Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Baik Sangka

Baik Sangka

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Husnu-Zhan, menenangkan hati (inet)
Husnu-Zhan, menenangkan hati (inet)

dakwatuna.com – 1 Juli 2010. Genap setahun sudah kupupus-kan niat untuk melanjutkan pendidikan. Genap setahun juga, Ayah wafat dan sejak saat itu aku memutuskan untuk bekerja dan membantu Ibu menghidupi empat adikku yang masih bersekolah.

Suatu pagi, tiba-tiba hpku berdering tanda sms masuk.

“Aslkm Mutia, hari minggu besok ada tes masuk ke kampus kaka mut, yang waktu itu kakak certain, ikut yuk ! kebetulan kakak panitianya mut :D”

“Bayar ga Ka Dita, tes nya? Jam brp ka?” balasku.

“Gretoooooong neng, udah tinggal dateng aja bawa alat tulis yak, jam 8 di kampus.”

“Hmm, insyaAllah ya Ka Dita, nanti kalau dtg aku sms kakak ya, syukron ka infonya J

Kuliah? Entah apakah keinginan itu masih terbersit di pikiranku. Aku ceritakan hal ini kepada Ibu, dan responnya:

“Dari dulu, Ibu ngga pernah ngelarang kamu untuk kuliah, ndok. Cuma ya mohon maaf, Ibu ngga bisa bantu biaya kamu untuk kuliah. Kalau kamu mau kuliah, kamu usaha sendiri ya ndok”.

“Iya bu, mut juga baru mau coba kok. Kalau ngga lolos ya, berarti emang belum rezeki”.

“Yowes, Ibu doakan yang terbaik selalu”.

Malamnya, cita-cita yang pernah kutulis dulu, setahun yang lalu, kini kembali menari di atas kepalaku. Ya, aku pernah punya mimpi. Mimpi untuk melanjutkan kuliah jurusan penyiaran, sebab tiga tahun sudah aku menggeluti ekskul jurnalistik di sekolah. Aku pernah punya mimpi menjadi seorang reporter, bahkan sampai ke luar negeri. Orangtuaku telah menyetujui rencanaku untuk kuliah. Ayah bahkan akan mendukung penuh seluruh biayanya.

Tapi kemudian ayah meninggal karena kecelakaan, satu hari sebelum aku mengikuti tes masuk PTN. Dan sejak saat itu, Ibu harus menjadi tulang punggung keluarga. Hanya dengan menjadi seorang tukang cuci baju, tidak mungkin Ibu bisa membiayai kehidupan aku dan ke-empat adikku, ditambah biaya kuliahku. Maka saat itu pula aku memutuskan untuk melamar di sebuah butik kenalan temanku, untuk menjadi seorang admin. Dan ku lepaskan keinginan ku untuk melanjutkan kuliah. Meskipun tidak besar, namun gaji yang ku dapat cukup untuk membantu Ibu untuk menghidupi keseharian keluarga kami.

Setelah sholat istikharah, kuputuskan untuk mengikuti tesnya di Pamulang, yang cukup jauh dari daerah rumahku di Jakarta. Kampus ini bukan perguruan tinggi negeri, memang. Tapi di sana ada jurusan penyiaran, oleh sebab itu kakak kelasku, kak Dita menawari kuliah sebab beliau juga berada di jurusan penyiaran. Dan beliaulah satu-satunya orang yang selalu memotivasiku untuk melanjutkan kuliah. Karena beliau merasa bakatku di bidang jurnalistik sangat potensial sewaktu di SMA.

Hasil tes pun keluar dan aku diterima masuk jurusan Jurnalistik. Di lembaran surat pengumuman juga dilampirkan rincian biaya yang harus ku bayar selama masa perkuliahan. Dan mata ku membelalak membacanya.

‘Ka Dita, aku diterima nih jurusan jurnalistik, Alhamdulillah. Tapi biayanya mahal banget yah, kayanya aku gajadi ambil L

‘Yaah jangaaan gajadi, ambil aja, kamu ikut beasiswa Baitulmaal Muamalat aja mut kaya aku, besok aku kasih tau infonya yah’.

Aku pun mengikuti sarannya untuk mendaftar beasiswa di Baitulmaal Muamalat. Beasiswa B-smart, namanya. Semua persyaratan pun telah aku penuhi. Dan Alhamdulillah, hasilnya aku mendapatkan beasiswa kuliah full sampai aku lulus dari kampus. Aku pun langsung menelpon kak Dita dan menceritakannya. Beliau turut senang mendengarnya. Aku berterimakasih karena berkat bantuan beliau, aku bisa sampai pada tahap ini.

Tapi sebenarnya ada satu yang mengganjal di pikiranku. Aku memang kuliah tanpa biaya, tapi siapa yang akan membantu Ibu lagi nanti? Kemudian hapeku kembali berdering.

‘Dengan Mutia?’

‘Iya benar, saya Mutia’.

‘Kami dari rumah sakit, ingin menginfokan bahwa saudari Dita sekarang keadaannya sedang kritis’.

Betapa terkejut aku mendengarnya. Baru beberapa jam lalu aku menelponnya dan sekarang beliau terbaring kritis di rumah sakit. Aku langsung beranjak ke rumah sakit. Sesampainya di sana, kabar yang tak kalah mengagetkan ku bahwa ternyata beliau harus dioperasi dan itu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Orang yang menabraknya memang bertanggungjawab, dia membawa kak Dita ke rumah sakit dan memberikan sejumlah uang yang ia punya. Namun ternyata dia juga bukan orang mampu, maka tidak bisa melunasi biaya operasi kak Dita.

Seketika aku langsung mengingat uang tabungan yang aku simpan di Bank Muamalat. Dan Alhamdulillah, uangnya cukup untuk melengkapi uang operasi kak Dita. Hingga hanya tersisa 50.000 rupiah di rekeningku. Sebelum aku mengambilnya, aku memantapkan hati untuk menyerahkan rezekiku pada Allah, yang penting Allah menyelamatkan nyawa kak Dita. Sebab beliau telah lama yatim piatu. Beliau hanya tinggal dengan neneknya yang hidup sederhana di Bogor. Dan aku belum dapat menghubungi neneknya.

Satu hari setelah operasi, kak Dita masih belum siuman. Neneknya telah datang ke rumah sakit, jadi aku bisa pulang ke rumah. Sebelum ke rumah, aku sempatkan untuk ke butik. Aku berniat untuk mengundurkan diri dari butik untuk kuliah. Telah aku pikirkan, nantinya aku mungkin bisa dagang di kampus untuk tetap membantu Ibu.

“Wah, Alhamdulillah Mutia, Ibu senang mendengarnya,” kata Bu Citra, atasanku, setelah aku menceritakan bahwa aku menerima beasiswa Baitulmaal Muamalat dan diterima kuliah di jurusan yang aku inginkan. “Yah, tapi sayang ya, kalau kamu harus keluar dari butik, nanti Ibu ngga ada temennya”, lanjut beliau.

“Iya maaf ya Bu. Ibu mau saya cariin pengganti saya bu? Kebetulan saya punya kenalan, Bu.”

“Hmm, kamu ngga mungkin ke sini setiap hari ya Mut dari Pamulang? Gini aja deh, kalau kamu lagi ga ada kuliah, kamu sempetin dateng ke sini untuk input data. Minimal dalam satu minggu kamu dateng sekali aja untuk input data, jadi kamu inputnya mingguan, tidak harian, gimana?”

“Wah, emang boleh Bu, begitu?”

“Iya, InsyaAllah bisa kok.”

“Wah Alhamdulillah banget kalau gitu Bu, insyaAllah saya setuju, nanti kalau jadwal saya sudah keluar saya langsung infoin Bu Citra ya Bu. Terimakasih Bu Citra, saya jadi tetap punya penghasilan”.

“Sama-sama mut, saya udah terlanjur seneng sama pekerjaan kamu mut, hehe”.

Alhamdulillah, Allah memberi rezeki dari jalan yang tidak kita duga. Aku lulus dengan nilai cumlaude di kampus dalam waktu 4 tahun tidak lebih berkat beasiswa B-smart Baitulmaal Muamalat. Dan kini, aku sedang berdiri jumawa di depan Aya Sophia Istanbul, Turki sambil memegang buku harian yang kutulis sejak SMA dulu. Cita-citaku kini terwujud, satu per satu. Yang aku butuhkan hanyalah berprasangka baik kepada Allah, dan berbuat baik kepada sesama manusia. (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Anak kedua dari tiga bersaudara yang hobi main diluar rumah. Lebih suka tidur dari pada nonton sinetron, suka tilawah dan belajar bahasa Inggris dari musik, serta sering iseng-iseng menulis.

Lihat Juga

Muhasabah, Kebaikan untuk Negeri

Figure
Organization