Topic
Home / Narasi Islam / Ekonomi / Optimalisasi Potensi Wakaf Uang Dalam Pembangunan Sumber Daya dan Kesejahteraan Rakyat Kecil

Optimalisasi Potensi Wakaf Uang Dalam Pembangunan Sumber Daya dan Kesejahteraan Rakyat Kecil

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (republika.co.id)
Ilustrasi. (republika.co.id)

dakwatuna.com – Kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan salah satu masalah rumit yang dihadapi Indonesia. Jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan sebesar 0,86 juta orang, yakni 27,73 juta orang pada bulan September 2014 menjadi 28,59 juta orang pada bulan Maret 2015 (BPS, 2015). Selain itu, tingkat kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dari pada perkotaan memperlihatkan ketimpangan pendapatan. Penduduk miskin di pedesaan meningkat dari 13,76 % pada September 2014 menjadi 14,21 % pada Maret 2015. Sedangkan peningkatan di perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 %, meningkat menjadi 8,29 % pada Maret 2015. Berdasarkan data dari Bank Dunia, Koefisien Gini Indonesia terus meningkat dari 30 poin pada tahun 2000 menjadi 41 pada tahun 2014, yang merupakan rekor tertinggi. Bahkan, tingkat ketimpangan Indonesia melaju paling cepat di antara negara-negara tetangganya di Asia Timur. Padahal, beberapa negara jiran, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand mencatatkan penurunan angka Koefisien Gini.

Melebarnya ketimpangan kesejahteraan tercermin juga dari terpusatnya akumulasi kekayaan pada minoritas penduduk Indonesia. Mengacu data Credit Suisse, Bank Dunia mencatat kelompok 10 persen orang kaya menguasai sekitar 77 persen dari seluruh kekayaan aset dan keuangan di negara ini. Kalau dipersempit lagi, 1 persen orang terkaya di Indonesia menghimpun separuh total aset negara ini.

Rasio tersebut setara dengan Thailand, yang menempati posisi kedua dari 38 negara yang didata Credit Suisse. Peringkat pertama adalah Rusia, di mana 1 persen orang terkayanya menguasai 66,2 persen dari total aset negara tersebut.

Berdasarkan survei Bank Dunia, 47 persen responden menganggap isu ketimpangan kesejahteraan ini sangat penting untuk ditangani pemerintah dan 41 persen menganggap cukup penting. “Berdasarkan survei nasional, ketika diminta memilih antara mendorong pertumbuhan ekonomi atau ketimpangan, lebih 50 persen memilih mengurangi ketimpangan.

Melebarnya jurang ketimpangan kesejahteraan juga dapat menimbulkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan risiko konflik sosial. Berdasarkan riset, saat total pendapatan kelompok 20 persen orang kaya naik 5 persen, pertumbuhan ekonomi malah melambat 0,4 persen. Sebaliknya, ketika pendapatan kelompok 20 persen orang miskin naik 5 persen maka ekonomi tumbuh 1,9 persen.

Sedangkan negara dengan tingkat ketimpangan kesejahteraan yang tinggi berpotensi mengalami konflik 1,6 kali lebih besar. Sebab, adanya perbedaan pendapatan dan pelayanan antara satu daerah dengan daerah lain. Dalam jangka panjang, kondisi tersebut juga akan menggerus perekonomian.

Dalam menghadapi masalah ini, Negara sangat berperan strategis dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Namun walaupun demikian bukan berarti seluruh lapisan masyarakat bahkan hukum dan aturan agama tidak bisa ikut andil dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan yang terjadi. Wakaf yang disyariatkan dalam agama Islam mempunyai dua dimensi sekaligus, ialah dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi. Dimensi religi karena wakaf merupakan anjuran agama Allah yang perlu dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat muslim, sehingga mereka yang memberi wakaf (waqif) mendapat pahala dari Allah SWT karena menaati perintahnya. Dimensi sosial ekonomi karena syariat wakaf mengandung unsur ekonomi dan sosial, di mana kegiatan wakaf melalui uluran tangan sang dermawan telah membantu sesamanya untuk saling tenggang rasa. Dalam perjalanan sejarah wakaf tidak hanya terbatas kepada kesejahteraan sosial untuk masyarakat dan keluarga, tetapi lebih dari itu peran wakaf yang monumental adalah melahirkan banyak yayasan ilmiah yang independen. Di antaranya menyelenggarakan forum ilmiah internasional, beasiswa, menyantuni kaum intelektual untuk selalu berkarya dan mendirikan lembaga-lembaga Islam yang independen. Bahkan Didin Hafidhuddin mengatakan bahwa optimalisasi wakaf bisa lebih luas dibanding zakat karena tak ada kualifikasi mustahiq (8 ashnaf penerima zakat) .

Wakaf merupakan instrumen ekonomi Islam yang sudah ada semenjak awal kedatangan Islam. Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah menunjukkan peran penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Selain itu, keberadaan wakaf telah banyak memfasilitasi para sarjana muslim untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pendanaan kepada pemerintah. Wakaf terbukti telah menjadi instrumen jaminan sosial dalam rangka membantu kaum yang lemah untuk memenuhi hajat hidup, baik berupa kesehatan, biaya hari tua, kesejahteraan hidup, dan pendidikan.  Wakaf uang lebih fleksibel dan menjadi pendorong terhadap wakaf benda tidak bergerak agar lebih produktif. Indonesia memiliki aset wakaf tanah yang luas yang dapat dikembangkan melalui wakaf uang

Menurut data yang dihimpun Departemen Agama RI, jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 2.686.536.656, 68 meter persegi atau 268.653,67 hektar yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh Indonesia. Dilihat dari sumber daya alam atau tanahnya (resources capital) jumlah harta wakaf di Indonesia merupakan jumlah harta wakaf terbesar di seluruh dunia. Ini merupakan tantangan bagi umat Islam Indonesia untuk memfungsikan harta wakaf secara maksimal sehingga tanah-tanah tersebut mampu menyejahterakan umat Islam di Indonesia. Sayangnya, potensi itu masih belum dimanfaatkan secara optimal, karena berbagai faktor.

Berdasarkan Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pasal 16 bahwa objek wakaf tak hanya terbatas pada benda tak bergerak, namun harta bergerak seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan dan lain – lain.

Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia menjadikannya sebagai Negara yang memiliki potensi wakaf yang sangat tinggi. Wakaf uang/wakaf tunai Bila diasumsikan 50 juta penduduk muslim Indonesia mau berwakaf Rp100 ribu per bulan, maka wakaf uang yang bisa dikumpulkan per tahun mencapai Rp 60 triliun per tahun.

Wakaf uang adalah wakaf berupa uang tunai yang diinvestasikan ke dalam sektor-sektor ekonomi yang menguntungkan dengan ketentuan prosentase tertentu yang digunakan untuk pelayanan sosial (Abubakar, 2006: 78).

Berdasarkan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf bahwa wakaf uang secara lebih khusus dalam konteks regulasi di Indonesia adalah wakaf berupa harta benda bergerak uang dengan mata uang rupiah melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk pemerintah yang mengeluarkan sertifikat Wakaf Uang .

Wakaf uang mulai ada pada abad 15 M pada masa kekuasaan Turki Utsmani. Pada masa ini  aset atau uang tunai yang berasal dari wakaf dikumpulkan dalam pooling fund kemudian oleh nazhir yang ditunjuk oleh pemerintah disalurkan ke sektor bisnis dalam bentuk pinjaman di mana biasanya setelah satu tahun si peminjam tersebut mengembalikan pinjaman pokok plus extra return. Kemudian extra return yang telah diperoleh dan telah terakumulasi digunakan untuk membiayai kebutuhan sosial (Wajdy, 2007:  84).

Wakaf Uang di era modern ini diperkenalkan pertama kali oleh Prof MA Mannan dengan mendirikan suatu badan yang bernama SIBL (Sosial Investment Bank Limited) di Bangladesh. SIBL memperkenalkan produk sertifikat Wakaf Tunai (Cash Waqf Certificate) yang pertama kali dalam sejarah perbankan. SIBL menggalang dana dari orang kaya untuk dikelola dan keuntungan pengelolaan disalurkan kepada rakyat miskin (Djunaidi, 2007: 12).

Pengelolaan wakaf uang di Indonesia masih jauh dari kata maksimal, berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia (BWI) bahwa aset wakaf uang yang sudah terkumpul di Indonesia per Desember 2013 baru mencapai Rp 145,8 M, sedangkan potensi wakaf uang sebesar Rp 60 triliun per tahunya. Potensi ini diasumsikan 50 juta warga negara  bersedia mewakafkan uangnya sebesar Rp 100 ribu per bulan

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan wakaf di Indonesia belum berperan dalam memberdayakan ekonomi umat, di antaranya:

  • Pemahaman masyarakat tentang hukum dan benda yang diwakafkan. Masyarakat masih berasumsi benda yang diwakafkan harus dalam bentuk benda tak bergerak, seperti tanah yang peruntukkannya untuk ibadah mahdhah dan lain sebagainya. Sedangkan uang apalagi dalam pecahan kecil, sebagian masyarakat menganggap tak bisa dikelompokkan sebagai wakaf. Pemahaman yang berkembang dalam masyarakat ini dipengaruhi oleh pemikiran madzhab Syafi’i. Tentunya referensi tentang produk fiqih ini tidak diimbangi dengan pembanding fiqih lain yang sangat dimungkinkan dalam pengembangan wakaf. Hal inilah yang menyebabkan pandangan masyarakat tentang wakaf sangat terbatas, masih bersifat konvensional dan belum mengarah ke arah yang produktif . Padahal apabila kita amati tentang wakaf uang yang potensial, ia bisa menjadi salah satu Instrumen keuangan Syariah untuk pembangunan Ekonomi di Indonesia.
  • Masalah sosialisasi, salah satu madzhab yang populer di Indonesia adalah Madzhab Syafi’i. Di mana Madzhab Syafi’i tidak menerangkan tentang wakaf uang. Hal ini merupakan tantangan karena masyarakat akan mengalami konflik dengan adanya pemahaman  yang dianggap baru di kalangannya. Tak hanya terjadi pada masyarakat, masalah sosialisasi juga terhambat pada media, baik media cetak dan elektronik. Sosialisasi dan edukasi mengenai wakaf belum terlihat masif. Hal inilah yang menyebabkan masalah wakaf uang tidak familiar di kalangan masyarakat.
  • Masalah kelembagaan yang masih belum terlalu kuat payung hukumnya.
  • Kurangnya kepekaan Pemerintah untuk memanfaatkan potensi wakaf uang sehingga akses masyarakat untuk menyalurkan wakafnya masih belum dijangkau secara optimal serta transparansi dalam pengelolaan dan alokasi dana wakaf masih kurang sehingga hal ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat untuk menyalurkan wakaf.

Untuk menjawab sebagian dari masalah tersebut, sejak tanggal 11 Mei 2002 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang wakaf uang, yang isinya adalah sebagai berikut.

  1. Wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
  2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
  3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
  4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
  5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Konsep wakaf uang yang ditawarkan dalam Islam merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan masyarakat. Menurut Direktur Eksekutif Badan Wakaf Indonesia (BWI), Achmad Djunaedi, berdasarkan data resmi pemerintah, jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 28,5 juta orang. Namun, menurut Bank Dunia jumlah warga miskin di Indonesia mencapai 100 juta orang.

Untuk memaksimalkan potensi wakaf uang yang begitu besar di Indonesia, maka perlu dilakukan strategi-strategi kekinian yang tidak hanya memudahkan wakifi untuk menyalurkan dana wakafnya, namun juga memudahkan mereka untuk mengontrol dan mengetahui dana wakaf yang mereka salurkan dengan mudah dan cepat, semudah membuka Facebook dan Twitter. Melakukan digitalisasi pengelolaan wakaf dengan cara membuat start up yang khusus yang digunakan oleh masyarakat untuk menyalurkan wakaf merupakan sebuah solusi yang sangat tepat dan efisien.

Hal ini merupakan cara efektif dan efisien karena berdasarkan data yang dihimpun oleh eMarketer, diperkirakan hingga akhir 2015 pengguna smartphone mencapai 55 juta. Sedangkan total penetrasi pertumbuhannya mencapai 37,1 persen. Pertumbuhan pengguna smartphone yang besar ini mengakibatkan bertumbuhnya pula pengguna internet di Tanah Air. Sebab, rata-rata pengguna mengakses internet menggunakan perangkat mobile. eMarketer juga memproyeksikan bahwa pada 2016 hingga 2019 pengguna smartphone di Indonesia akan terus tumbuh. Angka pertumbuhannya pun fantastis. Pada 2016 akan ada 65,2 juta pengguna smartphone. Sedangkan di 2017 akan ada 74,9 juta pengguna. Adapun pada 2018 dan 2019, terus tumbuh mulai dari 83,5 juta hingga 92 juta mobile phone user di Indonesia. Penetrasi smartphone yang kuat di Indonesia menjadi pertanda baik untuk pertumbuhan transansaksi- transaksi online.

E-wakaf adalah sebuah start up yang tentunya bagian dari transaksi online yang dapat digunakan oleh siapa pun yang ingin menyalurkan wakaf yang dibuat oleh pemerintah melalui Badan Wakaf Indonesia (BWI). E-wakaf menyediakan update wakaf terkumpul  dengan detail yang bertujuan untuk transparansi dana wakaf kepada masyarakat luas. Dalam E-wakaf, masyarakat bebas memilih alokasi dana wakaf yang diinginkan. Baik untuk pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat miskin, pendanaan riset, dan sebagainya. E-wakaf mengintegrasikan seluruh alokasi dana wakaf uang untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia – mulai dari pembangunan sekolah, pesantren, rumah sakit, dan lain-lain.

Mengingat pengguna smartphone di Indonesia yang semakin hari semakin meningkat maka bisa dikatakan potensi wakaf yang ada bisa dimaksimalkan melalui e-wakaf.  Selain itu, pemerintah harus menempuh langkah-langkah tertentu. Langkah pertama sosialisasi, baik melalui media massa maupun melalui pemerintah daerah sampai tingkat bawah. Kedua, penguatan lembaga nazhir yang dapat dipercaya. Mempunyai kredibilitas di mata masyarakat, dan harus dikontrol oleh hukum/regulasi yang ketat. Nazhir haruslah mempunyai kredilitas di mata masyarakat karena harus mampu menjalankan amanah melakukan investasi dan mendistribusikan benefit atas investasi dana wakaf. Ketiga, alokasi dana wakaf yang ada dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Salah satu cara pemberdayaan dana wakaf tunai tersebut adalah dengan mekanisme investasi. Adapun jenis investasi yang harus digalang hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan Syariah Islam dan tidak mengandung riba. Untuk sistem perekonomian Indonesia saat ini, berdasarkan UU Pasar Modal hanya meliputi beberapa hal, yaitu instrumen saham yang sudah melalui penawaran umum dan pembagian dividen didasarkan pada tingkat laba usaha; penempatan dalam deposito pada Bank Umum Syariah. Keempat, kerja sama. Untuk mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif dari wakaf uang, perlu diarahkan model pengelolaan dana tersebut kepada sektor usaha yang produktif dengan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik. Salah satu caranya adalah dengan membentuk dan menjalin kerja sama (networking) dengan perusahaan modal ventura. Beberapa pertimbangan atas pemilihan antara lain:

  1. Bentuk dan mekanisme kerja Perusahaan Modal Ventura sangat sesuai dengan model pembiayaan dalam Sistem Keuangan Islami (untuk mengimplementasikan pembiayaan mudharabah maupun musyarakah). Hal ini untuk melengkapi metode pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan Syariah, yang pada umumnya lebih menekankan pada model pembiayaan murabahah.
  2. Dapat membangun hubungan bisnis yang lebih intensif dan berkesinambungan antara Lembaga Wakaf dan Perusahaan Modal Ventura sehingga memungkinkan terjaminnya perkembangan usaha bagi kedua belah pihak. Utamanya bagi lembaga wakaf hal ini sangat positif karena aspek income generating dari pemanfaatan dana-dana wakaf tunai menjadi terjamin.
  3. Aspek pengawasan penyertaan dana pada Perusahaan Modal Ventura menjadi lebih mudah.

Selain bekerja sama dengan perusahaan modal ventura dalam mengelola dan mengembangkan dana wakaf, bisa juga bekerja sama dengan:

  1. Lembaga perbankan Syariah atau lembaga keuangan Syariah lainnya sebagai pihak yang memiliki dana pinjaman. Dana pinjaman yang akan diberikan kepada pihak Nazhir wakaf berbentuk kredit dengan sistem bagi hasil setelah melalui studi kelayakan oleh pihak bank.(2) Lembaga investasi usaha yang berbentuk badan usaha non lembaga jasa keuangan. Lembaga ini bisa berasal dari lembaga lain di luar wakaf, atau lembaga wakaf lainnya yang tertarik terhadap pengembangan benda wakaf yang dianggap strategis.
  2. Investasi perseorangan yang memiliki modal cukup. Modal yang akan ditanamkan berbentuk saham kepemilikan sesuai dengan kadar nilai yang ada. Investasi perseorangan ini bisa dilakukan lebih dari satu pihak dengan komposisi penyahaman sesuai dengan kadar yang ditanamkan.
  3. Lembaga perbankan Internasional yang cukup peduli dengan pengembangan tanah wakaf di Indonesia, seperti Islamic Development Bank (IDB).
  4. Lembaga keuangan lainnya dengan sistem pembangunan BOT (Build of Transfer).
  5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pemberdayaan ekonomi umat, baik dalam atau luar negeri.

(dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...
Mahasiswa.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization