Pendidikan Indonesia Menghadapi Persaingan Global

Ilustrasi. (dreamstime.com)

dakwatuna.com – Pendidikan sebagai leading sector pembangunan manusia, memiliki andil besar dalam menjawab kemajuan zaman dan perubahan kondisi sosial masyarakat, dari skala nasional hingga skala global, menerobos sekat-sekat pembatas hubungan antar bangsa.

Indonesia adalah bagian dari masyarakat dunia, yang secara otomatis menjadi peserta kompetisi global, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan, maupun dalam pendidikan. Indonesia memiliki posisi strategis dalam pergaulannya dengan bangsa lain. Sebagai Negara-Bangsa yang majemuk terdiri dari beragam etnis dan budaya membentang dari Sabang sampai Merauke, Indonesia telah lahir menjadi bangsa besar di mata dunia. Secara historis, sejarah kejayaan bangsa ini begitu disegani oleh bangsa lain karena kemasyhuran di zamannya; secara budaya, bangsa ini memiliki keragaman namun tetap rukun dalam sebuah wadah kebangsaan; secara politis bangsa ini disebut-sebut sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Selain itu, Indonesia memiliki bonus demografi yang potensial sebagai “negerinya anak muda” – yang kelak akan bertanggungjawab atas keberlangsungan bangsa ini.

Berangkat dari itu, maka sudah saatnya bangsa ini tak lagi riuh dengan urusan rumah tangganya, akan tetapi perlu adanya ekspansi kebangsaan, membuka akses seluas-luasnya untuk menjadikan Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang tangguh di segala bidang dengan menjadi salah satu kekuatan dunia. Lalu bagaimanakah Indonesia menjawab tantangan itu?

Adalah Dunia pendidikan sebagai akarnya pembangunan bangsa. Dimulai dari langkah strategis dalam pembenahan struktur tatalaksana dan budaya yang berkomitmen pada kemajuan. Pemenuhan akses dan mutu pendidikan yang berorientasi Global. Kemudian ditopang pula oleh instrumen dan kebijakan  yang bervisi jangka panjang, bertarget menembus persaingan dunia. Ke semuanya ini harus dipersiapkan sesegera mungkin, mengingat persaingan Global sudah di depan mata. Penghujung 2015 yang lalu menjadi awal sebuah kompetisi, ketika genderang ASEAN Economic Community ditabuh. Maka siap-tidak-siap pendidikan Indonesia harus mampu menjawab tantangan tersebut sebagai produsen tenaga-tenaga ahli, pemikir, dan pelaku kompetisi dari berbagai bidangnya.

Pembenahan Sistemik

Upaya utama dalam rangka pembenahan tersebut yaitu pertama, pembenahan Hukum dan Birokrasi, efektivitas birokrasi dalam mengawal kemajuan pendidikan diawali atas distribusi anggaran dan efektivitas penggunaannya, APBD yang dikeluarkan 20% seharusnya mampu memenuhi keterbutuhan sarana-prasarana serta kesejahteraan pendidikan secara umum. Budaya koruptif dan tidak efektifnya penggunaan dana adalah potret guram birokrasi yang wajib dibenahi.

Kemudian kedua, perluasan akses pendidikan, saat ini secara global lebih dari seratus juta anak di seluruh dunia masih belum mampu menjangkau akses untuk sekolah, angka ini dilihat dari indeks Millenium Development Goal (MDG di negara-negara miskin. Lalu bagaimana dengan Indonesia sendiri? Sebuah tantangan serius yang perlu kita cermati, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih lemah di sektor pendidikan, Angka Partisipasi Kasar (APK) titik terendahnya diangka 2,5 atau tak sampai kelas III SD, sedangkan tertinggi di angka 10 atau setara kelas I SMA.

Ketiga, pembenahan aspek teknis atau tata laksana di lapangan. Dari sini akan berdampak pada mutu pendidikan. Pemerintah selaku komandan penyelenggara pendidikan, telah mengeluarkan Kurikulum sebagai upaya untuk memberikan rambu-rambu kompetensi baik bagi Guru maupun siswa-siswi – meskipun sampai saat ini polemik penyelenggaraan kurikulum belum juga usai.

Selanjutnya, pembenahan secara teknis juga erat kaitannya dengan kualitas guru yang bekerja di garda terdepan, Uji Kompetensi Guru (UKG) mencatatkan kompetensi guru Indonesia terbilang rendah, kompetensi keilmuan-pedagogis yang dimiliki guru-guru kita belum bisa menjawab persaingan secara global, bahkan standar nasional pun tak bisa dilampaui. Persaingan global juga menuntut kompetensi linguistik, tak menutup kemungkinan pendidikan kita dituntut Bilingual dalam waktu dekat. Dari sinilah pembenahan itu dimulai, baik dari institusi pencetak pendidik, mahasiswa calon guru, guru, pemerintah, dan berbagai pihak terkait lainnya. Baik-buruknya kualitas guru akan berdampak signifikan terhadap kualitas pembelajaran yang nantinya akan berefek pula pada kualitas siswa. Terlepas dari itu, Kesejahteraan guru juga perlu diperhatikan agar guru tak lagi disibukkan urusan “rumah tangganya”.

Keempat, pembenahan Karakter dan budaya bangsa. Era Informasi dan komunikasi yang semakin pesat berkembang, membuat masyarakat kita latah dan terombang-ambing dalam derasnya arus globalisasi. Budaya asing sedikit banyak mempengaruhi gaya berpakaian, gaya bahasa, sikap dan perilaku masyarakat kita, yang muaranya berpengaruh pada pemikiran dan cara pandang. Perubahan ini tidak bisa dihindari, tapi bisa disikapi, menyikapinya tentu melalui pendidikan berkarakter, sebagaimana model manusia Indonesia yang berkarakter dan berdaya saing.

Menatap Abad 21

Standar dan Kualitas pendidikan di Abad 21 tentu harus terpenuhi, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dalam buku terbitannya Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI yang dikutip dari Jennifer Nichols menyebutkan empat prinsip standar pokok tersebut, yaitu: Intruction Should be Student-Centered, Educational Should be Collaborative, Leraning Should Have Context, dan Schools Should be Integrated with society. Dari empat prinsip ini kemudian diejawantahkan dalam model pembelajaran yang dinamis dan progresif. Siswa menjadi pusat pembelajaran untuk meningkatkan daya eksplorasi minat dan potensi, sedangkan guru sebagai fasilitator; siswa dituntut untuk dapat bekerja sama dengan siswa lainnya, demikian juga guru mengembangkan kompetensinya secara kolaboratif dengan guru dan pihak lainnya; pendidikan berfokus pada hal yang kongkret dan dekat dengan lingkungan siswa sehari-hari, demikian juga guru memberikan evaluasi yang berkenaan dengan dunia nyata; dan sekolah mampu menstimulasi jiwa sosial anak didik melalui program pengabdian untuk membentuk produk pendidikan yang tidak hanya cerdas akademis, namun juga responsif terhadap lingkungan sosialnya, serta solusional atas masalah yang ada.

kerja sama yang baik antar-lini sangat dibutuhkan mengingat masalah pendidikan adalah permasalahan bersama, terlebih ketika bicara mengenai tantangan Global. Pendidikan yang tangguh akan mampu menjawab tantangan dunia yang semakin maju. Karena semuanya dimulai dari Pendidikan. Ayo, bergerak bersama menjawab tantangan dunia!. (dakwatuna.com/hdn)

Gubernur Mahasiswa FKIP Unila 2013-2014, Kepala Kebijakan Publik PD KAMMI BandarLampung, tertarik dengan dunia gerakan, kepenulisan, dan pendidikan. Saat ini, selain aktif di organisasi, ia juga aktif sebagai staf pendidik di salah satu sekolah islam terpadu di Bandar Lampung.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...