nya (format berkas untuk Android) di Internet.

“Ajaib”nya aplikasi ini bisa menemukan gay di sekitaran dengan bantuan Global Positioning System (GPS). Fitur-fitur yang ditawarkan juga lengkap, selain bisa chatting, tiap pengguna bisa melihat profil pengguna lain, yang bukan hanya foto profil saja tetapi menampilkan profil secara fisik, ukuran tinggi badan misalnya. Dan ini semua semakin mempermudah kaum LGBT untuk saling berkomunikasi hingga tahap melakukan penyimpangan sex.

Menurut laman Wikipedia, hingga 25 Maret 2014, Grindr telah diunduh oleh lebih dari 10 juta pengguna di seluruh dunia. Jika total  luas wilayah dunia ini adalah sekitar 510 juta km2 dan total luas wilayah Indonesia 1.9 juta km2, artiannya luas wilayah Indonesia 2.68% dari total luas wilayah dunia. Maka taruhlah saja misal ada 2.68% pengguna aktif Grindr di seluruh Indonesia, tetap saja jumlahnya meresahkan, bukan? Penulis harap pemerintah khususnya Kemkominfo cepat tanggap dengan teknologi di era sekarang ini. Dan penulis harap tulisan ini tidak menjadikan semakin banyaknya pengunduh aplikasi tersebut. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Menjadi Calon Ibu Peradaban yang Bijak dalam Penggunaan Media Sosial

Figure
Organization